News  

Langkah Erick Thohir Tunjuk Banyak Jenderal TNI/Polri Aktif Jadi Komisaris BUMN Dipertanyakan

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) banyak merombak barisan struktur level atasnya. Bahkan, yang cukup mengagetkan adalah langkah menteri Erick Thohir yang menempatkan sejumlah nama petinggi TNI dan Polri untuk duduk di jajaran komisaris.

Menanggapi hal itu, Direktur Kontras dan Imparsial Usman Hamid mengatakan, pengangangkatan perwira aktif masuk dalam jajaran BUMN itu boleh-boleh saja, asal ada UU yang membolehkannya.

Namun, saat ini masih ada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri yang tidak membolehkannya.

Pasal 47 ayat (1) UU TNI mengamanatkan Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.

Begitu pun Pasal 28 ayat (3) UU Polri. Pasal 28 ayat (3) ini mengamanatkan bahwa Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. “Ada undang-undang yang mengatur hal itu,” ujarnya.

Diketahaui Baru-baru ini juga Erick mengangkat Komisaris Jenderal Polisi Bambang Sunarwibowo sebagai Komisaris PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. Dia ditunjuk untuk menggantikan posisi Zaelani sebagai salah satu anggota dewan komisaris.

Diketahui, Bambang saat ini tercatat aktif sebagai Sekretaris Utama Badan Intelijen Negara (BIN). Selain itu, di lain kesempatan, Erick menunjuk dua jenderal aktif TNI dan Polri untuk menempati posisi komisaris di Bukit Asam.

Mereka adalah Marsekal Madya Andi Pahril Pawi, serta Irjen Carlo Brix Tewu, yang saat ini juga menjabat sebagai Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan Kementerian BUMN.

Anggota militer maupun penegak hukum lain yang menjabat posisi di BUMN misalnya Komisaris Utama Pelindo I Achmad Djamaluddin. Selain di perseroan, perwira tinggi TNI ini juga menjabat Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional.

Di perusahaan yang sama pun ada Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Inspektur Jenderal Arman Depari yang menempati posisi komisaris.

Langkah Erick pun menuai kritik dan sorotan dari kalangan Koalisi Masyarakat Sipil. Pasalnya, penempatan sejumlah perwira aktif TNI-Polri dalam jajaran BUMN menggambarkan keengganan (unwillingness) Pemerintah dalam pelaksanaan reformasi TNI dan Polri (Tap MPR No. VI dan VII Tahun 2000).

Namun, menteri Erick juga menegaskan, seleksi pimpinan perusahaan negara dilakukan sesuai prosedur dan tanpa tekanan dari pihak lain.

Pemilihan pimpinan perusahaan negara, baik posisi direksi maupun komisaris BUMN, dilakukan dengan proses yang mengedepankan kompetensi dan berpedoman pada aturan yang berlaku.

“Saya tidak takut diancam-ancam karena loyalitas saya jelas, ke Presiden,” ujar Erick seperti dikutip dari Antara, Jumat (19/6).

Sebelum ditunjuk menjadi komisaris maupun direksi, Erick juga mengklaim, pihaknya selalu membuat seleksi ketat dalam proses penilaian atau assesment yang mencakup sejumlah kriteria yang harus dipenuhi.

“Ada proses assessment yang perlu diikuti. Direksi dan komisaris harus berakhlak. Kita masukan juga mengerti digital leadership, global business safety, customer focus, building strategic partnership,” kata dia. {jawapos}