News  

Kunci Kemenangan Anies Baswedan di Pilpres 2024

Ada dua titik krusial penentu kemenangan Anies Baswedan di Pilpres 2024.

Pertama, soal sosok calon wakil presiden (wapres) yang mampu menarik suara pemilih Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dua propinsi di Indonesia yang menjadi lumbung suara setelah Jawa Barat.

Kedua, soal strategi partai pendukung dan relawan Anies Baswedan meminimalisasi kecurangan pemilu karena hampir tak mungkin meniadakan kecurangan saat kejujuran begitu mahal di negeri ini.

Belajar dari Pilpres 2014 dan 2019. Pasangan Prabowo-Hatta kalah telak di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pilpres 2014 Prabowo-Hatta di Jawa Tengah kalah tragis. Hanya memperoleh 33,35% dan Jawa Timur mampu memperoleh 46,83%.

Pilpres 2019, Prabowo-Sandi lebih telak lagi kalah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jawa Tengah Prabowo-Sandi super tragis. Tertinggal jauh jumlah perolehan suara dari Jokowi-Ma’ruf 77%. Sedangkan Prabowo-Sandi cuma 23%. Selisih suara 54% atau 11,8 juta lebih.

Demikian juga di Jawa Timur. Basisnya NU. Prabowo-Sandi memperoleh 34%. Selisih suara dengan Jokowi-Ma’ruf sangat tebal. Sekitar 7,7 juta suara atau 34%.

Pilpres 2014 dan 2019, baik Prabowo-Hatta maupun Prabowo-Sandi hanya unggul di Banten dan Jawa Barat. Kalah tipis di DKI Jakarta dan DI Yogyakarta.

Pilpres 2014 di Banten, Prabowo-Hatta unggul sekitar 14,2% atau 794.040 suara. Sementara Pilpres 2019, Prabowo-Sandi di Banten unggul 23% atau 1,5 juta suara dari pasangan Jokowi-Ma’ruf.

Bagaimana dengan Jawa Barat? Pilpres 2014 Prabowo-Hatta unggul 19,56% atau 4,6 juta suara dari pasangan Jokowi-JK. Pilpres 2019 Prabowo-Sandi unggul sekitar 5,3 juta suara atau 19,8%.

Pilpres 2014 selisih perolehan suara antara Jokowi-JK dengan Prabowo-Hatta hanya 6,3% atau 8,4 juta suara. Pasangan Jokowi-JK memperoleh 53,15%. Sementara itu, Prabowo-Hatta memperoleh 46,85%.

Anehnya Pilpres 2019. Selisih suara antara Jokowi-Ma’ruf dengan Prabowo-Sandi semakin jauh, hampir 17 juta suara atau 11%. Sama persis dengan jumlah pemilih siluman yang pernah heboh itu. Jokowi-Ma’ruf memperoleh 55,50% suara. Prabowo-Sandi hanya memperoleh 44,50%. Padahal, kampanye Prabowo-Sandi selalu penuh dengan jutaan massa di berbagai daerah. Ada apa? Perlu diteliti lebih lanjut.

Data ini sejalan dengan hasil survei terbaru yang dirilis Poltracking Indonesia (15/12). Anies Baswedan unggul di Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat. Anies Baswedan kalah telak di Jawa Tengah. Ganjar Pranowo unggul tebal 71,4 persen. Sementara Anies Baswedan hanya mengoleksi 9 persen. Ganjar Pranowo juga unggul di Jawa Timur. Sementara Anies Baswedan masih menempati urutan ketiga dibawah Prabowo Subianto.

Dari data dan hasil survei tersebut kita berkesimpulan bahwa penentu kemenangan Jokowi-JK dan Jokowi-Ma’ruf adalah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Apalagi kekalahan Prabowo di dua Pilpres tersebut, kekalahan mutlak dengan selisih suara 19,5 juta suara di Pilpres 2019. Bandingkan dengan Jawa Barat dan Banten, Prabowo-Sandi hanya unggul 6,8 juta suara. Selisih kekalahan Prabowo-Sandi 12,7 juta suara jika dibandingkan dengan kemenangan Jokowi-Ma’ruf di empat propinsi di Pulau Jawa. Setidaknya, Anies Baswedan harus mampu merebut lebih dari 10 juta pemilih baru bila ingin menang di Pulau Jawa.

