News  

Kontras: 30 Perwira Polisi Rangkap Jabatan Komisaris BUMN dan Kementerian

Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), mencatat selama setahun terakhir, ada sekitar 30 polisi yang menjabat di luar korps.

Mereka tersebar sebanyak 18 orang di kementerian, tujuh orang di lembaga non kementerian, empat orang di badan usaha milik negara, dua orang menjabat duta besar, dan dua orang di asosiasi independen.

Koordinator KontraS Fatia Maulida mengatakan, dari angka tersebut, sebagian besar atau 21 orang masih berstatus aktif. Sisanya sudah menjadi purnawirawan. “Ada polisi ditemukan menduduki lebih dari satu posisi di berbeda lembaga,” ujar Fatia, kemarin.

Berdasarkan catatan KontraS, polisi yang dimaksud adalah Inspektur Jenderal Carlo Brix Tewu. Saat ini, Carlo yang berstatus polisi aktif turut menjabat sebagai Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan Kementerian BUMN.

Dia juga menduduki kursi Sekretaris Kelompok Kerja IV Kementerian Bidang Perekonomian dan Komisaris PT Bukit Asam (Persero) Tbk.

Peran Carlo di pemerintahan terlacak sejak 2016. Pada tahun tersebut, Carlo menjadi Staf Ahli Bidang Ideologi dan Konstitusi Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Kemanan hingga 2017. Dalam periode yang sama, Carlo juga sempat menjadi Pelaksana Tugas Gubernur Sulawesi Barat.

Posisi strategis lainnya turut dipegang Inspektur Jenderal Arman Depari. Perwira tinggi yang menangani pemberantasan narkoba di Korps Bhayangkara sejak sebelas tahun lalu, kini masih menjabat sebagai Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional.

Arman pun baru mendapatkan jabatan baru, yakni komisaris di PT Pelindo I, perusahaan pelat merah yang mengelola pelabuhan. Sama halnya dengan Carlo, Arman juga masih berstatus aktif di Kepolisian.

Panjangnya daftar perwira tinggi kepolisian di jabatan sipil dianggap Fatia meresahkan. Sebab, ketergantungan negara terhadap polisi dapat berdampak pada pelemahan supremasi masyarakat sipil.

“Penempatan polisi yang begitu banyak di jabatan sipil dapat berpotensi pada penggunaan kekuatan kekuasaan secara berlebihan,” tutur dia.

Peneliti Murdoch University yang turut berfokus pada kebijakan sektor kepolisian Indonesia, Jacqui Baker, menganggap penugasan perwira ke jabatan sipil adalah upaya polisi mempertahankan pengaruhnya dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Pola ini, kata dia, hampir senada dengan upaya TNI mendominasi negara saat rezim Presiden Soeharto.

Dia menganggap aksi polisi belum terbendung meski pemerintah terus menggaungkan reformasi sistem kepolisian. Sebab, hingga saat ini, regulasi yang ada mendukung perluasan kekuasaan Korps Bhayangkara.

Salah satunya, kata Jacqui, tergambar dalam penerbitan Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2014 yang mengatur penugasan polisi di luar struktur organisasinya. {tempo}