News  

MK Adalah Mahkamah Kalkulator?

Mahkamah Konstitusi telah membacakan putusan 19 perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pilkada serentak 2020 dari 32 perkara yang diterima MK.

Pembacaan 19 putusan ini dilakukan pada hari Kamis (18/3/2021) sebanyak 10 perkara dan Jumat (19/3/2021) sebanyak 9 perkara.

Sementara putusan 13 perkara lainnya, akan dibacakan pada Senin ini, (22/3/2021).

Dari 19 perkara yang sudah dibacakan putusannya oleh MK, terdapat 7 perkara Pilkada atau 36% yang dikabulkan sebagian oleh MK, 7 perkara yang ditolak dan 5 perkara dinyatakan tidak dapat diterima.

Dari 19 perselisihan hasil pemilihan yang telah dibacakan, semuanya menyangkut sengketa hasil suara.

Yang agak lucu adalah sengketa perselisihan hasil pemilihan Kabupaten Bandung. Ternyata, Mahkamah Konstitusi memutuskan dari selisih suara dan ambang batas suara yang diperbolehkan. Bukan pelanggaran visi dan misi yang diduga mengandung politik uang.

Pertanyaannya kemudian adalah, mengapa permohonan PHP Kabupaten Bandung yang diajukan oleh pasangan Kurnia Agustina dan Usman Sayogi tidak ditolak dari awal? Selisih suara yang terlalu tinggi, yaitu 26% dari ambang batas yang diperbolehkan untuk mengajukan gugatan, 0,5%. Ada apa?

Untuk apa pula terungkap dalam fakta persidangan tentang adanya pengakuan saksi dan termohon. Adanya dugaan tindak pidana politik uang melalui pembagian beberapa kartu yang tercantum dalam visi dan misi pasangan calon terpilih.

Dengan preseden ini, tidak ada larangan visi dan misi pasangan calon kepala daerah mencantumkan nilai nominal tertentu dan bukan termasuk tindak pidana politik uang. Termasuk iming-iming uang dalam pembagian kartu kepada pemilih di masa kampanye.

Dengan diterimanya permohonan gugatan dan tiga kali sidang oleh MK, setidaknya telah merugikan warga Kabupaten Bandung khususnya pasangan Dadang Supriatna dan Sahrul Gunawan.

Seharusnya sejak awal MK menolak permohonan gugatan pasangan NU PASTI atau pada saat sidang kedua, MK mengeluarkan putusan sela. Sehingga pasangan Dadang Supriatna dan Sahrul Gunawan dapat dilantik pada tanggal 26 Februari 2021 yang lalu.

Melalui kasus PHP (ada yang memberikan kepanjangan, pemberian harapan palsu) Kabupaten Bandung, telah berkembang persepsi kalau MK semakin mengukuhkan sebagai Mahkamah Kalkulator.

PHP alias pemberian harapan palsu oleh MK, dengan tidak menolak dari awal perselisihan hasil pemilihan yang diajukan salahsatu pasangan.

Tak heran bila ada desas-desus yang menyebut, ada ‘penawaran’ berkilo-kilo kalau mau perkara menang di MK. Sehingga muncul tudingan, Mahkamah Kalkulator identik dengan suara dan uang. Ada suara ada uang. Ada uang ada putusan.

Perselisihan hasil pemilihan juga tidak terlepas dari uang. Berapa miliar uang yang dikeluarkan kedua pasangan calon untuk berperkara di MK.

Seharusnya sejak awal permohonan tersebut ditolak. Buang-buang energi, waktu dan uang.

Bandung, 8 Sya’ban 1442/22 Maret 2021
Tarmidzi Yusuf, Pegiat Dakwah dan Sosial