BIN Bongkar Maraknya Joki Vaksin dan Karantina Selama Pandemi COVID-19

Karantina menjadi garda utama dalam mencegah penyebaran virus corona. Tapi problemnya masih ada pelanggaran oleh oknum petugas yang tergoda.

Kepala BIN Budi Gunawan membeberkan modusnya. Budi mengatakan, ada tiga bentuk pelanggaran yang biasa terjadi saat masa karantina WNI dari luar negeri.

“Kami dari intelijen juga mengamati secara ketat pintu-pintu masuk perjalanan luar negeri termasuk dalam masa karantina,” kata Budi Gunawan saat launching Monitoring Karantina Presisi di Bandara Soekarno Hatta, Banten, Kamis (6/1).

Tiga bentuk kecurangan hasil pemantauan BIN saat proses karantina yakni:

(1) Masih tidak disiplin dan tak tertib menjalankan karantina. Masih banyak pemain pengganti

(2) Ada interaksi terjadi karena penjual makanan, maupun saudara atau teman-teman datang ke tempat karantina

(3) Upaya negosiasi membujuk para petugas

Menkes Wanti-wanti Petugas Bandara Soetta soal Joki Karantina

Menkes Budi Gunadi Sadikin turut memberikan sejumlah pesan pada petugas karantina bertepatan saat launching aplikasi Monitoring Karantina Presisi di Bandara Soekarno Hatta, Banten, Kamis (6/1).

Dalam sambutannya, Budi mengatakan, petugas harus ketat mengawasi pelaku karantina. Dia tak ingin pelaku karantina digantikan orang lain seperti halnya joki vaksin.

“Ketiga titip nanti kalau aplikasinya (Monitoring Karantina Presisi) dipasang, secara acak dicek juga secara fisik, karena orang Indonesia itu kreatif-kreatif untuk vaksinasi adanya namanya joki vaksinasi,” kata Budi di Bandara Soekarno Hatta, Banten, Kamis (6/1).

“Saya dengar juga karantina juga ada joki karantina,” sambungnya.

Budi khawatir bila pengawasan tak ketat dikhawatirkan pelaku karantina digantikan orang lain. Bahkan, pelaku karantina berpotensi mengelabui petugas.

“Coba dicek apakah ada orang di kamarnya nanti jangan-jangan ditinggalin handphone-nya (ternyata) orangnya enggak ada, atau ada handphone-nya ada orangnya tapi malah dijokiin orang lain,” ujar Budi.

3 Emak-emak Pelaku Joki Vaksin di Semarang Ditangkap Polisi

Polisi berhasil menggagalkan upaya praktik joki vaksin yang dilakukan oleh sekelompok emak-emak berinisial CL (37), IO (48), dan DS (41). Ketiganya warga Kota Semarang.

Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar mengatakan, kejadian ini terjadi pada tanggal 3 Januari 2021 di Puskesmas Manyaran. Petugas curiga lantaran DS memakai identitas CL untuk melakukan vaksinasi.

“Yang bersangkutan (DS) datang ke Puskesmas hendak melakukan vaksinasi namun saat dilakukan screening antara lain fisik dan identitas ditemukan perbedaan foto yang ada dalam KTP berbeda dengan wajah yang datang, si DS ini,” ujar Irwan di Mapolrestabes Semarang, Rabu (5/11).

Polisi dan petugas medis yang ada di puskesmas lantas melakukan interogasi. DS akhirnya mengakui bahwa ia merupakan joki vaksin. Ia diminta IO untuk menggantikan CL disuntik vaksin corona dengan upah Rp 500 ribu.

“Memang yang bersangkutan disuruh untuk menjadi joki vaksin, upah yang diterima Rp 500 ribu. Namun ketika puskesmas melakukan screening dan ditemukan perbedaan itu, vaksinasi itu kemudian tidak terjadi,” jelas Irwan.

Sementara itu, CL mengaku menyewa joki vaksin lantaran ia takut disuntik, sebab ia pernah terpapar COVID-19 dan memiliki komorbid. Padahal, di saat yang bersamaan ia membutuhkan surat keterangan vaksin untuk pergi ke luar kota pada tanggal 3 Januari 2022.

“Yang pertama karena saya sudah terkena COVID-19. Kedua saya hendak keluar kota yang diharuskan memakai aplikasi pedulilindungi. Di sisi lain saya punya komorbid. Saya berasumsi bahwa saya tidak perlu divaksin karena imun tubuh saya sudah merasa kebal jadi tidak perlu divaksin,” ucap CL.

Ia lantas menceritakan kondisinya itu kepada IO, CL meminta bantuan untuk dicarikan joki. Gayung bersambut dan IO menawarkan DS sebagai joki.

“Jadi saya minta bantuan mbak ini (IO) saya curhat. Jadi dia (DS) hanya sebatas ibu rumah tangga yang butuh uang makanya saya curhat, gayung bersambut, nilainya Rp 500 ribu,” lanjut dia.

Di sisi lain, DS mengaku mau menerima tawaran ini karena ia sedang butuh uang. Ia mengaku baru sekali ini menjadi joki namun gagal karena keburu ketahuan. Sedangkan IO sendiri tidak mendapatkan bayaran atau bagian sepeserpun.

“Saya sudah 2 kali vaksin, atas nama saya sendiri. Sebelumnya belum pernah jadi joki, baru kali ini. Mau karena ada upahnya Rp 500 ribu,” aku DS.

Irwan menegaskan, lantaran perjokian vaksin itu belum terjadi ketiganya belum mendapatkan hukuman. Namun, ia menegaskan, tiga emak-emak itu dapat dijerat Pasal 14 Ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular dengan ancaman hukuman pidana penjara 1 tahun.

“Selanjutnya nanti kita akan musyawarahkan karena ini kan peristiwa tidak sempat terjadi tetapi yang ingin kami sampaikan ini jangan menjadi contoh. Jangan diulangi ya, bu,” kata Irwan. {kumparan}