Kasus Suap Proyek PUPR, KPK Periksa Cak Imin

Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar (Cak Imin) memenuhi panggilan KPK. Cak Imin diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Hong Arta John Alfred dalam kasus suap proyek PUPR.

“Muhaimin Iskandar (anggota DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa) saksi HA (Hong Arta) TPK menerima hadiah terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat TA 2016,” kata Plt Jubir KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (29/1/2020).

Cak Imin tiba di KPK sekitar pukul 10.20 WIB. Ketua Umum PKB itu terlihat memakai pakaian hitam.

Cak Imin terlihat didampingi mantan Menaker Hanif Dhakiri hingga mantan Mendes PDTT Eko Putro Sanjojo. Namun keduanya hanya mengantar hingga lobi KPK. Belum ada keterangan apa pun dari Cak Imin.

Pemanggilan Cak Imin dibutuhkan sebagai saksi terkait kasus dugaan suap proyek Kementerian PUPR. Cak Imin juga pernah dipanggil KPK pada Selasa (9/11), namun saat itu tidak memenuhi panggilan penyidik.

Kala itu Cak Imin bersurat ke KPK belum bisa memenuhi panggilan. Sebab, dia tengah dalam kegiatan dinas ke luar negeri hingga Desember 2019.

“Surat yang terakhir disampaikan itu yang bersangkutan mengirimkan daftar kegiatan sebagai pimpinan DPR dan daftar kegiatan itu full sampai tanggal 23 Desember (2019),” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (26/11/2019).

Kasus dugaan suap proyek Kementerian PUPR ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Januari 2016. KPK saat itu menangkap Damayanti Wisnu Putranti, yang masih menjadi anggota DPR dari Fraksi PDIP.

Damayanti diduga menerima suap terkait pengerjaan proyek jalan yang ditangani Kementerian PUPR. KPK terus mengembangkan kasus ini. Total sudah ada 12 orang yang terlibat, termasuk yang teranyar pengusaha Hong Arta John Alfred.

Hong Arta adalah Direktur dan Komisaris PT SR (PT Sharleen Raya JECO Group). Dia diduga memberi suap kepada eks Kepala Balai Pelaksana Jalan dan Jembatan Nasional (BPJJN) Wilayah IX Amran Mustary dan Damayanti.

KPK menduga Hong Arta memberi suap Rp 8 miliar dan Rp 2,6 miliar kepada Amran. Dia juga diduga memberi suap serta Rp 1 miliar kepada Damayanti. Suap kepada Amran dan Damayanti itu diduga diberikan secara bertahap pada 2015.