Tekno  

Fenomena Myopia Boom, Efek Gadget Pada Anak Saat Pandemi COVID-19

Pandemi COVID-19 belum pernah terjadi di Indonesia sebelumnya, dan pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 2020. Hal ini menjadi sebuah catatan sejarah manusia, yang mendorong dunia untuk merangkul teknologi digital dalam skala yang belum pernah terjadi.

Penggunaan teknologi digital, salah satunya gadget menjadi hal yang sangat bermanfaat bagi disrupsi terhadap pendidikan. Namun, sangat penting untuk menyadari dampak meningkatnya ketergantungan perangkat digital seperti gadget dalam kehidupan sehari-hari, termasuk pengaruhnya pada anak.

Selanjutnya, menurut data dari Organisasi Pendidikan, yaitu United Nations Educational, lebih dari 130 negara secara global melakukan pembelajaran dengan pendekatan digital atau e-learning menggantikan proses tatap muka berbasis pembelajaran kelas.

Dapat diketahui, selama pandemi Covid-19. Peningkatan waktu layar digital, pekerjaan jarak dekat dan aktivitas luar ruangan yang terbatas dapat dijumpai dan berkaitan dengan permulaan dan perkembangan myopia.

Lalu, apa itu Myopia? Myopia atau yang lebih sering dikenal dengan mata minus adalah kondisi di mana mata mengalami masalah penglihatan dan kesulitan untuk melihat objek jarak jauh secara jelas.

Tentunya hal ini termasuk masalah kesehatan yang penderitanya ada di seluruh dunia.

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2050, diperkirakan 5 miliar orang di seluruh dunia akan menjadi rabun. Bahkan, negara maju seperti China, telah menerapkan kebijakan pengendalian myopia nasional dalam dekade terakhir. Meningkatnya penggunaan teknologi digital seperti gadget selama wabah pandemi, tentunya dapat membahayakan efektivitas kebijakan tersebut.

Ledakan myopia atau Myopia Boom menjadi salah satu kasus yang tidak disadari, terutama di Indonesia. Pertumbuhan kasus ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan di Yogyakarta.

Dalam hal ini, 79 anak yang hidup di daerah perkotaan dijadikan sampel penelitian. Hasilnya, ditemukan hanya 58% anak yang memiliki ketajaman visual yang normal. Sisanya, 41% anak menderita myopia (mata minus) dan 1% memiliki kelainan mata yang lain.

Hal ini menjadi sebuah permasalahan kesehatan yang harus ditangani. Mengingat selama pandemi COVID-19 terjadi, penggunaan gadget pada anak juga meningkat.

Hal ini dapat menjadi faktor resiko atau potensi terhadap Myopia Boom atau ledakan myopia yang akan terjadi di Indonesia.

Sebuah studi di Rotterdam, Belanda menemukan adanya hubungan antara peningkatan penggunaan komputer dan kasus myopia pada anak usia 9 tahun.

Hal ini merupakan efek gabungan dari pekerjaan jarak dekat, termasuk penggunaan komputer, dan jarak layar gadget dengan mata, yang mana dapat meningkatkan potensi myopia pada anak berusia 9 tahun.

Pada studi ini juga, ditemukan bahwa peningkatan aktivitas di luar ruangan pada anak-anak telah terbukti melindungi mata dari myopia. Kemudian, tambahan aktivitas di luar ruangan tanpa gadget selama 40 menit dapat mengurangi kejadian myopia sebesar 23% .

Dalam perspektif kesehatan masyarakat, aktivitas di luar ruangan tanpa gadget selama 2 jam per hari untuk anak sekolah telah dianggap sebagai sebuah kegiatan preventif atau pencegahan praktis yang dapat mengurangi perkembangan myopia dengan manfaat kesehatan tambahan. Di Negara Tiongkok, kebijakan dari pemerintah yaitu adanya pembatasan penggunaan elektronik sebagai alat pengajaran tidak boleh lebih dari 30% dari seluruh waktu mengajar.

Sebuah Asosiasi Internasional, yaitu American Academy of Pediatrics merekomendasikan untuk membatasi waktu penggunaan layar gadget pada anak hingga 1 jam per hari untuk konten berkualitas tinggi.

Selain layar gadget dapat mempengaruhi efek myopia pada mata, dalam studi ini menemukan bahwa penggunaan layar gadget lebih dari 4 jam per hari dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis pada anak, seperti rasa ingin tahu lebih rendah, kontrol diri yang lebih rendah, lebih kesulitan dalam berteman, dan anak cenderung memiliki stabilitas emosi yang lebih rendah.

Lalu, apa upaya yang dapat dilakukan untuk memitigasi Myopia Boom atau ledakan myopia pada anak selama pandemi Covid-19 ini? Hal yang pertama kali dilakukan adalah adanya kontribusi orang tua.

Orang tua perlu memahami pentingnya menjaga mata selama penggunaan gadget tetap berlangsung, termasuk seringnya memberikan istirahat pada mata. Kemudian, orang tua memberikan kesempatan pada anak untuk melakukan aktivitas sosial 2-3 jam per hari, untuk mendukung perkembangan sosial anak.

Selain itu, rutin untuk melakukan pemeriksaan mata ke dokter mata. Pemeriksaan mata dianjurkan dilakukan setiap 6 sampai 12 bulan sekali, sebagai upaya preventif terhadap fenomena Myopia Boom.

Selanjutnya, adanya kontribusi dari lembaga pemerintahan untuk membuat kebijakan tentang kurikulum pembelajaran di rumah yang holistik, dan pembelajaran yang kreatif untuk meminimalisir penggunaan gadget secara terus menerus selama proses pendidikan terutama ketika daring.

Ketajaman visual pada anak menjadi sebuah hal dan modal yang penting, untuk masa depan seorang anak. Selain itu, ketajaman visual dapat mendukung proses belajar dan aktivitas selama masa tumbuh kembang seorang anak.

Fenomena Myopia Boom ini tidak dapat disepelekan begitu saja, karena mata adalah organ vital yang memiliki peranan penting terhadap kegiatan dan proses belajar anak, baik pembelajaran formal maupun non formal.

Jika Myopia Boom dibiarkan begitu saja, kelainan refraksi pada mata atau kasus myopia ini dapat menimbulkan kecacatan yang disebut ambliopia dan jika kondisinya dibiarkan dapat berisiko besar mengalami kebutaan. Untuk itu, perlu adanya perhatian khusus terhadap Myopia Boom yang terjadi saat ini.(Sumber)