News  

Waspada! Studi Baru Di Jepang: Varian Lambda Lebih Menular dan Kebal Vaksin

Para peneliti di Jepang menemukan fakta baru tentang varian Lambda. Mirip dengan Delta, varian Lambda mungkin lebih menular dan kebal vaksin Covid-19.

Dalam studi pracetak yang belum ditinjau rekan sejawat, dipaparkan bahwa varian Lambda mampu melewati antibodi penetral yang dapat melawan virus.

Para peneliti mengatakan, ada sejumlah mutasi yang ditemukan di protein lonjakan atau protein spike varian Lambda, yang membuatnya lebih resistan terhadap antibodi dari orang yang sudah divaksin.

Robert Quigley, MD, DPhil, wakil presiden senior dan direktur medis global di International SOS mengatakan kepada Verywell bahwa temuan ini tidak mengejutkan, tetapi harus diamati secara kritis.

“Kami melihat tren yang diprediksi para komunitas ilmiah, bahwa semakin lama Covid-19 dibiarkan maka kita menuju ke arah kemanjuran vaksin yang berkurang dalam melawan virus corona,” kata Quigley.

Dilansir dari Verywell Health, Rabu (4/8/2021), para peneliti tidak merinci apakah varian Lambda lebih berbahaya dibanding Delta.

Namun mereka menggarisbawahi, karena varian Lambda dimasukkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam kategori variant of interest (VoI) bukan variant of concern (VoC), orang mungkin tidak menganggap varian Lambda sebagai ancaman.

Seperti diketahui, variant of concern adalah varian virus corona yang dianggap WHO dapat mengancam kesehatan global karena terbukti lebih mudah menular, menyebabkan penyakit yang lebih parah, dan dapat menghindari perlindungan vaksin atau efektivitas pengobatan.

Hingga saat ini ada 4 varian Covid-19 yang masuk VOC, yakni varian Alpha (B.1.1.7), varian Beta (B.1.351), varian Gamma (P.1), dan varian Delta (B.1.617.2).

Sementara itu, varian of Interest (VoI) adalah varian dengan penanda genetik spesifik yang dikaitkan dengan perubahan pada pengikat reseptor, berkurangnya netralisasi oleh antibodi, berkurangnya kemanjuran pengobatan, hingga prediksi peningkatan penularan atau keparahan penyakit.

Menurut penelitian, fitur virologi Lambda dan bagaimana mereka berevolusi belum diketahui secara jelas. Studi lain juga menemukan bahwa varian Delta menunjukkan beberapa tingkat resistensi terhadap vaksin Covid-19.

“Tidak ada yang menginkan ada virus yang memiliki kemampuan menyebar lebih cepat dan resistan terhadap vaksin. Ini mengkhawatirkan,” kata Quigley.

Dia menambahkan, ini artinya para ilmuwan perlu mengembangkan vaksin baru ketika kita menemukan bukti tersebut. “Kabar baiknya, kita belum sampai di sana,” katanya.

Diberitakan Kompas.com 19 Juni 2021, WHO menyebutkan, varian Lambda awalnya terdeteksi di Peru pada Agustus 2020 dan sejak itu dilaporkan di 29 negara di seluruh dunia, sebagian besar di Amerika Latin, termasuk Argentina dan Cile. Hingga saat ini varian Lambda belum terdeteksi di Indonesia.

“Pada 14 Juni, varian yang ditetapkan untuk garis keturunan (penamaan) Pango C.37, klad GISAID GR/452Q.V1, klad NextStrain 20D, ditetapkan sebagai VOI global, dan diberi label oleh WHO sebagai Lambda,” ujar WHO.

Bagaimana virus menjadi kebal vaksin?

Virus, atau varian virus, dapat menjadi kebal vaksin jika bermutasi. Mutasi terjadi secara alami selama virus memiliki inang (seseorang) untuk menginfeksi dan menularkan infeksi.

Meskipun tidak semua mutasi resisten terhadap vaksin, mutasi yang cukup berbeda dari galur asli virus mungkin tidak dapat dinetralisir oleh antibodi yang sesuai.

Ini mengkhawatirkan, tetapi tidak jarang, kata Quigley menambahkan bahwa para ilmuwan juga memperbarui vaksin influenza untuk menargetkan mutasi baru setiap tahun.

Dia berkata, keputusan ini diputuskan oleh badan kesehatan internasional, yang bekerja sama dengan CDC untuk memutuskan jenis influenza apa yang beredar dan bagaimana memeranginya dengan vaksin.

“Jika virus bertahan lebih lama, merakit panel serupa untuk mensurvei mutasi dan mengembangkan vaksin Covid-19 berikutnya akan menjadi penting,: tambahnya.

Dia melanjutkan, suntikan booster atau vaksin khusus varian juga merupakan pertimbangan penting ke depan. {kompas}