News  

Bongkar Skenario Moeldoko, Saiful Mujani: Tujuan Akhirnya Bunuh Demokrat di 2024

Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani turut prihatin dengan tindakan pengambilan kepengurusan Partai Demokrat yang dilakukan dengan Kongres Luar Biasa (KLB) hingga pengangkatan Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat.

Saiful Mujani menilai, kini ‘hidup dan mati’ partai Demokrat ada di tangan Yasonna Laoly selaku Menteri Hukum dan HAM.

“Setelah KSP Moeldoko ditetapkan jadi ketua partai Demokrat lewat KLB maka selanjutnya tergantung negara, lewat menkumham dari PDIP, Yasona, mengakui hasil KLB itu atau tidak,” tulisnya di akun Twitter, dikutip pada Sabtu (6/3/2021).

Dalam beberapa kasus pengambilalihan parpol sebelumnya, Yasonna memenangkan pihak yang menggelar KLB atau yang dituding ‘mengambilalih paksa’ sebuah parpol.

Terakhir terjadi pada kasus Partai Berkarya dimana Tommy Soeharto hampir saja disingkirkan setelah kubu KLB disahkan oleh Kemkumham.

Beruntung, saat menggugat ke pengadilan, partai Berkarya yang dirintis Tommy berhasil kembali.

Apabila nantinya Yasonna mengakui kepengurusan Demokrat versi Moeldoko, Saiful Mujani menyebut, bahwa itu pertanda Partai Demokrat akan benar-benar mati.

“Kalau mengakui, dan membatalkan kepengurusan PD Ahy, lonceng kematian PD makin kencang,” jelasnya.

Saiful Mujani menyebut, seandainya Yasonna mensahkan kepengurusan Demokrat versi Moeldoko dan kubu AHY mempermasalahkannya ke pengadilan, itu juga bukan perkara mudah.

Sebab, ia menilai akan ada proses panjang meskipun kubu AHY memiliki legalitas sekalipun.

Baca juga: Jangan Sampai Konflik Demokrat seperti Peristiwa Kudatuli, Sejarah Kudeta Parpol Paling Berdarah

“PD Ahy selanjutnya akan menggugat ke pengadilan, dan ini biasanya hanya bisa selesai di Mahkamah Agung. Berarti itu bisa makan waktu lama, bisa sampai melewati deadline daftar pemilu 2024. Katakanlah Demokrat KSP Moeldoko yang bisa ikut pemilu. Lalu bagaimana peluangnya?” jelasnya.

Saiful Mujani membayangkan seandainya Partai Demokrat benar-benar dikuasi oleh Moeldoko dan kelompoknya, maka Demokrat tidak akan lagi sebesar ketika dipimpin oleh SBY.

“Saya tak bisa membayangkan PD bisa besar dan bahkan terbesar pada 2009 tanpa SBY. Suka ataupun tidak itu adalah fakta. Moeldoko bisa gantikan itu? seperti mantan jendral-jenderal lainnya mimpin partai, KSP ini tak lebih dr Sutiyoso, Hendro, Edi Sudrajat, yang gagal membesarkan partai,” tandasnya

“Akibatnya, 2024 Demokrat bisa menjadi seperti Hanura sekarang, yang hilang di parlemen setelah Wiranto tak lagi mimpin partai itu,” terangnya.

Ia pun menduga, skenario terakhir dari apa yang dilakukan Moeldoko tersebut adalah untuk membunuh partai Demokrat.

“Hasil akhir dari manuver KSP Moeldoko ini adalah membunuh PD. Demokrat mati di tangan seorang pejabat negara. Backsliding demokrasi Indonesia makin dalam, dan ini terjadi di bawah Jokowi yang ironisnya ia justru jadi presiden karena demokrasi,” ungkapnya.

Tanggapan Mahfud MD

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), Mahfud MD akhirnya memberikan pernyataan terkait Kongres Luar Biasa yang digelar kubu Johnny Allen di Deli Serdang, Sumatera Utara hingga penetapan Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Mahfud menyebut, pemerintah tidak bisa melarang terselenggaranya kegiatan tersebut.

“Sesuai UU 9/98 Pemerintah tak bs melarang atau mendorong kegiatan yang mengatasnamakan kader Partai Demokrat di Deliserdang,” jelas Mahfud MD di akun Twitternya, Sabtu (11/3/2021)

Mahfud MD kemudian memberikan contoh kejadian serupa, dimana saat itu terjadi KLB hingga membuat Partai Kebangkitan Bangsa terpecah.

“Sama dengan yang menjadi menjadi sikap Pemerintahan Bu Mega pada saat Matori Abdul Jalil (2020) mengambil PKB dari Gus Dur yang kemudian Matori kalah di Pengadilan (2003),” ungkapnya.

Mahfud juga singgung sikap diam SBY ketika menjadi presiden dan terjadi perebutan partai antara Abdurrahman Wahid atau Gusdur dengan Muhaimin Iskandar.

“Saat itu Bu Mega tak melarang atau pun mendorong karena secara hukum hal itu masalah internal PKB. Sama juga dengan sikap Pemerintahan Pak SBY ketika (2008) tidak melakukan pelarangan saat ada PKB versi Parung (Gus Dur) dan versi Ancol (Cak Imin). Alasannya, itu urusan internal parpol.”

