News  

Capres HMI Vs Capres GMNI

DEKLARASI Ganjar sebagai capres oleh PDIP saat Hari Raya Idulfitri, dibuat seolah-olah menjadi semangat kemenangan partai dan umat Islam. Padahal seluruh isi bumi bersaksi, hanya PDIP dengan capresnya yang sekuler sering menista dan menghina Islam.

Mengulik kontestasi Anies dan Ganjar, hanya dengan kesadaran moralitas kebangsaan yang bisa menilai pertarungan hak dan batil pada capres HMI versus capres GMNI tersebut.

Kontestasi Pilpres 2024 semakin sengit. Selain kental diwarnai pertarungan antara capres yang didukung oligarki dengan capres yang didukung rakyat. Persaingan capres kali ini didominasi figur yang memiliki irisan kuat dengan aliran politik dan ideologi.

Munculnya nama Ganjar Pranowo yang menjadi kompetitor Anies Baswedan dalam bursa capres, beraroma menyengat adanya tarik-menarik kepentingan termasuk dalam ranah Kelompok Cipayung.

Anies sebagai alumni HMI dan Ganjar sebagai alumni GMNI, keduanya akan intens melakukan konsolidasi dan menarik semua potensi kekuatan yang berkolerasi serta memiliki benang merah dengan kelembagaan ekstra universiter itu.

Sebagai organisasi massa yang berbasis kampus, baik HMI maupun GMNI dalam tatanan pengurus dan alumni, bisa dipastikan akan menjadi supporting system dari kompetisi masing-masing figur capres yang berasal dari lingkarannya.

Sama-sama dari UGM dan sama-sama didukung oleh partai politik, menjadi menarik dan seksi membedah kompetisi Anies dan Ganjar dilihat dari perspektif latar belakang organisasi pergerakannya, terutama saat masih menjadi mahasiswa.

Anies dan Ganjar, keduanya merupakan kader dari organisasi kampus yang secara, historis, ideologis dan empiris ikut menentukan dinamika politik kebangsaan.

Selain PMII, GMKI, PMKRI dan lain-lain dalam wadah Kelompok Cipayung, alumni HMI menjadi penyumbang terbesar dalam peran politik dan kepemimpinan nasional yang disusul alumni GMNI.

HMI sejauh ini dianggap berhasil dan sukses melakukan distribusi peran kader di semua level strategis pemerintahan. Sebaran alumni HMI menjadi yang terbesar dan terbanyak menduduki jabatan penting dan berpengaruh pada institusi pemerintahan mulai dari legislatif, eksekutif, dan yudikatif hingga pada badan-badan dan komisi-komisi pelayanan publik.

Meskipun bicara pemimpin nasional level presiden tidak bisa lepas dari variabel kekuatan militer, poros katolik dan ormas-ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah dan lain sebagainya.

Setidaknya eksistensi alumni Kelompok Cipayung terlebih pada HMI, sangat signifikan piawai mendesain dan ikut menentukan transisi pemerintahan dan presiden terpilih di Indonesia selama ini. Jejaring alumni HMI yang tersebar luas dalam dunia usaha, partai politik dan ormas, melebihi kiprah alumni GMNI secara kuantitatif dan kualitatif, memberi ruang gerak yang lebih leluasa, terarah dan terukur bagi alumni HMI memenangkan capresnya.

Anies yang alumni HMI dan Ganjar yang alumni GMNI, kontestasi pada keduanya menegaskan ada atmosfir pertarungan capres yang merepresentasikan pertarungan instrumen politik Islam dan politik sekuler.

Anies juga dianggap sebagai figur perubahan yang paralel dengan kekuatan oposisi yang formal dan konstitusional. Dengan realitas rezim kekuasaan yang cenderung menyimpang dan dianggap penyebab terpuruknya kehidupan rakyat, negara dan bangsa.

Head to head Anies Baswedan yang berahlak, cerdas dan berprestasi dengan Ganjar Pranowo yang penuh skandal berbau korupsi, kekerasan, hobi nonton bokep dan gemar bersolek diri, dilukiskan seperti peperangan antara hak dan batil.

Anies seperti mewakili pengamalan ilmu putih dan Ganjar bagai sedang melakukan praktek-praktek ilmu hitam dan aliran sesat dalam konteks pemimpin bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Anies fokus bekerja dan memberi manfaat bagj rakyat, Ganjar sibuk bermedsos dan menjadi Pangeran TikTok.

Begitupun dengan partai politik pendukungnya. Partai Nasdem, Demokrat dan PKS yang mengusung Anies, tegas dan lugas menyerap aspirasi rakyat serta menjadikan demokrasi menjadi bermartabat. Sementara PDIP yang mengusung Ganjar semakin lekat dengan karakter hipokrat.

Anies bersepakat dengan Nasdem, Demokrat dan PKS membuat deklarasi Koalisi Perubahan Untuk Persatuan. Sebaliknya PDIP dan Ganjar lebih sering menghina dan merendahkan umat Islam, namun butuh dukungan umat Islam dengan deklarasi capres saat hari lebaran. Seolah-olah dekat dan memuliakan umat Islam.

Ya begitulah, rakyat sudah tahu dan menyadari siapa capres yang Islami dan siapa capres yang anti Islam, termasuk partai politik pengusungnya.

Biarlah waktu yang menentukan dan akan menuliskan hitam putih sejarahnya. Tentang capres baik dan jahat, tentang capres HMI versus capres GMNI.(Sumber)