News  

DPR Pertanyakan Keberadaan Program Indonesia Merdeka Sinyal 2020

LLDIKTI XV Memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke-75, dan guna mencari solusi atas kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) terutama di Daerah 3T, Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah XV Nusa Tenggara Timur menggelar acara webinar bertajuk PJJ di Wilayah 3T, Antara Harapan dan Kenyataan.

Sekretaris LLDiktir XV, Ade Erlangga Masdiana saat membuka sekaligus memoderatori acara menuturkan, webinar seri pertama yang digelar LLDikti XV ini dimaksudkan agar dapat memicu beragam pemikiran dari banyak kalangan sehingga dapat menghadirkan solusi untuk menyelesaikan persoalan PJJ yang saat ini kita hadapi.

“Ide webinar seri pertama yang digelar LLDikti XV ini meski berawal dari pembicaraan ringan, namun diharapkan dapat memberikan solusi tentang apa yang mesti dilakukan untuk menghadapi persoalan PJJ di tengah masyarakat, terutama di wilayah 3T,” tutur Ade Erlangga di Jakarta, Selasa (18/8/2020).

Acara webinar tersebut kata Erlangga, mendapat sambutan yang postitif dari berbagai pihak. Baik dari kalangan perguruan tinggi, akademisi, praktisi dan legislator DPR RI.

Tercatat, ada sekitar 486 peserta yang mengikuti webinar ini sejak pukul 14.00 WIB hingga 16.00 WIB.

Wakil Ketua MPR, Dr. H Jazilul Fawaid, Sq, M.A ketika mengawali perbincangan menuturkan, PJJ bukan sesuatu yang baru. Namun di masa pandemi ini PJJ seperti menjadi pekerjaan melelahkan namun semua orang jadi terdorong untuk menggelarnya.

Buktinya, kata politisi PKB ini, Kemendikbud sejak tahun 80-an telah membuka yang namanya Universitas Terbuka (UT).

“Tahun 2017 juga Kemendikbud telah membuka Indonesia Cyber Education (ICE), dan juga sistem pembelajaran daring atau SEPADA. Ini bukan barang baru, tapi sudah dirancang sejak lama,” kata Gus Jazil.

Hanya saja ia merasa heran, semestinya di era pandemi ini Kementrian Pendidikan lebih siap. Selain karena itu tugasnya, juga karena sudah dipersiapkan sejak lama.

“Berdasarkan data yang saya peroleh, dari 86 juta peserta didik yang menerima PJJ hanya sekitar 30 persen yang mendapat pelayanan pendidikan. Kemendikbud, mestinya mempercepat upaya mewujudkan tiga pilar pendidikan yang disebut peningkatan mutu dan daya saing, peningkatan akses dan pemeratan pendidikan,” tutur Jazilul.

Webinar ini menurut Jazilul harus menginisiasi dan menjadi momentum untuk membulatan tekad bersama menyelamatkan dunia pendidikan. Menurutnya, jangan sampai generasi sekarang memiliki otak yang stunting akibat pandemi.

“Era Pandemi ini harusnya jadi hikmah dunia pendidikan untuk melakukan lompatan dalam pendidikan daring. Harus disiapkan infrastruktur aksesnya dengan baik. Memberikan akses layanan pendidikan yang ada di Indonesia terutama yang ada di wilayah 3T,” ujarnya.

Senada dengan Wakil Ketua MPR, anggota DPR RI Komisi X, Andreas Hugo Pareira, M.A menyebut salah satu problem besar yang dihadapi dunia pendidikan di masa pandemi adalah kurang memadainya infrastruktur penghubung atau sinyal.
Menurutnya, ibarat mata air jika ingin lancar pendidikan di masa pandemi, maka harus disediakan pipa penghubungnya.

“Kita sedang menghadapi persoalan besar, harus kita akui itu. Kita gelagapan menghadapi pandemi, lalu pendidikan terpaksa harus dihentikan. Sekalinya dilanjutkan, kita mengalami problem ketiadaaan pipa penghubung,” tutur Andreas.

Melihat persoalan tersebut, Andreas lantas mempertanyakan keberadaan Program Indonesia Merdeka Sinyal di tahun 2020. Merdeka Belajar, kata dia, mestinya bisa sejalan seiring dengan Program Merdeka Sinyal ini.

“Saya ingin juga bertanya soal kabar Program Merdeka Sinyal. Merdeka Belajar yang dicanangkan akan compatibel dengan program Kemenkominfo. Ini harus sejalan seiring. Barulah bisa terjadi akselerasi pendidikan di daerah 3T,” pungkasnya.

Menjawab beragam pertanyaan tersebut, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Prof. Ir. Nizam, menuturkan jika sesuai SE Mendikbud Nomor 4 tahun 2020 telah melakukan mitigasi dan mobilisasi untuk memberikan dukungan pembelajaran daring.

Misalnya, kata Nizam, pihaknya telah mewhitelistkan sumber belajar daring di Perguruan Tinggi dan Kemendikbud. “Itu artinya, akses kepada konten-konten tersebut menjadi tidak berbayar alias gratis sejak akhir Maret,” ujarnya.

Selain itu, Kemendikbud juga telah melakukan kolaborasi menyiapkan konten pembelajaran, sehingga para dosen tidak harus membuat materi pembelajarannya sendiri dan bisa berbagi antar perguruan tinggi. Hasilnya, konten-konten tersebut telah banyak dimanfaatkan oleh perguruan tinggi. “Ada sekitar 300-an lebih perguruan tinggi yang saling berbagi konten ini,” tuturnya.

Untuk perguruan tinggi yang belum memiliki platform Learning Manajemen Sistem (LMS), Kemendikbud melalui platform SEPADA mempersilahkan untuk bisa menggunakan LMS berbasis Google suite dan sebagainya.

“Ada ribuan modul di laman SEPADA Indonesia yang sudah bisa digunakan secara bersama-sama untuk pembelajaran. Itu semuanya adalah open source, open content,” tuturnya.

Dirjen Dikti menurut Nizam sebelumnya juga telah mensurvei 237.193 mahasiswa dari Sabang sampai Merauke. Hasilnya, dalam satu bulan sejak SE Mendikbud Nomor 4 tahun 2020 lahir, hampir semua PT telah melakukan pembelajaran secara daring.

Terkait akses internet, Kemendikbud telah berupaya memperluas akses internet hingga ke wilayah yang belum tercover oleh internet misalnya melaluli BAKTI dari Kemenkominfo dan pengembangan mini BTS bersama ITB.

“Ada juga program bantuan pulsa untuk mahasiswa yang sangat dibutuhkan. Pelatihan dosen tentang pembelajaran daring yang sudah diikuti oleh 107.054 dosen dan penguatan platform daring SPADA baik server maupun bandwidth.

Pembicara lain yang turut hadir dan urun rembuk memberikan ide, pemikiran serta solusi untuk mengatasi persoalan PJJ adalah Rektor Universitas Indonesia (Prof Ari Kuncoro, S.E, M.A, Ph.D), Direktur Utama badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Anang Achmad Latif, S.T, M.Sc), Kepala Humas dan Protokoler Pemprov NTT (Dr Marius Ardu Jelamu), dan Direktur Eksekutif Center for Education Regulation and Development Analysis (Indra Charismiadji).