Mahfud menilai, saat ini pemerintah memandang konflik Partai Demokrat sebagai persoalan internal partai dan tidak akan ikut campur.

“Bagi Pemerintah sekarang ini peristiwa Deli Serdang merupakan masalah internal PD. Bukan (minimal belum) menjadi masalah hukum. Sebab belum ada laporan atau permintaan legalitas hukum baru kepada Pemerintah dari Partai Demokrat. Pemerintah sekarang hanya menangani sudut keamanan, bukan legalitas partai,” jelasnya

SBY akan demo istana

Di sisi lain, sejumlah pihak menyambut rencana Susilo Bambang Yudhoyono yang akan turun langsung memimpin aksi demonstrasi pasca-pengumuman Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat kubu Johnny Allen.

Sebelumnya, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) DPP Partai Demokrat Andi Arief menegaskan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan berdemonstrasi di Istana Kepresidenan.

Langkah itu ditempuh untuk mempertanyakan sikap diam Presiden Joko Widodo atas pengambilalihan kepengurusan yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko.

Seperti diketahui, dalam Kongres Luar Biasa yang digagas para mantan kader Demokrat di Deli Serdang, Moeldoko ditunjuk sebagai ketua umum Partai Demokrat melalui votting berdiri.

Proses pemilihan ketua umum berlangsung sangat cepat, disebut tanpa melalui prosedur semestinya. Meski demikian, Moeldoko dengan tegas menerima penunjukkan dirinya sebagai ketua umum Partai Demokrat.

Andi menilai Jokowi mengabaikan demokrasi dengan membiarkan Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat kubu Johnny Allen yang telah menetapkan Moeldoko sebagai ketua umum.

“Soal etika hargai mantan Presiden (SBY) yang lakukan kebenaran juga beku hatinya. Jangan salahkan jika mantan Presiden demonstrasi di Istana dengan standar prokes,” tulis Andi lewat akun Twitter @AndiArief_ID, Jumat (5/3)

Andi menyebut pemerintahan Jokowi membiarkan KLB Demokrat ilegal terjadi. Padahal menurutnya, Jokowi punya kuasa untuk bertindak mencegah kegiatan itu.

Apalagi, kongres itu disebut tidak mengantongi izin. Namun, tidak ada upaya nyata baik dari pemerintah maupun dari pihak kepolisian untuk mencegah kegiatan tersebut.

Nyatanya, kongres tetap berlangsung meski sempat diwarnai aksi bentrokan antara Kader Demokrat Sumatera Utara dengan orang-orang yang mengenakan kaos bergambar Moeldoko.

Andi menegaskan KLB Demokrat bukan sekadar urusan internal partai. Andi menyebut kejadian ini sebagai tanda matinya demokrasi Indonesia. “Pak Jokowi harusnya bisa bertindak, terlalu lembek bela demokrasi,” cuit Andi.

Sementara itu, Ketua Umum Pro Demokrasi, Iwan Sumule memastikan pihaknya akan turut serta apabila aksi demonstrasi itu benar-benar dilakukan.

“Nah, kalau ini ProDEM akan dukung, demo ke Istana Negara. Dan mungkin bukan hanya sekedar mendukung, tapi ikutan,” tulisnya di aku Twitter pribadinya.

Iwan menilai, penindasan sudah selayaknya dilawan demi menegakkan keadilan.

“Penindasan harus dilawan, jika tak ingin binasa. Kita harus ke jalan, robohkan setan yang berdiri menghadang, demikian syair lagu Iwan Fals,” imbuhnya.

Sejumlah pengurus dan anggota ProDem juga menyatakan mendukung statemen ketua umum mereka dan memastikan bakal ikut dalam aksi demonstrasi.

Selain itu, di media sosial, sejumlah masyarakat non-simpatisan Partai Demokrat juga mengungkapkan mendukung rencana SBY dan para kader Demokrat yang akan mengeruduk Istana Negara.

SBY sebut Moeldoko tidak ksatria

Ketua Majelis Tinggi Partai Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengomentari atas digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Hotel The Hill Sibolangit, Kabupaten Deliserdang, Jumat (5/3/2021).

Di mana Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang tersebut. SBY pun menyebut bahwa yang dilakukan Moeldoko jauh dari sikap kesatria.

“Sebuah perebutan kepemimpinan yang tidak terpuji dan jauh sikap kesatria dan nilai moral,” kata SBY saat konferensi pers secara daring, Jumat (5/3/2021).

Tak hanya itu, SBY juga menyebut kelakukan Moeldoko tersebut membuat malu TNI. Di mana sebelumnya Moeldoko menjabat sebagai Panglima TNI.

“Hanya mendatangkan malu bagi perwira dan prajurit yang pernah bertugas di jajaran TNI,” kata SBY.

Bahkan, SBY mengakui bahwa dirinya merasa malu pernah memberikan amanah jabatan kepada Moeldoko.

“Termasuk rasa malu dan rasa bersalah saya yang dulu beberapa kali memberikan kepercayaan dan jabatan kepadanya. Saya mohon ampun kehadirat Allah SWT tuhan yang maha kuasa atas kesalahan saya itu,” katanya. {tribun}