News  

Gila Massal! Gangguan Mental Warga Israel Melonjak 350 Persen Usai Dibombardir Iran

Langit Tel Aviv menjadi medan perang, sirene merawung tanpa henti. Rudal berjatuhan tanpa ampun, ledakan terdengar di setiap sudut kota. Daftar jaringan

Warga Israel yang biasanya hanya melihat penderitaan warga Gaza, mereka kini menyaksikan perang itu masuk ke ruang tamu mereka sendiri.

Bukan lagi Gaza, bukan lagi Lebanon, kini tanah mereka dihantam tanpa ampun oleh rudal-rudal dari langit Iran.

Suara-suara panik terdengar dari dalam bunker dan di luar sana markas Mossad terbakar. Rumah-rumah leluh lantah dan hanya menyisakan puing-puing.

Menteri (PM) Israel, Netanyahu tidak mau berhenti, tapi di tengah kehancuran ini dunia justru menyaksikan sisi lain dari Israel sebagai korban dari ketakutannya sendiri.

Gangguan Mental Warga Israel Melonjak

Tak butuh waktu lama sejak Iran meluncurkan serangan balasan, ledakan besar mengguncang pusat-pusat kota Israel seperti Tel Aviv, Ramat Gan, Rison Lezion, Haifa, Petah Tikva, dan Hebron jadi sasaran utama.

Beberapa rudal sukses menembus sistem pertahanan berlapis yang selama ini dibanggakan Israel.

Rumah-rumah rata dengan tanah, gedung-gedung apartemen berguncang hebat.

“Kami sedang menonton berita di komputer. Tiba-tiba ledakan membuat seluruh bangunan bergoyang. Ketika kami buka pintu, ruang tamu kami penuh asap.” ujar warga Israel dikutip The Times of Israel.

Lantai bawah gedung mereka luluh lantah, air mengalir dari tembok, pintu berterbangan, dan lobi gedung rusak total.

Di tempat lain, seorang pria lanjut usia ditemukan tewas tertimpa dinding yang ambruk.

Korban luka terus bertambah, warga bahkan menyaksikan kobaran api dan pecahan kaca besar berserakan di jalan hanya beberapa meter dari tempat tidur mereka.

Ketika rudal-rudal menghantam bunker dan tempat perlindungan bukan lagi jadi solusi, tapi berubah jadi sumber kepanikan baru.

Namun banyak tempat perlindungan sudah penuh sesak, tangga apartemen jadi kamar darurat, stasiun bawah tanah jadi tempat mengungsi, bahkan ruang fitness yang memiliki akses ke bawah tanah tetap buka karena disebut sebagai tempat paling aman di tengah malam.

Di beberapa lokasi, warga yang hendak keluar dari shelter justru dihalangi oleh pasukan keamanan.

Kekacauan makin parah, ketakutan berubah jadi kekalutan. Beberapa bahkan berebut ruang di bunker sambil membawa anak-anak mereka yang ketakutan.

itu, pemerintah memberlakukan sensor ketat atas dokumentasi kejadian.

Warga yang mengunggah rekaman serangan rudal langsung ditangkap dan media asing dilarang menyiarkan langsung gambaran kehancuran.

jika melihat langsung update di media sosial Snapchat, media populer di Timur Tengah, tidak ada aktivitas terbaru dari kawasan Israel, Tel Aviv dan sekitarnya.

Lebih parah lagi, warga tidak lagi percaya pada keamanan negaranya sendiri

“Saya naik atap untuk melihat rudal. Saya lihat kilat dan ledakan. Tapi tidak ada berita apapun. Mungkin mereka tidak mau kita tahu betapa dekatnya kehancuran itu.” ungkap warga korban perang Israel-Iran dikutip Aljazeera.

Di balik suara ledakan dan puing bangunan yang berserakan, ada suara yang jauh lebih sunyi tapi lebih menakutkan. Jeritan batin rakyat Israel.

Di tempat lain, seorang pria lanjut usia ditemukan tewas tertimpa dinding yang ambruk.

Korban luka terus bertambah, warga bahkan menyaksikan kobaran api dan pecahan kaca besar berserakan di jalan hanya beberapa meter dari tempat tidur mereka.

Ketika rudal-rudal menghantam bunker dan tempat perlindungan bukan lagi jadi solusi, tapi berubah jadi sumber kepanikan baru.

Sirene peringatan menggelegar jutaan warga berhamburan ke ruang bawah tanah.

Namun banyak tempat perlindungan sudah penuh sesak, tangga apartemen jadi kamar darurat, stasiun bawah tanah jadi tempat mengungsi, bahkan ruang fitness yang memiliki akses ke bawah tanah tetap buka karena disebut sebagai tempat paling aman di tengah malam.

