News  

Diperiksa Kejagung Soal Korupsi Sewa Pesawat, Juliandra Nurtjahjo Dicopot Dari Dirut Citilink

Per 17 Februari 2022, Juliandra Nurtjahjo tak lagi menjabat sebagai Direktur Utama Citilink. Hal itu berdasarkan Keputusan Pemegang Saham di Luar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Posisinya digantikan oleh Dewa Kadek Rai.

Komisaris Utama Citilink Prasetio mengatakan bahwa perubahan susunan pengurus Perusahaan ini merupakan langkah strategis, khususnya dalam menjadikan Citilink sebagai maskapai yang lebih inovatif di tengah tantangan pandemi COVID-19 yang berlangsung saat ini.

“Kami menyampaikan apresiasi kepada jajaran direksi dan komisaris yang telah menyelesaikan masa tugasnya, serta kontribusi terbaik yang telah diberikan kepada Citilink sehingga dapat terus tumbuh sebagai salah satu maskapai terkemuka di Indonesia bahkan di tengah tantangan pandemi yang berdampak luar biasa bagi industri penerbangan,” kata Prasetio, Jumat (18/2).

Juliandra Nurtjahjo Sempat Diperiksa Kejagung

Pada Kamis (17/2) kemarin, Juliandra dipanggil Kejaksaan Agung (Kejagung). Ia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan dan sewa pesawat di PT Garuda Indonesia pada kurun waktu 2011-2021.

“J selaku Direktur Utama PT. Citilink Indonesia, diperiksa terkait mekanisme pengadaan pesawat udara,” kata Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer dalam keterangannya, Kamis (17/2).

Kejagung juga memeriksa satu orang saksi lainnya dalam perkara ini. Saksi itu adalah RAR selaku VP Corporate Secretary Garuda Indonesia (persero) Tbk. Tahun 2015. Dia juga diperiksa terkait mekanisme pengadaan pesawat udara.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi dalam Pengadaan Pesawat Udara PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk,” papar Leonard.

Kasus Pengadaan Pesawat Garuda Indonesia

Kasus Garuda sudah dalam tahap penyidikan di Kejagung. Penyidik menduga ada potensi kerugian negara yang diduga diakibatkan korupsi. Namun demikian, belum ada tersangka yang dijerat dalam perkara ini.

Tindak pidana ini diduga ini terkait dengan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) Tahun 2009-2014 PT Garuda Indonesia. Belakangan, ruang lingkup kasus diperbaharui oleh Kejagung menjadi 2011-2021.

Nama mantan Dirut Garuda, Emirsyah Satar, turut mencuat seiring dengan penyelidikan kejaksaan. Dia sudah menjadi terpidana kasus korupsi serupa di KPK.

Kejaksaan telah menemukan bukti bahwa dalam kasus ini, terdapat indikasi yang merupakan perbuatan korupsi. JAMPidsus Febrie Adriansyah mengatakan, diduga kerugian negara bersumber dari pengadaan dan sewa pesawat. Salah satu yang jadi fokus kejaksaan terkait pengadaan pesawat ATR 72-600.

Febrie tak merinci seluruh dugaan kerugian negara. Dia hanya menyebutkan bahwa dari sewa pesawat saja, negara dirugikan hingga triliunan rupiah.

“Untuk kerugiannya tentunya tidak bisa kita sampaikan secara detail karena ini tetap akan dilakukan oleh rekan-rekan auditor. Tapi kerugian cukup besar ya, seperti contohnya untuk pengadaan sewa (pesawat) saja ini indikasinya sampai sebesar Rp 3,6 triliun,” kata Febrie di kantornya, Rabu (19/1). {kumparan}