Komposisi AKD DPR Dari Golkar Tak Cerminkan Rekonsiliasi Airlangga-Bamsoet

Pembagian tugas alat kelengkapan dewan (AKD) dari Fraksi Partai Golkar (FPG) sudah terbentuk. Begitu pun struktur Fraksi Partai Golkar (FPG) yang di pimpin Kahar Muzakir sebagai ketua, Adies Kadir sebagai sekretaris dan Muhidin M. Said sebagai bendahara.

Dalam komposisi AKD DPR, Fraksi Golkar mendapat jatah 13 kursi pimpinan, terdiri tiga ketua komisi dan 10 wakil ketua komisi serta badan.

Berikut komposisi AKD yang di dapatkan Fraksi Golkar di posisi Ketua, yaitu Meutya Hafid (Komisi I), Ahmad Doli Kurnia (Komisi II) dan Dito Ganinduto (Komisi XI).

Adapun di posisi wakil ketua adalah Adies Kadir (Komisi III), Dedi Mulyadi (Komisi IV), Ridwan Bae (Komisi V), Gde Sumarjaya Linggih (Komisi VI), dan Alex Noerdin (Komisi VII).

Kemudian Ace Hasan Syadzily (Komisi VIII), Melkiades Laka Lena (Komisi IX), Hetifah Syaifudian (Komisi X), Muhidin Mohamad Said (Badan Anggaran), dan Andi Rio Idris Padjalangi (Mahkamah Kehormatan Dewan).

Apabila di lihat dari komposisi AKD, maka dapat kita lihat tak ada satu pun gerbong Bambang Soesatyo (Bamsoet) yang diakomodir dalam Pimpinan AKD. Itu menunjukan belum terciptanya rekonsiliasi antara dua Caketum tersebut.

“Hal ini menyebabkan Bamsoet merasa tidak nyaman, karena akan dianggap hanya mementingkan diri sendiri saja setelah mendapat jabatan Ketua MPR RI bila beliau tidak jadi mencalonkan diri pada bursa Caketum Golkar di bulan Desember mendatang dan mengorbankan pasukan di bawah,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Kebijakan Publik, Firman Mulyadi.

Menurut Firman, jika semangatnya adalah rekonsiliasi maka Bamsoet harus diajak diskusi dalam penyusunan komposisi FPG dan penugasan anggotanya di beberapa AKD yang ada di DPR.

“Ini penting untuk membuat Golkar stabil karena sampai saat ini kita melihat memang ada 2 faksi besar saja di Golkar yaitu faksi Pak AH dan faksi Pak Bamsoet.” lanjut Firman.

Mengenai puja-puji yang di sampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada moment HUT Golkar ke-55 lalu kepada Airlangga Hartarto, Firman menilai itu pujian biasa.

“Itu adalah Adab Luhung seorang Presiden yang diundang pada syukuran ulang tahun lalu memuji anak buahnya di hadapan keluarga besarnya. Khan itu biasa apalagi dalam adat Jawa,” pungkasnya