Di beberapa lokasi, warga yang hendak keluar dari shelter justru dihalangi oleh pasukan keamanan.

Kekacauan makin parah, ketakutan berubah jadi kekalutan. Beberapa bahkan berebut ruang di bunker sambil membawa anak-anak mereka yang ketakutan.

Sementara itu, pemerintah memberlakukan sensor ketat atas dokumentasi kejadian.

Warga yang mengunggah rekaman serangan rudal langsung ditangkap dan media asing dilarang menyiarkan langsung gambaran kehancuran.

Bahkan jika melihat langsung update di media sosial Snapchat, media populer di Timur Tengah, tidak ada aktivitas terbaru dari kawasan Israel, Tel Aviv dan sekitarnya.

Lebih parah lagi, warga tidak lagi percaya pada keamanan negaranya sendiri

“Saya naik atap untuk melihat rudal. Saya lihat kilat dan ledakan. Tapi tidak ada berita apapun. Mungkin mereka tidak mau kita tahu betapa dekatnya kehancuran itu.” ungkap warga korban perang Israel-Iran dikutip Aljazeera.

Di balik suara ledakan dan puing bangunan yang berserakan, ada suara yang jauh lebih sunyi tapi lebih menakutkan. Jeritan batin rakyat Israel.

Iron Dome, David Sling, Arrow Defense System semua itu tidak mampu menghentikan rudal-rudal balistik Iran yang meluncur cepat dan menghantam Herzliya,

IRGC menyebut markas itu sebagai tempat merancang operasi pembunuhan dan kejahatan intelijen global.

Dan sekarang tempat itu terbakar, hancur dan menjadi simbol kehancuran reputasi militer Israel.

Tidaknya bersifat simbolis, serangan ke Mossad dan Aman juga bisa mengganggu operasi global intelijen Israel, termaksud misi-misi rahasia di luar negeri.

Lebih dari itu, serangan ini menghancurkan kepercayaan rakyat Israel bahwa militer mereka bisa melindungi apapun.

Ultimatum Iran ‘Konflik Bisa Selesai Jika Netanyahu Mati’

Di tengah kehancuran Tel Aviv, api yang menyala dan trauma massal yang belum mereda. Datang satu pernyataan yang bikin dunia tercengang.

Duta Besar Iran untuk Indonesia, Mohammad Boroujerdi bicara tegas di hadapan wartawan.

Ia menyampaikan balasan atas ucapan Benjamin Netanyahu yang sebelumnya mengatakan konflik hanya akan berakhir jika pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei terbunuh.

Respon baru Boroujerdi mengungkapkan mungkin sebaliknya konflik ini akan berakhir jika Benjamin Netanyahu terbunuh.

“Konflik ini akan berakhir jika Benjamin Netanyahu terbunuh. Tentu Ayatollah Khamenei bukan pihak yang memulai perang. Jika ingin menghentikan perang, harus kita menindak pihak yang memulai perang. ” ujar Boroujerdi.

Dubes Boroujerdi menyatakan Iran tidak pernah memulai konflik ini. Justru Netanyahulah yang menyerang Iran terlebih dahulu dengan menghancurkan kompleks perumahan, fasilitas nuklir, kampus, bahkan pusat transportasi publik.

Iran awalnya berada dalam jalur diplomasi. Negosiasi nuklir masih berjalan, dialog masih terbuka.

Tapi kini semua proses itu dinyatakan selesai. Kini sebuah negara terang-terangan menyebut bahwa perdamaian hanya bisa terjadi kalau pemimpin negara lawan mati.

Serangan demi serangan, rudal demi rudal, kini bukan lagi Israel yang menonton kehancuran di Gaza dari layar TV, tapi mereka sendiri yang jadi berita utama.

Dunia menyaksikan dengan mata terbuka, negara yang katanya sistem pertahanan paling canggih pun tak mampu menahan amukan balasan.

Warganya bersembunyi, pemerintahnya membungkam media dan markas intelijennya Mossad yang ditakuti itu terbakar di tengah malam.

Ini bukan soal jumlah rudal, ini soal rasa takut yang tidak bisa dibendung, tentang kepercayaan publik yang perlahan runtuh.

Tentang sebuah bangsa yang selama puluhan tahun merasa paling aman kini benar-benar diserang di rumahnya sendiri.

Ketika seorang duta besar berkata konflik akan berakhir jika Netanyahu terbunuh, maka ini bukan lagi perang biasa.

Ini perang pesan, perang pembalasan, perang kehormatan. Israel sekarang dihadapkan pada sesuatu yang baru.(Sumber)