News  

Mengenang Gus Sholah, Dari ITB Ke Tebuireng

Indonesia kehilangan salah satu ulama kondang. KH Salahuddin Wahid alias Gus Sholah, tutup usia di umur 77 tahun, Minggu (2/2). Gus Sholah sebelumnya sempat dirawat dua pekan akibat gangguan ritme jantung.

Gus Sholah lahir di Jombang, 11 September 1942 lalu dari pasangan pahlawan nasional KH Wahid Hasyim dan Sholehah. Kakaknya, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, adalah tokoh NU dan Presiden ke-4 RI.

Sejak kecil, Gus Sholah sudah terbiasa dengan lingkungan yang heterogen. Setelah lulus dari SMA Budi Utomo, pada tahun 1962 Gus Sholah melanjutkan pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan Arsitektur.

Namun demikian, Gus Sholah sebenarnya memiliki minat di bidang ekonomi dan hukum. Untuk melampiaskan minatnya, ia pun mulai aktif di berbagai kegiatan dan organisasi.

Di tengah masa kuliahnya, Gus Sholah lalu menikah dengan putri mantan Menteri Agama Syaifudin Zuhri, Farida. Dari pernikahan tersebut, Gus Sholah dikaruniai tiga orang anak, Irfan Asy’ar Sudirman (Ipang Wahid), Iqbal Billy, dan Arina Saraswati.

Karier Gus Sholah sebenarnya sudah dimulai sejak duduk di bangku kuliah. Saat itu, ia sudah mendirikan perusahaan kontraktor bersama dua orang kawannya, dan kakak iparnya, Hamid Baidawi. Namun, perusahaan itu hanya bertahan tujuh tahun.

Tahun 1998, Gus Sholah mulai aktif menulis dan mengirimkan buah pikirannya ke berbagai media cetak, mulai dari Republika, Kompas, hingga Suara Karya. Tulisannya banyak menyoroti berbagai masalah yag dihadapi umat dan bangsa kala itu.

Berbagai tulisan Gus Sholah bahkan pernah dibukukan. Misalnya, Negeri di Balik Kabut Sejarah (2001), Mendengar Suara Rakyat (2001), Menggagas Peran Politik NU (2002), Basmi Korupsi, Jihad Akbar Bangsa Indonesia (2003), hingga Ikut Membangun Demokrasi, Pengalaman 55 Hari Menjadi Calon Wakil Presiden (2004).

Tak hanya di bidang konstruksi dan menulis, Gus Sholah juga menorehkan karier di dunia politik. Memasuki Era Reformasi, ia ditawari menjadi Sekjen PPP dengan calon Ketua Umum Amien Rais. Namun rencana itu gagal setelah Amien Rais mendirikan partai sendiri, PAN.

Gus Sholah lalu bergabung dengan Partai Kebangkitan Umat (PKU) besutan Kiai Yusuf Hasyim dan menjadi Ketua DPP. Baru satu tahun, Gus Sholah mundur karena menjadi salah satu ketua PBNU periode 1999-2004.

Di akhir 2001, Gus Sholah juga lolos sebagai Wakil Ketua II Komnas HAM. Selama di sana, ia sempat memimpin Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk mengusut kasus Kerusuhan Mei 1998. Ia juga sempat menjadi Ketua Tim Penyelidik Adhoc Pelanggaran HAM Berat kasus Mei 1998, Ketua Tim Penyelidikan Kasus Pulau Buru, dan kasus-kasus besar lainnya.

Dengan kiprahnya yang komplit, Gus Sholah lalu dipinang Partai Golkar maju di Pilpres 2004 menjadi cawapres mendampingi Wiranto. Gus Sholah pun memutuskan mundur dari Komnas HAM dan PBNU karena ingin fokus menjadi cawapres.

Namun, di putaran pertama, pasangan Wiranto-Gus Sholah harus terdepak. Keduanya menempati posisi ketiga dari lima pasang calon dengan jumlah pemilih 22,15 persen.

Pada tahun 2006, Gus Sholah mulai menjadi pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Begitu menjabat, ia langsung merombak sistem di Tebuireng dengan menggelar rapat berkala bersama unit-unit di bawahnya.

Gus Sholah, dikenal kerap meminta masukan dan kritik untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja pondok pesantren tersebut.

Hasilnya, di awal tahun 2007, Tebuireng mulai menerapkan sistem full day school. Bahkan, para pembina dibekali dengan latihan khusus, mulai dari soal kedisiplinan hingga psikologi.

Sebagai tokoh agama, Gus Sholah juga tidak terima dengan anggapan jika banyak ustaz yang mengajarkan soal radikalisme. Namun, ia mengakui memang tidak mudah bagi para ulama untuk menyadarkan anak-anak muda yang terlanjur mendapat pemahaman yang salah soal jihad.

Namun, perjuangan Gus Sholah bagi bangsa Indonesia harus terhenti. Dua pekan lalu, Gus Sholah harus dirawat akibat gangguan ritme jantung.

Kondisi Gus Sholah sempat membaik usai menjalani operasi pemasangan kateter di katup jantung. Tapi, dua pekan kemudian, Jumat (31/1) kondisi Gus Sholah menurun hingga wafat pada Minggu (2/2).

Gus Sholah bukan hanya tokoh besar bagi umat Islam. Ia adalah kader Nahdlatul Ulama yang serba komplit. Selamat jalan, Gus Sholah. [kumparan]