Dukung Yasonna, Rahmad Handoyo: Izin Praktik Dokter Harusnya Kewenangan Pemerintah Bukan IDI

Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, mendukung pernyataan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly yang menilai bahwa Ikatan Dokter Indonesia (IDI) perlu dievaluasi.

Ia mengatakan, ramainya polemik soal IDI jadi momentum yang baik untuk penyempurnaan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran dan Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

“Saya kira ada momentum yang baik ya hiruk-pikuk terhadap IDI ini menjadi momentum baik untuk penyempurnaan UU Pendidikan Kedokteran maupun (undang-undang) Praktik Kedokteran,” kata Rahmad kepada Republika, Kamis (31/3/2022).

Rahmad menuturkan, ada banyak isu yang harus diangkat di dalam penyempurnaan dua undang-undang tersebut. Salah satunya ihwal pemberian izin praktik kedokteran yang seharusnya merupakan kewenangan pemerintah.

“Sedangkan IDI kan sebagai sebuah tak lebih dari sebuah organisasi di luar pemerintah. Organisasi profesi yang berkumpul dan berserikat, itu. Tapi kewenangan di dalam undang-undang kan begitu banyak ya, semua keputusan semua kebijakan senantiasa melibatkan IDI, nah IDI pun dalam hal ini juga independen, di luar pemerintah,” jelasnya.

Ia menambahkan, Pemerintah selama ini tidak bisa campur tangan dalam melakukan pengawasan terhadap IDI. Padahal posisi IDI dinilai begitu sentral.

Sementara itu, dirinya juga menyinggung soal keanggotaan IDI yang sukarela. Menurutnya aneh jika izin praktik kedokteran justru diwajibkan menjadi anggota IDI.

“Nah itu yang harus disempurnakan, diperbaiki, kita dudukan di mana peran fungsi pemerintah, di mana peran fungsi IDI atau pun lembaga profesi untuk menyuarakan aspirasi dari sesama profesi, itu semangatnya,” ungkapnya.

Prinsipnya, Rahmad menegaskan, penyempurnaan UU Praktik Kedokteran dan UU Pendidikan Kedokteran dilakukan untuk mengembalikan semangat bahwa pemerintah merupakan regulator.

Namun demikian, di samping itu perbaikan itu juga menjadi pintu masuk untuk menyelesaikan berbagai persoalan di dunia kedokteran.

“Banyak isu yang harus kita sempurnakan salah satunya adalah masih begitu banyaknya wilayah kita yang tidak tersentuh dokter spesialis, masih banyaknya kota yang tidak tersentuh dokter-dokter spesialis, intinya apa, bahwa pemerataan dokter di wilayah Indonesia begitu kurang,” tuturnya.

“Saya kira banyak isu-isu yang tidak hanya sebatas soal IDI ya, IDI bagian kecil dari proses penyempurnaan,” imbuhnya.

Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly menilai, bahwa posisi IDI harus dievaluasi. Hal tersebut disampaikan Yasonna melalui media sosial menyusul pemecatan Terawan sebagai anggota IDI.

“Saya sangat menyesalkan putusan IDI tersebut, apalagi sampai memvonis tidak diizinkan melakukan praktik untuk melayani pasien. Posisi IDI harus dievaluasi,” kata Yasonna seperti dikutip akun Instagram-nya yang diverifikasi, Rabu (30/3/2022).

Direktur Utama RSPAD Gatot Subroto Letjen TNI A. Albertus Budi Sulistya mengungkapkan, Terawan masih menjalankan praktiknya di RSPAD Gatot Subroto. Namun, ia belum mau berkomentar banyak terkait pemecatan Terawan dari keanggotaan IDI.

“Beliau masih berpraktek di RSPAD Gatot Soebroto. Pada saatnya saya selaku Ka RSPAD Gatot Soebroto akan memberikan penjelasan,” ujar Albertus saat dikonfirmasi, Selasa (29/3).

Dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Mantan Tenaga Ahli (TA) Menteri Kesehatan era Terawan Agus Putranto, Andi, menuturkan, hingga kini Terawan masih bekerja seperti biasa. Kepada dirinya, Terawan mengaku masih sangat bangga dan merasa terhormat berhimpun di IDI.

Menurut Terawan, IDI seperti rumah kedua, menjadi tempatnya bernaung, bersama saudara-saudara sejawat lain. Mantan Menkes itu juga menyinggung soal sumpah dokter yang dijadikan landasan dalam setiap langkah.

“Saya sudah disumpah akan selalu membaktikan hidup saya guna perikemanusiaan, mengutamakan kesehatan pasien dan kepentingan masyarakat,” ujar Andi menirukan Terawan, Selasa.

Adapun, lewat konferensi pers pada hari ini, Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi berharap semua pihak dapat menerima semua keputusan yang ada. Ia pun akan menjalankan amanah yang diberikan.

Adib menekankan, keputusan pemberhentian Dr Terawan Agus Putranto merupakan proses panjang sejak 2013 sesuai dengan laporan Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK).

Bahkan, menurutnya, hak-hak Terawan selaku anggota IDI telah disampaikan oleh MKEK untuk digunakan mengacu kepada ketentuan AD ART dan tata laksana organisasi.

“Saya tekankan bahwa dalam organisasi IDI ada yg bertugas secara otonom di antaranaya adalah MKEK, perlu saya tekankan disini bahwa pertanggungjawaban etik adalah MKEK.

Proses panjang tadi adalah proses yang dilakukan MKEK, yang kemudian diberikan amanah di Muktamar kemudian diserahkan ke PB IDI baru dan ini jadi tanggung jawab yang harus saya lakukan putusan Muktamar,” kata Adib, Kamis.

“Mudah-mudahan dipahami semua pihak. Momentum muktamar IDI diharapkan mengembalikan profesi dokter IDI yang senantiasa bersinergi dengan pemerintah, masyarakat Indonesia. Jadikanlah momentum muktamar ini terbaik untuk bangsa dan masyarakat,” sambung Adib. {republika}