Kurikulum Di Tengah Pandemi, Hetifah: Anak Mudah Bosan dan Rentan Stres

Menghadapi COVID-19, seluruh pihak dituntut untuk berinovasi, merubah cara hidup dan lebih adaptif dengan keadaan. Hal ini ditekankan Hetifah Sjaifudian dalam diskusi daring yang diselenggarakan komunitas Golkar Milenial (GoMile) Chitchat Jumat (24/07/2020), malam.

Sikap adaptif dan inovasi harus dikembangkan termasuk dalam sektor pendidikan yang ikut terdampak pandemi COVID-19.

Termasuk guru-guru dalam kondisi sekarang, mereka diwajibkan terbiasa melakukan pembelajaran jarak jauh dengan instrumen utama internet dan platform pendidikan yang ada.

“Di minggu-minggu pertama kita terdampak COVID-19, guru-guru memang belum membiasakan atau mengukur kemampuan murid soal belajar di rumah.”

“Tugas menumpuk, metode pembelajaran juga acak. Tetapi sekarang semakin biasa. Orang tua juga mengalami masalah ini, karena butuh adaptasi,” sebut Hetifah, menjelaskan temuannya.

“67% guru mengalami kendala saat PJJ. Guru di daerah 3T tidak menggunakan platform pelajaran daring. Jadi hanya 19% saja guru-guru yang menggunakan platform pendidikan,” sambung politisi perempuan asal Kalimantan Timur ini.

Keharusan melakukan adaptasi ini menurut Hetifah tidak akan menjadi jurang yang semakin dalam, apabila pemerintah sudah memiliki kunci tersendiri. Semacam sistem yang terpatri dan menopang pola belajar siswa dalam kondisi apapun. Apa yang dimaksud Hetifah adalah kurikulum pembelajaran.

“Kurikulum juga menjadi masalah. Kalau kurikulumnya masih seperti sekarang, anak-anak akan rentan stres, termasuk mahasiswa. Banyak kejadian, termasuk bunuh diri pelajar.”

“Kondisi psikologis juga penting, karena itu, anak-anak yang rentan bosan harus diawasi oleh orangtua,” Hetifah memaparkan kondisi masyarakat.

Tapi, selalu ada lilin di tengah kegelapan. Hetifah pun menceritakan, bahwa pandemi COVID-19 telah membuka peluang di tengah hambatan.

Menurutnya, banyak guru-guru di daerah yang tidak bisa melaksanakan pembelajaran jarak jauh, tetapi mereka tidak kehilangan akal dan patah semangat. Guru-guru ini menyambangi muridnya satu per satu, atau membuat kelas terbatas terhadap murid mereka.

“Ada juga contoh dari guru-guru, ketika di daerah mereka tidak bisa melakukan metode pembelajaran daring, para guru ini keliling menyambangi murid atau sebaliknya. Tentu dengan memperhatikan protokol kesehatan. Ini kita apresiasi,” tutur Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar ini.

Di wilayah perkotaan yang mudah menggunakan akses internet, guru-guru juga tidak ketinggalan untuk berinovasi dalam metode pengajaran. Mereka bagi Hetifah mampu melihat kesempatan bahwa media daring sangat bermanfaat dalam dunia pendidikan.

“Banyak guru-guru juga jadi semakin kreatif dalam menghadapi pandemi Covid-19, mereka jadi sering mengadakan seminar daring dan program literasi yang semakin intensif,” sebut Hetifah lagi.

Bagi Hetifah, kondisi yang serba terbatas dan membuat semua pihak seolah kehilangan arah jangan sampai membuat kita larut dengan hal ini. Selalu ada sisi positif dan hikmah yang dapat dipetik, utamanya ketika metode pembelajaran jarak jauh dilaksanakan.

“Kita ambil hikmahnya, kesadaran orangtua jadi tinggi ternyata mengajar itu susah. Interaksi antara guru dan orangtua juga semakin intens. Jadi pengawasan terhadap anak-anak juga semakin lekat. Ini sisi positifnya,” tutupnya.