News  

LSI Denny JA: Ekonomi 74,8 Persen Masyarakat Memburuk Karena COVID-19

Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Ardian Sopa, mengatakan kecemasan publik terhadap kondisi ekonomi berada di zona merah.

Menurut dia, sebesar 74,8 persen menyatakan bahwa kondisi ekonomi mereka saat pandemi COVID-19 lebih buruk dan jauh lebih buruk dibandingkan sebelum pandemi.

“Hanya 22,4 persen yang menyatakan bahwa kondisi ekonomi mereka tidak berubah dibandingkan masa sebelum COVID-19, dan hanya di bawah 5 persen yaitu 2,2 persen yang menyatakan kondisi ekonomi mereka lebih baik,” kata Ardian pada Selasa, 7 Juli 2020.

Pada segmen ekonomi, Ardian mengatakan semakin rendah tingkat ekonominya, maka semakin tinggi persepsi bahwa kondisi ekonomi mereka memburuk. Pada segmen ekonomi bawah (wong cilik), mereka yang menyatakan ekonomi mereka memburuk, sebanyak 81,3 persen.

“Sementara mereka yang merasa ekonomi mereka tak berubah sebesar 15,8 persen. Pada segmen ekonomi atas, mereka yang berpendapatan di atas 4,5 juta/sebulan itu sebanyak 59,9 persen menyatakan bahwa kondisi ekonomi mereka memburuk.”

“Namun, terdapat 37,3 persen responden menyatakan bahwa kondisi ekonomi mereka tidak berubah,” kata dia.

Oleh karena itu, Ardian mengatakan hal ini harus direspons dengan kebijakan publik yang tepat. Dengan mayoritas ekonomi memburuk, maka mampu menghasilkan implikasi politik yang serius. Sebaiknya, pemerintah hindari membuat kebijakan yang makin memperburuk kondisi ekonomi warga.

“Kondisi masyarakat saat ini, ibarat rumput kering yang mudah terbakar. Persepsi publik berpotensi mengubah krisis kesehatan menjadi krisis sosial dan politik. Pemerintah dibantu sektor swasta sebaiknya fokus untuk mengerahkan segala upaya menghidupkan kembali sentra-sentra ekonomi,” katanya.

Maka dari itu, Ardian mengatakan LSI Denny JA membuat beberapa rekomendasi penting di antaranya hati-hati krisis sosial. Menurutnya, persepsi terhadap ekonomi yang berada di zona merah, maka saat ini publik seperti rumput kering yang mudah dibakar.

Kemudian, publik tetap dibebaskan mencari nafkah asal tetap menjaga protokol kesehatan yang ketat. Karena ekonomi tetap harus berjalan, agar tak makin memburuk. “Influencer elite bekerja secara masif,” katanya.

Selanjutnya, aneka bantuan sosial yang sudah diprogramkan secepatnya disalurkan dan harus tepat sasaran. Berikutnya, pemerintah harus lebih hati-hati dan menahan diri untuk mengeluarkan kebijakan yang tidak populer terutama kebijakan yang makin membebani ekonomi rakyat.

“Para elite yang berhadapan secara politik menunda dulu provokasi yang dapat membelah publik dan membuat mereka makin membara,” katanya.

Survei ini dilakukan secara tatap muka pada tanggal 8-15 Juni 2020, menggunakan 8.000 responden di 8 provinsi besar di Indonesia. Kedelapan provinsi tersebut yaitu Provinsi Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Provinsi Bali.

Margin of error (Moe) survei ini adalah sebesar +/- 2,05 persen. Selain survei, LSI Denny JA juga menggunakan riset kualitatif (analisis media dan indepth interview), untuk memperkuat temuan dan analisa. {viva}