News  

Satgas BLBI Sita 587 Bidang Tanah Milik Texmaco Seluas 4,79 Juta Meter Persegi di 5 Daerah

Satgas BLBI kembali melakukan penyitaan aset obligor atau penunggak BLBI. Aset yang disita hari ini merupakan aset Grup Texmaco yang dimiliki Marimutu Sinivasan.

Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan penyitaan dilakukan pagi tadi, tepatnya pukul 10.00 WIB. Aset yang disita yakni 587 bidang tanah seluas 4,79 juta meter yang tersebar di 5 daerah.

“Aset jaminan Grup Texmaco atas 587 bidang tanah yang berlokasi di 5 daerah yaitu di Kabupaten Subang, Kabupaten Sukabumi, Kota Pekalongan, Kota Batu, dan Kota Padang dengan total luas seluruhnya 4.794.202 meter persegi,” ujar Mahfud dalam Konpers virtual, Kamis (23/12).

Rincian tanah yang disita yakni berlokasi di Kelurahan Kadawung (Kecamatan Cipeundeuy), Kelurahan Siluman (Kecamatan Pabuaran), dan Kelurahan Karangmukti (Kecamatan Cipeundeuy), Kabupaten Subang, Jawa Barat sejumlah 519 bidang tanah seluas 3.333.771 meter persegi.

Kemudian di Kelurahan Loji, Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat sejumlah 54 bidang tanah seluas 1.248.885 meter persegi.

Kelurahan Bendan, Sapuro, dan Krapyak Kidul, Kecamatan Pekalongan Barat dan Pekalongan Timur, Kota Pekalongan, Jawa Tengah sejumlah 3 bidang tanah seluas 2.956 meter persegi.

Juga di Kelurahan Pesanggrahan, Kecamatan Batu, Kota Batu, Jawa Timur sejumlah 10 bidang tanah seluas 83.230 meter persegi. Terakhir di Kelurahan Lubuk Kilangan, Kota Padang, Sumatera Barat sejumlah 1 bidang tanah seluas 125.360 meter persegi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, dari aset yang disita hari ini di salah satu lokasi terdapat sekolah. Sehingga sekolah akan tetap berjalan, namun aset tanah kini dimiliki negara, bukan lagi Texmaco.

“Pada kompleks itu ada Sekolah Tinggi teknik dan SMK yang dibimbing Texmaco, sekolah akan tetap berjalan seperti biasa namun asetnya sekarang diambil alih oleh negara,” jelas Sri Mulyani.

Awal Mula Utang Texmaco

Sri Mulyani menjelaskan awal mula utang Texmaco kepada negara. Itu terjadi pada sebelum krisis 1998. Saat itu Grup Texmaco melakukan pinjaman ke berbagai bank untuk mempertahankan bisnisnya.

“Sebelum terjadinya krisis keuangan 97-98 meminjam ke berbagai bank baik BUMN seperti BRI, BNI, Bank Mandiri, dan juga bank-bank swasta yang kemudian ditalangi pemerintah saat terjadi krisis dan penutupan bank,” terangnya.

Dari sisi pinjaman, dia menjelaskan, yang tercatat dari Texmaco mencapai untuk divisi engineering Rp 8,068 triliun dan USD 1,24 juta. Untuk divisi tekstil ada pinjaman sebesar Rp 5,28 triliun dan USD 256,59 ribu dan berbagai pinjaman pada mata uang lain.

“Utang tersebut dalam status macet dalam terjadi krisis. Sehingga pada saat bank2 dilakukan bail out oleh pemerintah maka hak tagih dari bank yang sudah diambil alih pemerintah dan di dalam proses ini pun pemerintah masih cukup suportif pada grup Texmaco,” kata dia.

Menurutnya pemerintah masih cukup suportif saat itu dengan memberikan jaminan pada Bank BNI untuk menerbitkan LC atau Letter of Credit.

Dalam prosesnya, Grup Texmaco melakukan persetujuan dengan pemerintah yang diteken oleh pemiliknya dan setuju bahwa utang dari 23 perusahaannya, Grup Texmaco akan direstrukturisasi dan dialihkan pada 2 holding company yang dibentuk oleh pemiliknya yaitu PT Jaya Perkasa Engineering dan PT Bina Perdana.

“Kemudian untuk membayar kewajiban yang dimiliki oleh Grup Texmaco waktu itu disetujui Texmaco akan mengeluarkan exchangeable bonds, di mana menjadi pengganti dari utang yang sudah dikeluarkan melalui bank dan dijamin oleh holding company yang dibentuk tersebut.

Exchangeable bond ini memiliki bunga yang merupiah 10 tahun maturitasnya, bunganya 14 persen dan yang non rupiah 7 persen,” terangnya.

Lantas Texmaco gagal membayar kupon exchangeable bond yang diterbitkan pada 2004. Sampai akhirnya tahun 2005 kembali pemilik dari Grup Texmaco mengakui utangnya kepada pemerintah melalui akta kesanggupan nomor 51.

Di sini pemilik mengakui kewajibannya sebesar Rp 29 triliun yang dijamin oleh operating company dan melalui holding company yang dianggap masih baik. Texmaco juga menyampaikan akan membayar tunggakan LC sebesar USD 80,57 juta.

Pemilik juga mengatakan dalam akta kesanggupan tidak akan mengajukan gugatan kepada pemerintah. Namun akhirnya Texmaco kembali gagal membayar utangnya dan menggugat pemerintah.

“Oleh karena itu pada hari ini pemerintah melakukan eksekusi terhadap aset ini merupakan bentuk sesudah lebih dari 20 tahun memberikan ruang dan waktu kesempatan bahkan mendukungnya dengan memberikan LC jaminan dan bahkan jaminannya terambil.

Maka hari ini dengan melakukan penyitaan aset itu bagian recovery sedikit saja recovery aset negara dari jumlah utang Rp 29 triliun yang diakui plus USD 80,5 juta,” jelasnya. {kumparan}