Kekayaan Fantastis Ahmad Hidayat Mus

 

KPK telah menjadikan Ahmad Hidayat Mus (AHM), calon Gubernur Maluku Utara sebagai tersangka dugaan kasus korupsi pembebasan lahan Bandara Bobong, Kabupaten Sula tahun anggaran 2009 yang diperkirakan sudah merugikan uang negara hingga sebesar Rp3,4 miliar.

Lalu, berapakah sebenarnya harta kekayaan dari Ahmad Hidayat Mus yang sesungguhnya? menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dari halaman resmi acch.kpk.go.id, terakhir, Bupati Kepulauan Sula ini melaporkan harta kekayaannya pada 14 April 2013.

AHM, melaporkan kekayaannya hingga mencapai Rp 35.212.963.348 dan USD110 ribu. Harta kekayaan itu dibagi menjadi harta bergerak dan tidak bergerak. Untuk detailnya adalah, harta tidak bergerak ini terdiri dari bangunan senilai Rp 21.500.227.500 dan 19 lokasi tanah yang tersebar di beberapa daerah seperti Kepulauan Sula, Bogor, Jakarta, Minahasa dan Manado.

Sedangkan untuk harta bergerak, Ahmad tercatat memiliki 12 alat transportasi yang terdiri dari satu unit mobil Toyota Land Cruiser, dua unit mobil Toyota Alphard, satu unit mobil Mercedes Benz, dua unit mobil Toyota Harrier, satu unit mobil Range Rover, satu unit mobil BMW, satu unit mobil Honda CR-V, dan dua unit mobil Hammer.

disamping harta yang disebutkan diatas, AHM yang juga politisi Golkar itu juga diketahui memiliki satu unit kapal merek Speed Boat. Ini jika ditotal keseluruhan, dari alat transportasi yang dia punya itu saja mencapai sekitar  Rp 4.525.000.000. Hidayat juga memiliki dua logam mulia dan harta bergerak lain dengan nilai Rp 790.000.000. Ada juga, surat berharga milik Hidayat senilai Rp349.000.000. Sementara giro dan setara kas bernilai Rp 5.836.483.907 dan USD110 ribu di mana jika digabung totalnya mencapai Rp 8.236.483.907.

Terakhir Ahmad Hidayat Mus juga memiliki utang senilai Rp187.748.059. Diketahui dalam kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Hidayat dan Ketua DPRD Kepulauan Sula Zainal Mus (ZM) sebagai tersangka dugaan kasus korupsi pembebasan lahan Bandara Bobong, Kabupaten Sula tahun anggaran 2009.

Mereka diduga telah melakukan pengadaan tanah fiktif  atau bodong untuk Bandara Bobong, Kabupaten Sual. Kasus ini adalah hasil supervisi dengan Polda Maluku Utara dan sudah mulai dilakukan penyelidikannya sejak beberapa bulan lalu. Atas perbuatannya itu, mereka diduga sudah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.