News  

Kasus ASABRI, Teddy Tjokrosapoetro Didakwa Rugikan Negara Rp.22,7 Triliun

Direktur PT Rimo International Lestari, Teddy Tjokrosapoetro, didakwa merugikan negara senilai Rp 22,7 triliun. Jaksa mengungkapkan siasat permainan saham yang dilakukan Teddy bersama Benny Tjokrosaputro.

“Telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu di antaranya memperkaya terdakwa Teddy Tjokrosapoetro, Benny Tjokrosaputro, dan Jimmy Sutopo,

yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,atas pengelolaan investasi saham dan reksa dana pada PT ASABRI tahun 2012 sampai dengan 2019 telah merugikan keuangan Negara cq PT ASABRI sebesar Rp 22.788.566.482.083,” kata jaksa Zulkipli di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (15/3/2022).

Dimana dari kerugian tersebut diantaranya, kata jaksa, terdapat kerugian dalam reksa dana pada Manager Investasi PT Asia Raya Kapital dan PT Maybak Asset Management.

“Yang pengelolaannya dikendalikan oleh Benny Tjokrosaputro yang memiliki portofolio saham RIMO, NUSA, dan POSA yang diakibatkan oleh perbuatan Terdakwa Teddy Tjokrosapoetro bersama dengan Benny Tjokrosaputro dan afiliasinya dengan total perolehan saham RIMO, NUSA, dan POSA seluruhnya sebesar Rp 594.073.705.505,” jelas jaksa.

Kasus bermula saat Dirut PT ASABRI 2012-2016 Adam Rachmat Damiri bersama-sama dengan Ilham Wardhana Bilang Siregar dan Direktur Investasi dan Keuangan ASABRI Bachtiar Effendi pada 2013 melakukan kesepakatan dengan Benny Tjokrosaputro untuk membeli saham yang telah dibeli PT ASABRI.

Kemudian, Benny pun menyepakatinya dengan syarat ASABRI membeli saham MTN PT Blessindo Terang Jaya senilai Rp 300 miliar, padahal diketahui bahwa MTN PT Blessindo Terang Jaya tersebut tidak memiliki rating.

ASABRI pun menyanggupi itu, hingga akhirnya saham ASABRI, yakni SIAP, META, dan SSMS, dibeli oleh Benny Tjokro senilai Rp 802 miliar. Saham itu dibeli menggunakan uang dari hasil penjualan saham PT Harvest Time.

Singkat cerita, karena saham MTN milik Benny Tjokro yang dibeli ASABRI itu tidak menguntungkan, saham MTN tersebut dijual lagi ke Benny Tjokro dengan nilai Rp 302.449.962.500, padahal sebelumnya saham itu dibeli seharga Rp 300 miliar.

Jaksa mengungkapkan, setelah itu, kembali dilakukan kesepakatan, yakni ASABRI membeli saham PT Hanson International milik Benny.

Namun, selang berapa lama, Dirut ASABRI yang saat itu sudah dijabat Sonny Widjaja meminta Benny membayar kembali semua saham PT Hanson yang dibeli ASABRI sebelumnya.

“Pada 6 Januari 2020, Benny Tjokrosaputro telah menandatangani surat pernyataan membantu PT ASABRI yang berisi bahwa dirinya berkomitmen untuk mengikatkan diri dengan PT ASABRI guna memulihkan investasi PT ASABRI sebesar Rp 5.633.745.767.445.

Namun, sampai dengan April 2021, tidak ada realisasi pembayaran atas komitmen tersebut,” ungkap jaksa Zulkipli.

Jaksa mengatakan Benny Tjokro melakukan transaksi investasi dan reksadana saham di ASABRI guna menampung saham milik dia dan Teddy Tjokrosapoetra.

“Reksa dana yang digunakan oleh Benny beserta pihak-pihak terafiliasinya dalam pengaturan investasi PT ASABRI antara lain reksa dana yang dikelola oleh PT Asia Raya Kapital, PT Maybank Asset Management dan PT Emco Asset Management, yang menampung saham-saham milik Benny dan Terdakwa diantaranya saham RIMO, NUSA, dan POSA,” papar jaksa.

Siasat Benny dan Teddy Naikan Saham

Jaksa menuturkan Benny Tjokro dan Teddy Tjokro menjalankan transaksi saham dengan ‘curang’ agar saham-saham miliknya dibeli oleh ASABRI.

Cara curang yang dimaksud jaksa yakni Benny bersama afiliasinya termasuk Teddy Tjokrosapoetro melakukan transaksi saham semu agar menaikkan nilai saham Benny Tjokro dengan tujuan dibeli oleh ASABRI.

