Usai Susy Susanti Pensiun Indonesia Kesulitan Cari Tunggal Putri Kelas Dunia, Apa Penyebabnya?

INDONESIA sempat memiliki kekuatan di nomor tunggal putri bulu tangkis pada medio 1990-an. Saat itu, Indonesia memiliki dua tunggal putri jempolan atas nama Susy Susanti dan Mia Audina.

Kombinasi keduanya membantu Indonesia meraih trofi Piala Uber 1994 dan 1996. Di nomor individu, Susy Susanti bahkan berstatus atlet pertama Indonesia yang menyumbangkan medali emas di ajang sebesar Olimpiade, tepatnya pada 1992.

Namun, setelah Susy Susanti pensiun pada 1998, dan diikuti Mia Audina yang berganti kewarganegaraan menjadi Belanda pada 2000, Indonesia kesulitan menemukan tunggal putri berkelas dunia.

Benar, pada Olimpiade Beijing 2008, Indonesia merebut medali perunggu dari nomor tunggal putri via Maria Kristin. Namun, setelah itu tak ada lagi prestasi besar yang dicatatkan tunggal putri Indonesia di ajang besar seperti Olimpiade.

Saat ini saja, tunggal putri andalan Indonesia, Gregoria Mariska Tunjung, hanya menempati posisi 22 dunia. Ia masih tertinggal dari sejumlah pebulu tangkis elite di nomor tunggal putri seperti Tai Tzu Ying (Taiwan), Chen Yufei (China) hingga Carolina Marin (Spanyol).

Pebulu tangkis legenda Indonesia, Susy Susanti, pun tidak menyangkal fakta di atas. Susy Susanti menyebut pebulu tangkis putra Indonesia lebih berprestasi ketimbang putri.

“Kita tahu prestasi Indonesia untuk putri lebih minim ketimbang putra. Memang, bibit-bibit untuk putri itu tidak sebanyak putra dan itu harus diakui. Kita flash back ke belakang. Yang juara dari putri itu hanya satu-satu ya. Kalo di putra kita banyak sekali,” kata Susy Susanti saat diwawancara dalam program Special Dialogue Okezone.

“Kita sempat punya Pandawa Lima, ada Ardy Wiranata, Alan Budikusuma, Hermawan Susanto, Hariyanto Arbi, Joko Suprianto yang bergantian menjadi juara. Begitu juga di ganda putra, mulai eranya pak Tjun-Tjun, Johan Wahyudi sampai ke eranya Ricky/Rexy, Tony/Candra, Kevin/Gideon,” lanjut Susy Susanti.

Lantas, apa penyebab pebulu tangkis tunggal putri Indonesia kesulitan berprestasi di level elite? Susy Susanti menyebut Indonesia kekurangan bibit berkualitas di nomor tunggal putri.

“Memang, bibit-bibit kita di putri agak minim ketimbang putra, sehingga kita kesulitan menjaring atlet-atlet putri yang potensi. Benar, banyak atlet-atlet muda berbakat. Tapi, bakat saja tidak cukup,” tegas Susy.

“Ada yang punya bakat, tapi kemauannya kurang. Ada yang kemauan besar, tapi bakatnya kurang. Karena itu, ini menjadi PR semua. Tapi, saya percaya PBSI sudah membina generasi muda untuk mengejar ketertinggalan di sektor tunggal putri,” kata perempuan 50 tahun tersebut.

Karena itu, Susy Susanti berharap tunggal putri Indonesia bisa memberi gebrakan. Tentu, gebrakan yang dimaksud adalah menembus level elite dunia.

“Harapannya beberapa tahun ke depan, prestasi tunggal putri bisa lebih baik lagi. Dari yang kini hanya menembus 20 dunia, kemudian bisa masuk level elite dunia,” tutup istri dari legenda bulu tangkis Indonesia, Alan Budikusuma. {okezone}