News  

Harga LPG Naik, Sejumlah Bahan Pokok Ikut Melonjak, Emak-Emak Teriak!

PT Pertamina (Persero) menaikkan harga LPG nonsubsidi rumah tangga untuk jenis ukuran 5,5 kg dan ukuran 12 kg. Dengan penyesuaian harga ini, LPG nonsubsidi saat ini dibanderol dengan harga sekitar Rp 15.500 per kg.

Dengan adanya penyesuaian harga tersebut, LPG di tingkat pengecer juga otomatis menjadi semakin mahal. Hal itu diungkapkan oleh Kutjaiyah, pemilik Toko Thohirin di Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik yang mengambil LPG dari agen untuk dijual kembali ke konsumen.

Kutjaiyah mengaku mendapat informasi dari agen bahwa LPG mulai kemarin malam ada kenaikan harga. LPG untuk ukuran 13 kg sekarang dia ambil dari agen dengan harga Rp 187.000.

“Beli dari agen itu Rp 187.000, kalau pengecer biasanya ambil selisih Rp 3.000 sampai Rp 5.000 untuk keuntungan, jadi biasanya dijual ke warga mulai Rp 190.000,” kata Kutjaiyah saat dihubungi kumparan, Senin (28/2).

Sementara untuk LPG ukuran 5,5 kg, dia mengatakan bahwa informasi dari agen memberitahukan bahwa saat ini harganya menjadi Rp 88.000. Namun untuk LPG ini Kutjaiyah tidak menjualnya karena jarang diminati.

“Yang 5,5 kg itu dari agen saya infonya Rp 88.000, tapi saya gak jual soalnya jarang yang beli. Pembeli saya palingan dari pedagang itu biasanya ambil yang 12 kg, kalau warga biasanya 3 kg. 5,5 kg jarang,” ujarnya.

Kenaikan LPG Dikeluhkan Masyarakat

Kondisi ini tak ayal mengundang keluhan masyarakat. Salah satunya diungkapkan oleh Candy, ibu rumah tangga asal Duren Sawit Jakarta Timur. Candy mengaku belum tahu jika harga LPG sekarang naik lagi, terakhir kali ia beli LPG ukuran 12 kg harganya sudah naik.

“Saya terakhir beli itu tanggal 24 Januari, harganya Rp 165.000, sebelumnya cuma Rp 145.000. Katanya mulai kemarin harganya naik lagi, tambah susah aja,” kata Candy kepada kumparan, Senin (28/2).

Walaupun kesusahan, Candy mengaku hanya bisa pasrah dengan kondisi saat ini. Apalagi ditambah dengan bahan pangan lain juga mengalami lonjakan. Harga minyak goreng, tahu dan tempe, daging sapi, hingga cabai kompak melesat.

“Ya mau gimana lagi, sebagai ibu rumah tangga tidak bisa berbuat banyak, konsekuensinya adalah memutar otak agar kebutuhan belanja selalu tercukupi,” keluhnya.

Hal yang sama juga dialami oleh Suhira, ibu rumah tangga asal Pasar Minggu Jakarta Selatan. Ia mengaku kondisi masyarakat saat ini serba susah, setelah sebelumnya harga pangan juga melonjak.

“Seharusnya tidak naik dulu kasihan masyarakat, apalagi sekarang lagi pandemi banyak yang di-PHK, banyak pedagang yang sepi, ketambahan (kenaikan harga) bahan-bahan pokok tambah susah lagi,” ujar Suhira saat berbincang dengan kumparan, Senin (28/2).

Tak hanya dirinya, Suhira juga menceritakan kondisi tetangganya yang seorang pedagang. Mereka banyak yang kesulitan dengan situasi pelik seperti ini.

“Yang berasa banget itu yang penjual-penjual yang dekat rumah saya, yang jualan di dekat sekolah, pandemi ini kan sekolah sepi sementara mata pencaharian sepi.

Akhirnya mereka pindah ke dekat jalan, itu pun mereka sampai sore sepi gak ada pembeli. Di samping mereka harus pada bayar kontrakan, bayar anak sekolah, biaya makan juga,” ujarnya. {kumparan}