Menteri Ketenagakerjaan (Mennaker) Hanif Dhakiri menyatakan informasi tentang tenaga kerja asing (TKA) asal Cina di Cianjur, Jawa Barat yang memiliki e-KTP adalah kabar bohong atau hoaks. Pernyataan tersebut dilansir melalui Kumparan.
Hanif tetap tidak percaya meski Disnakertrans dan Disdukcapil Cianjur membenarkan adanya warga China di Cianjur yang punya e-KTP.
Kepala Disnakertrans Cianjur Dwi Ambar Wahyuningtyas pada Jumat (15/2) lalu mengatakan, e-KTP yang dikantongi TKA tersebut berasal dari Disdukcapil Cianjur, tepatnya sebagai warga Kelurahan Muka
“Hoaks. Saya sudah dapat informasi itu,” kata Hanif usai meresmikan Studio Fashion Tecnology milik Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Semarang, Jawa Tengah pada Selasa (26/2/2019), seperti dilansir Tirto.
“Hoaks. Itu super hoaks,” tambah Hanif, di Semarang, Jawa Tengah, Selasa. “Itu editan kok. Jadi izin tinggalnya ada, tapi dibuat seolah-olah ada e-KTP. Sudahlah jangan percaya hoaks. Hancur Republik ini kalau semua orang percaya hoaks”.
Menurut Hanif, Warga Negara Asing (WNA) asal Cina, yang dikabarkan memiliki e-KTP, itu memang mengantongi izin tinggal di Indonesia.
Namun, dia menegaskan, gambar KTP elektronik atau e-KTP milik WNA tersebut yang beredar di media sosial merupakan hasil editan.
Hanif menjelaskan jumlah TKA yang berada di Indonesia saat ini tercatat mencapai 95 ribu orang atau hanya 0,08 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Angka itu, kata dia, jauh lebih sedikit daripada perbandingan jumlah TKA dengan penduduk di negara-negara lain.
TKA Dipastikan Tidak Ikut Pemilu
Para TKA ini dipastikan tak punya hak pilih di Pemilu 2019 nanti. Demikian diungkapkan Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh.
“Di dalam KTP-nya ditulis dengan warga negara mana, misalnya Singapura, Malaysia, sehingga
KTP elektronik itu tidak bisa digunakan untuk mencoblos, karena syarat untuk mencoblos adalah WNI,” ujarnya di Jakarta, Selasa (26/2/2019).
Ia menambahkan, WNA tidak dilarang memiliki e-KTP karena sudah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk). Ada syarat-syarat yang ketat bagi TKA untuk mendapatkan e-KTP.
“Tidak haram WNA punya KTP elektronik. Syaratnya ketat harus punya izin tinggal tetap yang diterbitkan dari imigrasi,” katanya kepada Wartaekonomi.
E-KTP TKA Rawan Disalahgunakan Untuk Politk
Semenara itu Jubir Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Ferry Juliantono berkomentar soal seorang Warga Negara Asing (WNA) asal China yang tinggal di Cianjur, Jawa Barat memiliki e-KTP. Ferry khawatir kepemilikan e-KTP tersebut berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan politik.
“Itu ada kok memang penyimpangan terhadap penggunaan e-KTP itu untuk tenaga kerja asing. Jadi itu menurut saya itu potensi kecurangannya, masyarakat pun sudah bisa nilai,” kata Ferry dikutip dari merdeka.
Ferry mengungkapkan, pihaknya sudah cukup sabar melihat peristiwa yang diduga untuk kepentingan politik tersebut. Politisi Partai Gerindra itu tak masalah bila tak ada pelarangan soal kepemilikan e-KTP. Namun, hal itu menimbulkan ketidakpercayaan di masyarakat terhadap proses pemilu..
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai, keberadaan e-KTP Indonesia yang dimiliki oleh Warga Negara Asing (WNA) asal China harus diselidiki hingga tuntas. Sebab, dia menilai, kasus ini adalah permasalahan yang serius.
“Saya kira ini masalah sangat-sangat serius, karena satu orang asing saja yang bisa menyusup ke negara kita itu ancaman bagi bangsa kita, apalagi banyak, jadi saya kira ini harus diselidiki,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/2).
Menurutnya, adanya e-KTP yang dimiliki warga negara China adalah skandal besar. Politisi Gerindra ini pun akan turun langsung menyelidiki kasus tersebut jika memang diperlukan.
“Ya nanti temuan-temuan akan kita selidiki, kalo benar begitu. Kalau perlu nanti saya ke sana melihat,” ungkapnya.
Fadli mengatakan, e-KTP hanya boleh dimiliki oleh orang Indonesia. Karena itu, adanya warga negara asing yang memiliki e-KTP Indonesia dinilai Fadli sebagai ancaman negara.
“Saya kira TNI harus terlibat di situ, karena ini sudah menyangkut ancaman negara,” ujarnya.