News  

Frustasi Kebijakan Pemerintah, Nelayan di Lhokseumawe Aceh Ajukan Suntik Mati Ke Pengadilan

Seorang nelayan asal Lhokseumawe, Aceh, Nazaruddin Razali mengajukan surat permohonan eutanasia atau suntik mati ke Pengadilan Negeri (PN) Lhokseumawe.

Kuasa hukum Safaruddin, mengatakan, surat permohonan itu telah diregistrasi di Pengadilan Negeri Lhokseumawe pada tanggal 6 Januari 2022.

Permohonan itu dilayangkan karena kliennya merasa tak sanggup lagi menahan tekanan dari Pemerintah Kota Lhokseumawe

“Mewakili Nazaruddin Razali sebagaimana surat kuasa khusus tanggal 5/1/2022 yang telah diregistrasi di Pengadilan Negeri Lhokseumawe pada 6/1/2022, dengan ini mengajukan permohonan eutanasia kepada Ketua Pengadilan Negeri Lhokseumawe,” kata Safaruddin dalam keterangannya tertulisnya kepada awak media di Banda Aceh, Jumat (7/1).

Dikatakan Safaruddin, permohonan eutanasia (tindakan mengakhiri hidup seseorang secara sengaja untuk menghilangkan penderitaannya) bukan tanpa alasan. Namun, ada beberapa faktor sehingga Nazaruddin nekat melayangkan permohonan itu.

Musabab utamanya berawal dari larangan aturan pemerintah Kota Lhokseumawe, kepada warga untuk melakukan budidaya ikan di dalam waduk Pusong kota setempat.

Safaruddin menjelaskan, pemohon adalah warga Kota Lhokseumawe dan sudah tinggal di sana sejak lahir.

Sejak kecil, orang tua pemohon sudah menggantungkan hidup sebagai nelayan dan petani keramba jaring apung tradisional di selat kecil yang saat ini sudah dijadikan Waduk Pusong oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe sejak beberapa tahun yang lalu.

Sejak waduk itu dibangun, kata Safaruddin, pemohon sebagai nelayan dan petani keramba jaring apung tradisional masih melakukan aktivitas seperti biasa di dalam waduk tersebut sampai dengan saat ini.

“Hasil dari pekerjaan Pemohon untuk membiayai kehidupan keluarga, yang saat ini hanya bisa menggantungkan hidup dari penghasilan keramba di dalam Waduk tersebut,” ujar Safaruddin.

Namun demikian, pada tanggal 26 Oktober 2021 melalui surat nomor 523/1322/2021, Wali Kota Lhokseumawe mengeluarkan perintah larangan melakukan budidaya ikan di dalam Waduk Pusong.

Membongkar keramba milik masyarakat di dalam waduk secara mandiri selambatnya 20 November 2021.

Selain itu, sebut Safaruddin, pihak kecamatan Banda Saksi juga pernah menyampaikan ke media massa kalau Waduk Pusong adalah pembuangan limbah dari rumah Sakit dan rumah tangga. Sehingga, ikan yang dibudidaya oleh petani keramba tidak sehat untuk dikonsumsi.

“Akibat dari berita itu, pendapatan pemohon dan warga petani keramba menjadi menyusut, karena masyarakat yang biasanya menjadi konsumen dan petani lainnya tidak lagi membeli hasil dari petani keramba di Waduk Pusong. Kondisi ini membuat Pemohon dan para petani keramba menjadi sangat tertekan,” tuturnya.

Safaruddin menuturkan, atas alasan berbagai tekanan diterima kliennya serta faktor merugi dan tidak ada lagi lapangan pekerjaan untuk menghidupi keluarga ia nekat memohon ke pengadilan untuk disuntik euthanasia.

“Kondisi pemohon sudah tua dan sakit-sakitan juga sebagai kepala keluarga yang tetap harus memenuhi kebutuhan hidup. Membuat pemohon sangat tertekan dan menilai negara tidak berpihak kepadanya,” ungkap Safaruddin.

“Karena itu kepada Ketua Pengadilan Negeri Lhokseumawe agar mengabulkan permohonan Pemohon untuk melakukan Euthanasia di Rumah Sakit Umum Kesrem Lhokseumawe, dengan disaksikan oleh Wali kota Lhokseumawe,” tambahnya.

Belum ada keterangan dari Pemkot Lhokseumawe terkait hal ini. {kumparan}