Pemerintah resmi membuka keran impor sapi hidup tanpa batas kuota pada tahun ini. Namun, kebijakan perlu dibarengi dengan penguatan sektor peternakan dalam negeri guna mencukupi kebutuhan daging sapi di Indonesia.
Anggota Komisi VI DPR Firnando H Ganinduto berpendapat, pembukaan keran impor dapat menjadi solusi jangka pendek untuk mencukupi kebutuhan mendesak pemerintah.
Namun, pemerintah perlu memikirkan efek jangka panjang, bila impor sapi tanpa batasan kuota ini dilakukan dalam jangka panjang. Sebab, dapat melemahkan sektor peternakan dalam negeri, jika hal itu tidak dilakukan dengan kebijakan perlindungan dan penguatan produksi lokal.
“Kami mendukung upaya pemerintah dalam menjamin ketersediaan daging dan susu nasional. Namun, jangan sampai ketergantungan pada impor justru mematikan usaha peternak rakyat yang selama ini sudah berjuang dengan segala keterbatasan,” ujar Firnando dalam keterangannya, Senin (23/6/2025).
Ia menambahkan, pemerintah semestinya memperkuat sistem peternakan nasional berkelanjutan, alih-alih mengandalkan impor. Misalnya, dengan pengembangan bibit sapi lokal unggul, penyediaan lahan dan pakan yang memadai melalui sinergi pusat-daerah.
Kemudian, mendorong riset dan investasi dalam peternakan rakyat agar tercipta ekosistem peternakan yang berkelanjutan dan berpihak pada peternak kecil.
“Pastikan peternakan nasional terpenuhi dahulu, baru kita bicara impor,” tukasnya.
Selain itu, pemerintah juga dapat menunjukkan keberpihakannya, misalnya dengan melibatkan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), di dalam rencana impor sapi tersebut.
“Kementerian teknis dapat memberikan kuota tersendiri bagi sektor koperasi dan UMKM sehingga sektor usaha ini juga dapat berkembang sebagai pelaku usaha yang mandiri dan mapan. Keberpihakan semacam ini sangat penting diberikan oleh negara,” kata Firnando.
Di sisi lain, ia meminta agar pemerintah benar-benar transparan dalam mengeksekusi kebijakan ini. Menurutnya, pembukaan keran impor kerap berkonotasi negatif, seperti terjadinya praktik kongkalikong, kolusi hingga korupsi.
Pasalnya, kebijakan ini berpotensi memperburuk neraca perdagangan sektor pangan jika tidak dibarengi dengan upaya serius meningkatkan produksi dalam negeri.
“Kebijakan impor sapi seharusnya menjadi solusi darurat yang diikuti dengan roadmap yang jelas menuju ketahanan dan kemandirian peternakan nasional serta tata kelola impor yang akuntabel,” imbuhnya.
Sebelumnya, pemerintah resmi membuka keran impor sapi hidup tanpa batas kuota mulai 2025.
Kebijakan ini berlaku untuk sapi perah maupun sapi potong.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengatakan, impor sapi hidup kini bebas dilakukan oleh importir dari negara mitra.
Kebijakan ini bertujuan memenuhi kebutuhan daging dan susu nasional.
“Sekarang kita buka lebar, impor sapi yang hidup baik yang potong maupun untuk susu sekarang kan bebas, kita bebaskan, gak ada kuota-kuota lagi, gak ada,” ujar Zulkifli saat ditemui wartawan usai acara Hari Susu Nusantara 2025 di Jakarta, Minggu (15/6/2025).
Kementerian Pertanian mencatat target impor sapi hidup 2025 sebanyak 400.000 ekor.
Komposisinya terbagi rata, 200.000 sapi perah dan 200.000 sapi potong.(Sumber)