Utang RI Bakal Tembus Rp. 9.000 Triliun, Puteri Komarudin Minta Pemerintah Genjot Penerimaan Negara

Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin menilai, rasio utang RI terhadap PDB masih dalam batas aman lantaran berada di kisaran 39 persen. Puteri menekankan, bahwa rasio ini masih di bawah batas yang maksimalnya berada di angk 60 persen.

Demikian disampaikan Puteri menanggapi prediksi sejumlah kalangan yang menyebut posisi utang pemerintah Indonesia hingga akhir April 2025 diperkirakan nyaris menembus Rp 9.000 triliun. Meski belum diumumkan secara resmi Kementerian Keuangan, total utang pemerintah telah mencapai Rp 8.984,13 triliun.

“Sejauh ini, rasio utang terhadap PDB masih dalam batas aman di kisaran 39 persen. Artinya, rasio ini masih di bawah batas 60 persen, sesuai UU No 17 tahun 2023 tentang Keuangan Negara,” kata Puteri kepada Kedai Pena di Jakarta, Selasa,(3/6/2025).

Lebih lanjut, Puteri menekankan, rasio utang tersebut juga masih lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga. Puteri memaparkan, negara seperti Filipina memiliki rasio utang sebesar 58,1%), Malaysia 70,1%, Thailand 64,5% dan Singapura 174,9%.

Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin | Foto: istimewa
“Ini berarti rasio utang kita masih terkendali dengan baik,” beber Puteri.

Meski demikian, Puteri mengingatkan, pentingnya pemerintah memastikan tercapainya target penerimaan negara dari pajak, bea cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Karena sampai dengan bulan April
kemarin, realisasi penerimaan negara baru 27 persen dari target. Untuk itu, pemerintah perlu mengejar target tersebut semaksimal mungkin,” imbuh Puteri.

Puteri juga mendorong pemerintah dapat menyempurnakan Sistem Coretax, perluasan basis pajak, dan optimalisasi penerimaan PNBP. Bersamaan dengan itu,
kata Puteri, pemerintah harus menjaga belanja negara supaya tetap terkendali dan berkualitas.

“Selain itu, pemerintah perlu menjaga defisit anggaran dalam batas aman, sebesar 2,53 persen PDB sesuai UU APBN 2025,” tegas Puteri.

Puteri menekankan, pengelolaan utang yang harus dilakukan secara
hati-hati. Dimana, tegas dia, tetap mengutamakan biaya yang efisien dan mengembangkan pembiayaan yang efisien serta mengendalikan risiko secara terukur.

“Dengan begitu, pengelolaan utang bisa sebagai katalisator untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan investasi yang produktif,” pungkasnya.(Sumber)