Dari data di atas, menunjukkan bahwa kunci kemenangan Anies Baswedan di Pilpres 2024 sangat ditentukan oleh:

Pertama, strategi yang akan dijalankan oleh partai pengusung dan relawan Anies Baswedan dengan mempertebal kemenangan di Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat serta memperkecil kekalahan di Jawa Tengah dan merebut kemenangan di Jawa Timur dan DI Yogyakarta.

Jawa Barat misalnya, partai pengusung dan relawan Anies Baswedan harus mampu menyapu bersih kemenangan di 27 kabupaten/kota Jawa Barat dengan merebut kemenangan di 6 kabupaten/kota di Jawa Barat seperti Indramayu, Subang, Kabupaten dan Kota Cirebon, Kota Banjar dan Pangandaran.

Termasuk mempertahankan suara yang bakal diperoleh Anies Baswedan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, NTB dan Maluku. Bila perlu merebut kemenangan di Papua dan NTT sebagai basis Partai NasDem.

Kemenangan di Jawa Barat minimal 75% atau sekitar 4,5 juta suara tambahan dari hasil Pilpres 2019 harus diraih Anies Baswedan. Dari sinilah kita mengkaji bahwa duet Anies Baswedan-Ridwan Kamil tidak menguntungkan secara electoral. Disamping ceruk pemilihnya sama. Amat sulit pasangan ini laku ‘dijual’ di Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Kedua, memperkecil kekalahan di Jawa Tengah dan merebut kemenangan di Jawa Timur. Khususnya Jawa Timur target harus menang. Diharapkan penambahan kemenangan Anies Baswedan di Jawa Timur 55 persen.

Strateginya dengan memilih sosok calon wakil presiden pendamping Anies Baswedan dari Jawa Tengah atau Jawa Timur yang bisa mendongkrak suara Anies Baswedan di Jawa Timur. Bisa Ganjar Pranowo, Khofifah Indar Parawansa atau sering yang disebut-sebut duet Anies-AHY. Pilih salah satu dari ketiga tokoh tersebut atau tokoh lain yang paling kecil resistensi politiknya dan paling berpotensi besar meraup suara di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Ketiga, bagaimana partai pendukung dan relawan Anies Baswedan merangkul kelompok Islam kanan yang menolak pemilihan umum. Suara mereka sangat besar di Indonesia. Diprediksi ada sekitar 20 juta kelompok Islam kanan yang menolak pemilihan umum.

Keempat, meminimalisasi kecurangan pemilu yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, masif bahkan cenderung brutal.

Seperti dengan mencermati fenomena turunnya tingkat partisipasi pemilih atau golongan putih alias golput, khususnya di Pilpres 2014 dan 2019. Angka golput Pilpres 2014 sebesar 30,42% atau setara dengan 57 juta pemilih. Sedangkan golput Pilpres 2019 turun sebesar 12,39% menjadi 18,03%. Adakah indikasi turunnya angka golput dengan kecurangan? Wallahua’lam. Inilah yang perlu diwaspadai dengan melakukan pengawalan sedini mungkin agar Pemilu diselenggarakan secara jujur dan adil.

Menjamin independensi penyelenggara pemilu dan netralitas birokrasi, TNI maupun Polri. Independensi dan netralitas tidak hanya sebatas retorika belaka. Benar-benar diimplementasikan dengan sanksi hukum yang seberat-beratnya.

Titik kecurangan lainnya bahkan paling krusial. Mengawal formulir C1. Mulai dari TPS hingga ke KPU Pusat. Setiap jenjang dikawal secara ketat, disiplin dan penuh tanggung jawab.

Ini yang selalu menjadi masalah, saksi. Soal Saksi yang akan ditempatkan di TPS secara berjenjang agar benar-benar terseleksi secara baik. Lebih dari 200 simpul relawan Anies Baswedan bisa dikonsentrasikan untuk kawal dan saksi di TPS. Jangan sampai terulang kasus tidak ada saksi di TPS sebagai akibat tidak terdistribusinya honor para saksi. Bila perlu disiapkan dengan teknologi aplikasi kawal pemilu yang canggih.

Terakhir yang perlu diperhatikan adalah, soal pemilih siluman dan TPS khusus yang sulit dikontrol. Masalah pemilih siluman dan TPS khusus ini juga tidak bisa dianggap sepele. Apalagi banjirnya TKA China masuk ke Indonesia dalam 7 (tujuh) tahun terakhir ini.

Wallahua’lam bish-shawab.
Bandung, 22 Jumadil Ula 1444/16 Desember 2022
Tarmidzi Yusuf, Ketua Umum JABAR MANIES