UU Penyelenggaraan Haji Dan Umrah Bakal Dibahas Ulang, Ace Hasan: Pembagian Kuota Direvisi

Selepas acara Jagong Masalah Umrah dan Haji (Jamarah) di Hotel Grand Sunshine, Minggu 13 November 2022, Wakil Ketua Komisi VIII DPR H. Tb Ace Hasan Syadzily mengatakan, UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah perlu direvisi.

Meski baru tiga tahun diundangkan, namun Kang Ace, panggilan akrab Ace Hasan Syadzily, melihat ada sejumlah pasal dalam Undang-Undang Haji No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) yang perlu disesuaikan. “Tentunya disesuaikan dengan konteks perhajian di masa sekarang dan masa yang akan datang,” katanya.

“Jamarah” yang digelar Kemenag Jabar dan Komisi VIII DPR ini dihadiri Kepala Kemenag Kabupaten Bandung H. Abdurrahim. Ratusan orang dari KBIHU, biro peryelenggara umrah, ormas Islam dan aktivis keagamaan lainnya juga hadir. Menurut Kang Ace, diperlukan langkah revisi undang-undang tersebut bekerja sama dengan pemerintah.

“Komisi VIII DPR RI bersama pemerintah akan segera merumuskan pasal pasal yang dianggap tidak relevan lagi terhadap kondisi perhajian di era baru. Komisi VIII DPR RI berencana menggandeng PTKIN maupun pihak-pihak lainnya untuk membahas dan menyampaikan pandangan terhadap situasi yang terjadi,” kata Kang Ace yang berasal dari Dapil Kabupaten Bandung dan Bandung Barat ini.

Dia mencontohkan soal pengaturan kuota haji khususnya apabila ada kuota lebih untuk haji reguler. “Apakah kuota haji yang lebih ini akan diserahkan kepada travel haji khusus atau bagaimana?” katanya. Selain itu, masalah haji furoda dan kuotanya juga harus diatur secara lebih jelas dan tegas.

“Jangan sampai Muslimin menjadi korban akibat praktek penyelenggaraan haji furoda yang dijanjikan daftar tahun ini dan berangkat tahun ini,” katanya. Menurut Kang Ace, Komisi VIII DPR telah mengusulkan ke Badan Legislasi (Baleg) terkait rencana revisi UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah ini.

“Tidak semua pasal yang akan direvisi, hanya beberapa pasal yang terkait dengan biaya dan penyelenggaraan Ibadah Haji yang sangat relevan dan perlu mengantispasi perubahan kebijakan pemerintah Arab Saudi,” katanya.

“Ini harus disesuaikan dengan kondisi saat ini atau bersifat fleksible serta memilki payung hukum yang jelas bila ada perubahan mendadak,” ujar Marwan. Langkah antisipasi tersebut, kata Kang Ace, juga dalam rangka mendukung kinerja Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sebagai penerima mandat pengelolaan keuangan haji.

Pada musim haji Tahun 2022, Pemerintah Arab Saudi secara mendadak menerbitkan kebijakan menaikkan biaya pelayanan Masyair Haji 2022 dalam jumlah yang sangat signifikan. “Apabila terjadi lagi hal demikian dan kita tidak mampu bersama-sama memecahkan solusinya, keuangan haji bisa saja kolaps,” ujarnya. (sumber)