News  

Temukan Dugaan Kartel Minyak Goreng, KPPU Desak Audit Sektor Perkebunan

Dugaan pelanggaran ditemukan kembali oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada bidang usaha minyak goreng. Menariknya, yang ditemukan tidak hanya dalam hal penentuan harga tapi juga ketimpangan penguasaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit.

Ketua KPPU Ukay Karyadi menjelaskan, tren penurunan harga crude palm oil (CPO) pada masa dan paska larangan ekspor CPO tidak diiringi oleh penurunan harga minyak goreng kemasan.

Di tambah lagi, adanya ketimpangan penguasaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit secara nasional, dan berpotensi membawa permasalahan persaingan usaha terkait penguasaan lahan dan kontrol di sisi hilir produk.

“KPPU merekomendasikan agar tidak hanya di industri minyak gorengnya saja yang dikawal, tapi juga dari produksi kelapa sawitnya. Ibaratnya sudah keruh di mata airnya, kita sibuk menjernihkan di muaranya,” ujar Ukay dalam jumpa pers di Kantor KPPU dibilangan Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (1/5).

Ukay mengurai, isu minyak goreng sudah dikaji sejak September 2021 oleh KPPU, dan telah ditemukan adanya dugaan kartel karena kenaikan harga dilakukan bersama-sama, meskipun memiliki sumber bahan baku yang berbeda.

“Adanya integrasi vertikal, struktur pasar oligopoli, dan tingkat konsentrasi pasar yang sudah pada posisi 50 persen, menjadi sinyal bagi KPPU untuk mengalihkan kajian ke proses investigasi per 27 Januari 2022,” paparnya.

Berdasarkan hal tersbeut, KPPU telah menyampaikan saran dan pertimbangan pada pemerintah di awal tahun, yang salah satu poinnya sejalan dengan apa yang dijalankan pemerintah yaitu memastikan keberadaan stok minyak goreng dari level produsen, distributor, agen, hingga pedagang eceran (retail).

“Untuk itu diperlukan proses pelacakan (tracing) untuk tiap tahap jalur distribusi tersebut,” imbuhnya.

Namun demikian, lantaran ditemukan adanya dugaan pelanggaran Izin Usaha Perkebunan (IUP) oleh sejumlah perusahaan minyak goreng, perlu dilakukan audit di hulu, yaitu di sektor perkebunannya.

Dipaparkan Direktur Kebijakan Persaingan KPPU Marcellina Nuring, berdasarkan UU Agraria dan UU Perkebunan mengamanatkan pembatasan luasan lahan yang dapat dikuasai untuk melakukan usaha perkebunan.

Pembatasan diatur dalam Permentan 98/2013 tentang Izin Usaha untuk perusahaan/kelompok/grup perusahaan, yakni untuk tanaman kelapa sawit dibatasi 100.000 hektar.

Sementara PP 26/2021 tentang penyelenggaraan Bidang Pertanian mengatur pembatasan luas lahan Perkebunan berdasarkan izin usaha untuk 1 perusahaan perkebunan. Namun pada kenyataannya beberapa kelompok pelaku usaha perkebunan memiliki lahan lebih dari 100.000 ha.

Maka dari itu, Nuring berpendapat kondisi ini perlu diperhatikan mengingat penguasaan lahan yang terlalu besar akan berpotensi membawa permasalahan persaingan usaha terkait kontrol di sisi hilir produk.

“Dari analisis yang dilakukan KPPU, diketahui bahwa ada 5 perusahaan besar penghasil minyak goreng di Indonesia, memiliki luasan lahan sawit terbesar dan melebihi ketentuan terkait Izin Usaha Perkebunan Kelapa Sawit,” demikian Nuring menambahkan.(Sumber)