News  

Rocky Gerung: Capres Boneka Jadi Skenario Jokowi Jika Gagal Tunda Pemilu 2024

Tampaknya, upaya penundaan Pemilu tetap akan menjadi skenario dan menjadi opsi utama yang dirancangkan oleh Presiden Jokowi.

Namun, di tengah upaya penundaan pemilu, ada pernyataan dari Ketua Umum PBB,Yusril Ihsa Mahendra, tentang tidak bisa kalau dalam pilpres hanya ada calon tunggal.

Seperti kita ketahui bahwa Yusril adalah tim hukum andalan Jokowi. Apakah pertemuan Yusril mengisyaratkan akan adanya calon presiden boneka?

“Kalau kita lihat record Yusril Ihsa Mahendra, dia memang akademisi dan aktivis, tetapi selalu kita musti kasih semacam catatan kaki bahwa Yusril juga paham tentang cara berpolitik ala orde baru.

Di ujung masa jabatan Presiden Soeharto, Yusrillah yang melakukan manuver untuk mengasuh sifat perubahan yang konstitusional. Yusril sebagai Profesor terlatih untuk melihat peluang di dalam keadaan kemacetan politik,” ujar Rocky Gerung dalam Kanal You Tube Rocky Gerung Official edisiJumat (14/4/23) menganggapi fenomena Yusril.

Menurut Rocky, Yusril Ihsa Mahendra adalah orang yang memang diandalkan oleh Jokowi karena Jokowi tidak mungkin minta nasihat pada orang yang paham politik negara tapi tidak tahu lika liku politik. Sedangkan Yusril punya pengetahuan yang lengkap tentang hal itu.

“Jadi, kalau Yusril ucapkan sesuatu, bukan karena dia pakar hukum tata negara, tetati karena dia politisi yang memainkan dalil-dalil negara. Jadi, betul tadi bahwa tidak mungkin dan nggak bagus kalau hanya ada satu calon. Memang secara konstitusi juga kita tahu tidak mungkin hanya satu calon. Jika itu terjadi maka harus batal,” tambah Rocky.

Oleh karena itu, lanjut Rocky, kita baca bahwa di balik itu Yusril tentu menginginkan tetap ada satu calon lain supaya calon itu yang menang, lalu dipasangkan dengan seorang yang dirancang juga secara konstitusional untuk menjadi boneka pendamping, seolah ada kompetisi. Jadi, selalu kita mampu untuk menduga alam pikiran seseorang kalau kita paham recordnya.

“Jadi, sekali lagi, Yusril berbicara sebagai politisi dengan memanfaatkan kapasitas pengetahuan konstitusionalnya,” ujar Rocky.

Dengan pernyataan Yusril di atas, kita patut menduga bahwa ada skenario untuk menggagalkan calon-calon di luar koalisi besar, dalam hal Anies tentunya.

Namun, meski behadapan dengan koalis besar, koalisi perubahan yang mengusung Anies suarnya akan tetap mencukupi kalau Moeldoko tidak berhasil ‘membegal’ Demokrat. T

etapi, kalau Demokrat berhasil dibegal maka suaranya tidak mencukupi untuk mengsung Anies. Ini berarti, koalisi besar tinggal mengatur dan bagi-bagi sesuai kesepakatan.

“Ya itu sebabnya. Kalau skenario itu jalan, dan saya kira skenario itu akan jalan, karena sampai hari terlihat bahwa ada keraguan bahkan di dalam koalisi besar ini, untuk menghasilkan kesepakatan, terutama di dalam soal wakil presiden,” ujar Rocky.

Dalam diskusi bersama Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, itu Rocky juga mengatakan bahkan kubu Prabowo menduga dengan kuat bahwa koalisi yang diperbesar ini justru akan dipakai untuk menyamarkan transaksi-transaksi.

Karena, kalau Jokowi dari awal memang menginginkan agar Prabowo jadi presiden, mustinya bikin koalisi kecil saja yang memang efisien. Kalau koalisinya makin besar maka makin mudah berantakan. Apalagi kalau di ujungnya Megawati berubah pikiran lalu mencalon Ganjar, itu berantakan lagi, karena partai-partai yang sudah sepakat atau mungkin sudah ada perjanjian di bawah tangan pasti akan bereaksi.

Sebaliknya, kata Rocky, kalau Anies dijegal habis-habisan, orang akan berhitung mampu atau tidak Anies memanfaatkan upaya penjegalan itu untuk memimpin gerakan yang bersifat masif. Ini juga akan merumitkan keadaan, karena nanti akan ada dua kubu yang betul-betul elektoral sistem dan yang non elektoral.

Semua kekacauan ini, menurut Rocky, terjadi karena grip politik atau pegangan politik berantakan karena tetap berupaya untuk mencari selamat. Jokowi tidak punya grip sehingga kita lihat bahwa tukar tambah akan menjadi sangat luas dan makin lama makin luas ide supaya koalisi makin membesar,

“Jadi, kalau Pak Jokowi terus begini, dia akan sewa semua pakar hukum tata negara, itu membahayakan negara justru,” ujar Rocky.(Sumber)