News  

Perusahaan Tambang Gubernur Sultra di Pulau Kabaena PHK Massal Seluruh Karyawan

PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS), yang beroperasi di Pulau Kabaena, Kecamatan Kabaena Tengah, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap seluruh karyawannya.

PHK massal perusahaan tambang nikel milik Gubernur Sultra, Andi Sumangerukka ini diumumkan melalui surat yang ditandatangani Direktur Utama PT TMS, Syam Alif Amiruddin, pada Senin (16/6/2025).

Dalam SK Dirut PT TMS nomor 001 disebutkan, PHK massal ini dilakukan karena penghentian aktivitas tambang nikel tanpa batas waktu yang belum bisa ditentukan, sehingga berdampak pada perusahaan.

“Hal itu menyebabkan perusahaan harus melakukan efisiensi. Maka dengan ini perusahaan akan melakukan pemutusan hubungan kerja kepada seluruh karyawan PT Tonia Mitra Sejahtera,” tulis Syam Alif Amiruddin, dalam SK-nya kepada karyawan.

PT TMS berjanji proses PHK massal ini akan dilakukan sesuai perundang-undangan. Penyelesaian hak-hak karyawan akan dilakukan segera melalui surat berhentinya hubungan kerja kepada masing-masing pekerja.

Salah satu karyawan PT TMS yang kena PHK massal, Bambang (nama samaran), mengaku tak terkejut dengan keputusan perusahaan. Lantaran, mereka sudah curiga sejak dirumahkan mulai (15/5/2025).

Setelah itu disusul surat pengumuman resmi penghentian aktivitas tambang, oleh HRD PT TMS pada 30 Mei 2025. Namun, alasan penghentian ini tak disusul dengan penjelasan dari perusahaan.

“Total karyawan PT TMS sebanyak 812, semuanya kena PHK, baik yang di site ataupun di lapangan. Kecuali pejabat tinggi perusahaan yang tidak kena PHK,” ujar Bambang.

PHK massal ini berdampak buruk kepada seluruh karyawan, terutama masyarakat lokal di lingkar tambang PT TMS. Selain kehilangan pekerjaan, warga lokal juga kesulitan membayar cicilan mobil.

“Rata-rata masyarakat lokal mencicil mobil. Dengan PHK ini akan menyulitkan kami menyelesaikan cicilan mobil,” kata Bambang.

Bambang mengaku pasrah dengan PHK massal ini. Begitu pula karyawan lain tak akan melakukan protes ataupun gugatan setelah adanya pengumuman. Sebab, kontrak berakhir pada Juni 2025, bertepatan dengan keputusan PHK.

“Upaya yang bisa kami lakukan masuk ke perusahaan tambang lain yang masih beroperasi di Pulau Kabaena,” tandasnya.

Aktivitas Tambang Disetop

Sebelumnya, seluruh karyawan PT TMS dirumahkan sejak 15 Mei 2025, menyusul penghentian seluruh aktivitas tambang. Sejumlah alat berat terparkir rapi di site Lengora Induk, Kecamatan Kabaena Tengah.

Mess karyawan juga tampak sepi, pintu tertutup. Beberapa karyawan mengenakan tas ransel untuk berkemas meninggalkan lokasi perusahaan.

Surat resmi pemberitahuan penghentian aktivitas perusahaan dan pemulangan karyawan baru dikeluarkan HRD PT TMS Gita Deviany, P.H pada 30 Mei 2025.

“Kegiatan operasional dihentikan sampai waktu yang belum dapat ditentukan,” tulis poin 1 internal memo PT TMS.

Dalam internal memo itu, karyawan juga diminta untuk mengambil barang pribadi yang masih tertinggal di site. Selain itu, mereka diminta mengembalikan aset perusahaan berupa laptop, handy Talky, kamera, drone dan alat topografi.

Bambang dan karyawan lain tak tahu penyebab mereka dirumahkan. Karyawan hanya diminta mengambil barang-barang pribadi mulai 31 Mei sampai 3 Juni.

“Kami hanya diberi waktu satu jam untuk mengambil barang-barang pribadi. Karyawan dilarang membawa handphone, apalagi mengambil dokumentasi. Kami juga dikawal 3 sampai 4 orang TNI,” ujarnya.

Kata Bambang, karyawan masih bertanya-tanya, alasan mereka dirumahkan. Hingga saat ini belum mendapatkan jawaban.

Namun, ia mendapatkan informasi berseliweran, bahwa penghentian aktivitas ini karena adanya penindakan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) bentukan Presiden Prabowo. Sebab, PT TMS diduga menggarap hutan lindung di Pulau Kabaena.

“Informasinya seperti itu. Tapi secara resmi tidak disampaikan, karena tidak ada alat berat yang disegel. Yang pasti kami dirumahkan, gaji tetap jalan,” katanya.

Perwakilan PT TMS yang sempat ditemui di salah satu warkop di Kota Kendari, pada Jumat 13 Juni 2025, menolak memberikan klarifikasi terkait alasan penghentian aktivitas.

PT TMS disebut-sebut perusahaan tambang milik Gubernur Sultra, Andi Sumangerukka. 25 persen saham PT TMS dimiliki PT Bintang Delapan Tujuh Abadi.

Sebanyak 990 lembar saham PT Bintang Delapan Tujuh Abadi, dimiliki Alaniah Nisrina, putri Andi Sumangerukka yang menduduki jabatan sebagai komisaris.

Sementara, 10 lembar saham sisanya, dikuasai Arinta Nila Hapsari, istri Gubernur Sultra, menduduki jabatan sebagai Direktur Utama.

Andi Sumangerukka sempat mengakui kepemilikan tambang di Pulau Kabaena, saat debat kandidat Calon Gubernur Sultra 2024 lalu.

Jurnalis matalokal.com berupaya melakukan konfirmasi kepada PT TMS melalui email perusahaan, namun tidak mendapatkan jawaban.(Sumber)