Kepala pelaksana proyek PT Waskita Karya Agus Herijanto dijatuhi vonis 7 tahun 6 bulan penjara terkait korupsi pembangunan shelter tsunami di Lombok Utara. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, menilai Agus telah terbukti secara sah dan meyakinkan sesuai dengan dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selain itu, Agus juga dijatuhi dengan pidana denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan, serta membebankan uang pengganti Rp1,3 miliar subsider 2 tahun. Vonis yang diberikan hakim ini, sesuai dengan tuntutan jaksa KPK.
Selain Agus, hakim juga menjatuhkan vonis kepada pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek tahun 2014 dari Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi NTB pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI, Aprialely Nirmala.
“Mengadili dengan menjatuhkan pidana kepada terdakwa satu Aprialely Nirmala dengan hukuman enam tahun penjara,” kata Ketua Majelis Hakim Isrin Surya Kurniasih ketika membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Rabu (4/6/2025).
Untuk subsider atau kurungan pengganti dari denda apabila tidak dibayarkan sesuai ketentuan yang berlaku, hakim menetapkan lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni dari 6 bulan menjadi 4 bulan.
Hakim sependapat dengan menyatakan bahwa kedua terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama hingga mengakibatkan bangunan senilai Rp20,9 miliar itu tidak memenuhi azas pemanfaatan.
Akibat dari perbuatan kedua terdakwa, hakim menyatakan sependapat dengan hasil audit BPKP RI bahwa kerugian negara dalam perkara ini senilai Rp18,46 miliar atau sebanding dengan nilai total kerugian dari pengerjaan proyek tersebut.
Aprialely sebagai PPK pelaksana proyek juga dinyatakan telah memperkaya terdakwa dua Agus Herijanto sebagai kepala pelaksana proyek dengan nilai Rp1,3 miliar. Nilai tersebut muncul dari penggunaan anggaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam laporan akhir pekerjaan.
Dari uraian putusan tersebut, hakim menyatakan perbuatan Aprialely Nirmala bersama Agus Herijanto terbukti melanggar dakwaan alternatif pertama penuntut umum, yakni Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut terdakwa Aprialely Nirmala dengan 6 tahun pidana penjara. Kemudian, membayar denda Rp300 juta subsider kurungan pengganti 6 bulan.
Sementara, Agus Herijanto dituntut 7,5 tahun pidana penjara. Selain itu, menuntut yang bersangkutan membayar denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan badan.
“Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Agus Herijanto untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp1,3 miliar,” sebut perwakilan JPU, Greafik.
Jaksa penuntut umum menyebut, perbuatan Aprialely Nirmala dan Agus Herijanto mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp18,4 miliar.
Sebagai informasi, pengerjaan proyek pembangunan shelter tsunami di Lombok Utara ini pada tahun 2014. Itu merupakan hasil kerja sama Kementerian PUPR RI dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai desain teknis.
Gedung yang bertempat di Desa Bangsal, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara ini merupakan salah satu dari 12 proyek pembangunan skala nasional periode 2012 hingga 2015.
Pelaksananya PT Waskita Karya. Kemudian, konsultan perencana dari gedung dengan perencanaan dapat menampung 3.000 orang tersebut adalah PT Qorina Konsultan Indonesia dan konsultan pengawas dari CV Adi Cipta. Negara menyiapkan anggaran pekerjaan tersebut senilai Rp23 miliar.
Terdakwa Aprialely Nirmala sebagai PPK proyek shelter tsunami berasal dari Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan (Satker PBL) Provinsi NTB pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI.
Sedangkan, Agus Herijanto adalah kepala pelaksana proyek pembangunan shelter tsunami dari PT Waskita Karya.(Sumber)