News  

Mengapa Indonesia Harus Perubahan?

Sifat dasar manusia itu dinamis. Manusia tidak statis. Manusia selalu bergerak, berkembang dan mengalami perubahan sesuai dengan fitrahnya. Keadaan ini menyebabkan adanya perubahan. Perubahan dari era orde lama ke orde baru. Demikian pula orde baru ke orde reformasi.

Kita berharap tahun 2024 sebagai tonggak sejarah Indonesia baru. Orde perubahan. Bukan orde status quo. Dari yang belum baik menjadi lebih baik. Dari kegelapan menuju terang benderang. Dari 100 negara termiskin menjadi negara maju. Dan seterusnya.

Perubahan sebuah keniscayaan sebagai proses yang wajar dan alamiah. Perubahan tak sama dengan meteran pom bensin yang memulai dari nol. Segala sesuatu yang ada di dunia ini akan selalu berubah.

Perubahan juga sesuai dengan anjuran agama. _”Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”_[QS. ar-Ra’d : 11]

Tak mungkin sebagai negara yang berdaulat dan merdeka, Indonesia tersandera oleh utang. Sehingga didikte dan dikendalikan oleh negara lain.

Segala aspek kehidupan terus bergerak seiring dengan perjalanan kehidupan masyarakat modern. Perubahan menuju kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Tentu kita ingin terjadinya penurunan secara besar-besaran dalam waktu relatif singkat jumlah orang miskin di Indonesia.

Biaya hidup murah seperti zaman Presiden Soeharto yang dikenal sebagai Bapak Pembangunan. Kemerdekaan berpendapat, berserikat dan berkumpul seperti eranya Presiden BJ. Habibie. Layanan kesehatan melalui BPJS pada eranya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Harga-harga terkendali bukan dikendalikan oleh mafia. Lonjakan angka pengangguran tinggi sebagai akibat makin susahnya mencari kerja. Sementara sikap negara mendua dengan membanjirnya TKA China masuk Indonesia.

Angka kemiskinan di Indonesia menurut Bank Dunia per Oktober 2022 melonjak tajam dari 54juta menjadi 67juta orang. Naik 13juta orang. Garis kemiskinan yang digunakan BPS sangat rendah dibandingkan Bank Dunia. Menurut Bank Dunia ketentuan garis kemiskinan ekstrem Rp 984.360/kapita/bulan. Sementara BPS menetapkan hanya Rp 505.469/kapita/bulan.

Amat wajar data kemiskinan timpang antara Bank Dunia dan BPS. Bank Dunia menetapkan orang miskin di Indonesia berjumlah 67juta orang sementara BPS mencatat per Maret 2022 orang miskin di Indonesia hanya 26,16 juta orang.

Mirisnya lagi, Indonesia peringkat 73 negara termiskin di dunia. Anehnya propinsi yang kaya sumber daya alam seperti Papua dan Aceh masuk kategori propinsi termiskin di Indonesia. Bahkan Jawa Tengah menduduki peringkat 15 sebagai propinsi termiskin di Indonesia dan propinsi termiskin di Pulau Jawa.

Dalam sebuah hadits lemah:
“Hampir saja kefakiran (kemiskinan) itu menjadi kekafiran.” [HR. Imam al-Baihaqi]

Perubahan yang menyentuh persoalan kehidupan yang dialami rakyat sehari-hari. Dalam kurun 10 tahun terakhir kita menyaksikan pemiskinan terhadap pribumi dilakukan secara sistematis dan masif oleh korporasi melalui tangan-tangan negara, biaya hidup yang mahal, kesempatan kerja, kesehatan dan pendidikan telah menjadi industri yang makin menyengsarakan rakyat. Ekonomi konstitusi sebagai ekonomi berdasarkan kekeluargaan menjelma menjadi ekonomi kapitalistik liberalistik.

Perubahan menuju ke arah yang lebih baik.

“Barangsiapa yang dua harinya (hari ini dan kemarin) sama maka ia telah merugi, barangsiapa yang harinya lebih jelek dari hari sebelumnya, maka ia tergolong orang-orang yang terlaknat”.

Wallahua’lam bish-shawab.
Bandung, 11 Dzulhijjah 1444/30 Juni 2023
Tarmidzi Yusuf, Kolumnis