DKI Jakarta PSBB Total, Zita Anjani Minta Anies Perbolehkan Ojek Online Tetap Operasi

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani berharap ada dispensasi bagi sopir ojek online. Alasannya, selain untuk tetap menjaga roda perputaran ekonomi, Zita meyakini, operator dan supir ojek online menerapkan protokol kesehatan dengan ketat.

Menurut dia, ojek online menjadi transportasi alternatif bagi warga dibanding menggunakan transportasi lain seperti bus dan kereta listrik sebagai penunjang mobilitas.

“Saya berharap tetap boleh beroperasi karena ojol (ojek online) ini alternatif dibandingkan orang bertumpuk di bus atau kereta.”

“Juga penerapan protokol kesehatan di ojol sangat baik, seperti menggunakan masker, menjaga jarak dengan menggunakan pembatas plastik antara driver dan penumpang & menyediakan hand sanitizer.”

“Jadi mudah-mudah saya harap tetap dibolehkan, karena ini berhubungan dengan hajat ekonomi banyak rakyat kecil,” kata Zita, Kamis (10/9).

Jakarta akan kembali menerapkan PSBB seperti awal penularan Covid-19 terjadi di Jakarta pada April. Pada kondisi ini, seluruh aktivitas dan mobilitas warga di luar rumah dibatasi. Termasuk ojek online yang mengangkut penumpang.

Pada Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 Pasal 15, ojek online dilarang mengangkut penumpang selama masa PSBB berlangsung. Peraturan ini kemudian dijadikan landasan Anies agar Ojol di Jakarta tidak mengakut penumpang, dan hanya mengantar pesanan.

Namun, untuk PSBB saat ini, Anies belum menjelaskan detil mengenai segala teknis yang akan diterapkan. Rencananya, Anies dan sejumlah kepala daerah penyangga Jakarta akan melakukan pertemuan untuk menyelaraskan aturan PSBB yang berlaku di Jakarta.

Sementara itu, rekan Zita di DPRD dari Fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak menganggap kebijakan rem darurat oleh Pemprov DKI merupakan langkah tepat di tengah tren peningkatan kasus positif Covid-19.

Namun, dia mengingatkan kebijakan ini jangan mengorbankan masyarakat yang telah patuh menjalankan protokol kesehatan selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi. “PSBB ketat tepat, tapi jangan korbankan masyarakat yang patuh,” kata Gilbert.

Dia menyebut sejak awal skema PSBB transisi di DKI adalah kebijakan gagal. Sebab tidak ada ketegasan sanksi yang diberikan Pemprov kepada para pelanggar.

Kendati Gubernur DKI Anies Baswedan telah menerbitkan Peraturan Gubernur yang mengatur sanksi pelanggar PSBB transisi, hal itu dinilai Gilbert tidak maksimal.

Dampak dari ketidaktegasan Pemprov adalah mobilitas masyarakat tidak terkontrol dan menyebabkan penularan Covid-19 di ibu kota sangat cepat.

“Semakin hari kasus semakin naik dan tidak terkendali. Melihat data jangan hanya melihat Rt (<1 versus >1), tapi harus juga melihat nilai absolut (10 kasus baru versus 1000 kasus baru per hari).”

“Juga jangan hanya melihat positivity rate (<5 versus >5) karena ini juga sudah terlambat 4,5 hari,” jelas politikus yang pernah berkecimpung di WHO.

Dia berpandangan, merubah aktivitas masyarakat di masa PSBB transisi ke masa PSBB pun sulit. Sebab, masyarakat dianggap lelah terus menerus melakukan adaptasi setiap kali kebijakan dikeluarkan.

“PSBB ketat jangan sampai menjadi PSBB transisi nama baru. Pengorbanan masyarakat terlalu besar, khususnya yang patuh dengan protokol pencegahan.”

“Bila ketidaktegasan merupakan penyebab gagalnya PSBB transisi, maka hal tersebut jangan sampai terulang di PSBB Ketat. Masyarakat lebih susah disuruh patuh sekarang, mungkin kejenuhan ikut berpengaruh,” ujarnya.

Dia menekankan Pemprov serius dan tegas dalam melaksanakan kebijakan PSBB yang akan dimulai 14 September nanti.

Terpenting, kata dia, pengawasan ketat harus dilakukan di komunitas sosial, pemukiman padat penduduk, transportasi umum. Agar pengawasan berjalan maksimal, menurutnya perlu ada bantuan personel TNI Polri.

Gilbert juga mengingatkan Pemprov DKI agar tidak serba tanggung saat menjalankan kebijakan.”

“”Jam malam perlu diberlakukan. Kebijakan tanggung hanya akan menuai kegagalan. Jangan buat PSBB transisi hanya ganti nama jadi PSBB ketat, dan masyarakat yang patuh, kaum disabilitas dan anak-anak jadi korban,” tutup dia.

Pemprov DKI menarik rem darurat. Menyusul semakin meningkatnya kasus positif Covid-19 di ibu kota. Kini, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akan kembali diterapkan seperti di awal. Bukan PSBB transisi.

Demikian ditegaskan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam jumpa persnya yang disiarkan secara virtual di Balai Kota, Rabu (9/9).

“Kita terpaksa kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar seperti pada masa awal pandemi dulu. Bukan lagi masa transisi tapi PSBB awal dulu,” kata Anies.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut menyatakan keputusan tersebut berdasarkan hasil evaluasi oleh Gugus Tugas Penanganan Covid-19 .

Pelaksanaan rem darurat, kata Anies, guna menyelamatkan masyarakat Jakarta. Kebijakan PSBB mulai diberlakukan mulai 14 September 2020. {merdeka}