“Terdapat beberapa pihak lain yang langsung berhubungan dengan Benny Tjokrosaputro untuk melakukan transaksi semu yang bertujuan untuk menaikkan harga saham berupa transaksi repo atas saham-saham milik Benny Tjokrosaputro

di antaranya PT Vicaces Prabu Investment milik Pavithar Hardjani dan PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha yang merupakan perusahaan milik Eveline Pietruschka dan MANFRED PIETRUSCHKA sebagai penerima manfaat,” tutur jaksa.

Adapun saham-saham yang dibeli secara langsung oleh PT ASABRI dari Benny Tjokrosaputro ialah PT Hanson Internasional Tbk (MYRX), PT Bumi Teknokultura Unggul Tbk (BTEK), PT Armidian, Karyatama Tbk (ARMY), dan PT Hotel Mandarine Regency Tbk (HOME).

Selain itu, terdapat beberapa saham lain yang dimiliki Benny, yakni PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk (CNKO), PT Pikko Land Development Tbk (RODA), PT Asuransi Jasa Tania Tbk (ASJT), dan PT Bali Towerindo Sentra (BALI),

serta beberapa saham BUMN yang sebelumnya dibeli oleh Benny kemudian dijual ke PT ASABRI, yaitu PT Aneka Tambang (ANTM), PT Indofarma (INAF), PT Kimia Farma (KAEF), PT Pelat Timah Nusantara Tbk (NIKL), serta PT Krakatau Steel (KRAS).

Selain pembelian saham secara langsung, pihak PT ASABRI dan Benny bersepakat untuk melakukan pengaturan atas investasi PT ASABRI pada reksa dana yang diatur dan dikendalikan oleh Benny beserta pihak-pihak terafiliasinya, yaitu berkomunikasi dengan pihak Manajer Investasi terkait jenis saham, nilai saham, jenis transaksi, dan counter party.

Pengaturan reksa dana yang awalnya ditujukan untuk merestrukturisasi saham-saham Benny yang dibeli ASABRI dan mengalami penurunan harga.

Akan tetapi, dengan adanya kesepakatan reksa dana yang dimaksud dikendalikan oleh Benny, selanjutnya dana investasi PT ASABRI pada reksadana pada Manajer Investasi PT Asia Raya Kapital,

PT Maybank Asset Management, dan PT Emco Asset Management digunakan juga untuk membeli dan menampung saham-saham milik Benny dan Teddy Tjokrosapoetro, di antaranya saham RIMO, NUSA, dan POSA.

“Saham RIMO, NUSA, dan POSA milik Benny dan Terdakwa Teddy Tjokrosapoetro sebelum ditransaksikan ke reksa dana milik PT ASABRI dipersiapkan terlebih dahulu oleh Terdakwa dan Benny melalui proses initial public offering (IPO) dan atau penawaran umum terbatas (PUT)/rights issue,

di mana dalam proses tersebut di antaranya dilakukan penentuan pembeli siaga (standby buyer) dalam proses PUT atau menentukan penjatahan pasti (fix allotment) saham dalam proses IPO oleh Terdakwa kepada nominee-nominee yang dikendalikan oleh Benny Tjokro bersama-sama dengan Terdakwa,

selanjutnya dilakukan transaksi antar nominee untuk menaikkan harga saham dan menciptakan persepsi pasar bahwa saham-saham tersebut merupakan saham liquid. Adapun proses IPO dan atau rights issue terhadap saham RIMO, NUSA, dan POSA,” kata jaksa Zulkipli.

Dari transaksi saham yang dilakukan petinggi ASABRI dan Benny Tjokro, jaksa menyebut Teddy Tjokrosapoetro dan Jimmy Sutopo telah diperkaya sebesar Rp 6.087.917.120.561.

“Rangkaian perbuatan melawan hukum yang dilakukan Adam Rachmat Damiri, Bachtiar Effendi, Ilham Wardhana Bilang Siregae, Hari Setianto, Sonny Widjaja, bersama-sama Benny Tjokrosaputro,

terdakwa Teddy Tjokrosapoetro, dan Jimmy Sutopo dalam pengelolaan investasi dalam bentuk pembelian saham dan reksa dana menggunakan dana investasi PT ASABRI tahun 2012-2019 telah menguntungkan terdakwa dan orang lain, di antaranya menguntungkan Benny Tjokrosaputro, terdakwa Teddy Tjokrosapoetro, dan Jimmy Sutopo sebesar Rp6.087.917.120.561,” pungkas jaksa Zul.

Atas dasar itu, Teddy didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. {detik}