News  

Wakil Ketua DPD RI, Mahyudin: Penundaan Pemilu Tak Otomatis Perpanjang Masa Jabatan Presiden

Wakil Ketua DPD Mahyudin turut merespons wacana penundaan Pemilu 2024 yang diusulkan sejumlah ketua umum partai. Mahyudin berpendapat, penundaan Pemilu 2024 tidak secara otomatis berarti akan memperpanjang jabatan presiden.

Mahyudin menekankan, penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan merupakan dua hal yang berbeda.

“Penundaan pemilu dengan perpanjangan masa jabatan presiden itu merupakan dua hal yang berbeda. Sehingga penundaan pemilu tidak secara otomatis berarti perpanjangan masa jabatan presiden,” kata Mahyudin kepada wartawan, Jumat (4/3).

Mahyudin menerangkan untuk merealisasikan usulan penundaan, pelaksanaan pemilu harus melalui jalan mengubah Undang-Undang Pemilu. Mengingat di dalam Undang-Undang Pemilu tidak dikenal terminologi penundaan pemilu.

“Di dalam Undang-Undang Pemilu sendiri belum ada aturan terkait penundaan pemilu. Kecuali mau mengubah Undang-Undang Pemilu demi menunda pelaksanaan pemilu yang sudah dijadwalkan,” jelas Mahyudin.

Sedangkan untuk memperpanjang masa jabatan presiden harus melalui jalan amandemen UUD 1945. Perpanjangan masa jabatan presiden bahkan belum diatur dalam UUD 1945.

“Tidak ada aturan perpanjangan masa jabatan presiden secara otomatis jika pemilu ditunda, kecuali dilakukan amandemen terhadap UUD NRI 1945,” tuturnya.

Sehingga tanpa ada alasan yang kuat, maka tidak ada alasan untuk menunda pelaksanaan Pemilu 2024 yang sudah dijadwalkan. Apalagi akan ada dampak yang rumit akibat penundaan. Sebab, penundaan pemilu tak bisa menjadi dasar bagi perpanjangan masa jabatan presiden, DPR, DPD, dan DPRD.

“Maka kalau pelaksanaan pemilu tertunda harus ditunjuk Plt. Bagaimana caranya mem-Plt-kan itu semua? Menjadi rumit urusannya,” pungkas Mahyudin.

Isu penundaan Pemilu 2024 mencuat tak lama setelah pemerintah, KPU, dan Komisi II DPR menyepakati 14 Februari 2024 sebagai jadwal pemilihan umum.

Usulan penundaan Pemilu 2024 muncul dari Ketum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin), dengan alasan tidak ingin kehilangan momentum perbaikan ekonomi akibat pandemi COVID-19.

Usulan ini kemudian didukung Ketum PAN Zulkifli Hasan dan Ketum Golkar Airlangga Hartarto, meski Airlangga tidak menyatakan dukungannya secara eksplisit.

Usulan Cak Imin itu langsung menuai pro dan kontra. NasDem dan PDIP menyatakan menolak usulan Cak Imin tersebut dan tetap berpegang pada konstitusi bahwa pemilu diadakan 5 tahun sekali dengan masa jabatan presiden, wakil presiden, DPR hingga DPD hanya 2 periode. {kumparan}