News  

Refly Harun: RUU HIP Jadikan Pancasila Alat Penggebuk Bagi Yang Berbeda

Penolakan terhadap RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) terus disuarakan berbagai pihak sebab DPR belum mencabutnya dari prolegnas dan sikap pemerintah yang hanya menunda pembahasan.
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, merupakan salah satu pihak yang menolak RUU tersebut. Refly menilai isi RUU HIP merupakan debat klasik yang sudah selesai pada 18 Agustus 1945.
Saat itu, kata Refly, kelompok nasionalis dan agama sudah menyepakati rumusan Pancasila yang disahkan pada 18 Agustus 1945. Bukan konsep Pancasila yang disampaikan Bung Karno dalam pidatonya pada 1 Juni 1945 yang menjadi materi RUU HIP.
Diketahui dalam pidatonya, Bung Karno menawarkan konsep Trisila hingga Ekasila yakni gotong royong.
Sehingga dengan kesepakatan pada 18 Agustus 1945, kata Refly, tak perlu lagi menafsirkan Pancasila dalam RUU HIP.
“Ini debat klasik yang seharusnya selesai. Kelompok nasionalis dan agama sudah capai win-win solution yakni Pancasila tanggal 18 Agustus 1945,” ujar Refly dalam webinar terkait RUU HIP pada Sabtu (4/7).
Menurut Refly, jika pembahasan RUU HIP diteruskan dan bahkan menjadi UU, Pancasila bisa menjadi alat penggebuk bagi penguasa seperti era Orde Lama dan Orde Baru.
Terlebih dalam RUU HIP, terdapat rumusan yang menyatakan Presiden sebagai pemegang kekuasaan haluan ideologi Pancasila. Aturan tersebut ada dalam Pasal 43 ayat (1) RUU HIP.
“Kalau itu terjadi (RUU HIP disahkan) Pancasila bisa dibajak oleh negara. Kalau dibajak dia jadi alat penggebuk, alat pembeda seperti terjadi saat orde lama. Jaman orde lama kita tidak bisa lupakan ada ajaran Nasakom, intrpretasi Pancasila itu Nasakom.”
“Lalu muncul orde baru dihilangkan komunisnya, tapi orde baru jadikan Pancasila alat pemukul. Orde lama dan orde baru tidak jadikan Pancasila alat pemersatu dan alat perekat, tapi jadi alat penggebuk pembungkam bagi yang berbeda,” jelasnya.
Untuk itu, Refly meminta pemerintah tak mengatur Pancasila dalam UU khusus dan membiarkan Pancasila hidup di tengah masyarakat.
Ia khawatir jika RUU HIP tetap dilanjutkan nilai religius bangsa yang tercantum pada sila pertama Pancasila menjdi hilang. Jika pemerintah tetap ngotot meneruskan, Refly mengusulkan agar isi RUU hanya mengatur kelembagaan BPIP.
“Toleransi yang mungkin adalah UU ini hanya atur kelembagaan BPIP tapi tidak menafsirkan nilai-nilai Pancasila menjadi trisila dan ekasila. Karena kalau ada tafsir baru tentang Pancasila khawatir lama-lama nilai sila pertama yang merupakan inti Pancasila hilang di bumi Indonesia,” tutupnya. {kumparan}