News  

Miris! Bocah SD di Purwakarta Kecanduan ‘Nyium’ Bensin Hingga Putus Sekolah

Ivan Gunawan (12 tahun), siswa kelas VI SD di Kecamatan Babakancikao, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, kecanduan menghirup aroma bensin hingga putus sekolah.

Belakangan diketahui bahwa kebiasaan Ivan itu membuatnya sakit secara psikis bahkan ia sekarang ini belum bisa membaca dan menulis.

Sejak 2019
Awal mula anak itu menghirup bensin adalah pada tahun 2019, ketika ia sering ikut orang tuanya bekerja ke sana-sini. Ayah dan ibunya masih ada, bekerja serabutan.

Tahun 2019 itu, saat Ivan baru kecanduan selama 3 bulan, orang tua dan masyarakat setempat berupaya mencari pertolongan hingga kabar ini sampai ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Purwakarta.

“Kami KPAI sejak 2019 hingga sekarang tidak berhenti melakukan kunjungan untuk mengawasi perkembangan anak ini,” kata Ketua KPAI Kabupaten Purwakarta, Nur Aisyah Jamil, Jumat (28/7).

“Kondisi sekarang sebetulnya tidak separah dulu. Dulu ketika anak ini mau menghirup bensin, ada motor yang parkir pun ia minta dibuka (tutup tangki bensinnya) dan aromanya diiisap,” ujar Aisyah.

Oleh KPAI, Ivan dibawa ke Bale Titirah satu fasilitas milik Pemkab Purwakarta.

“Waktu itu usianya baru menginjak sembilan tahun,” kata Aisyah.
Treatment yang dilakukan terhadap Ivan adalah mengembalikan konsentrasinya supaya fokus melakukan aktivitas selayaknya anak-anak.

2020 Semakin Parah
Kondisi Ivan sekarang ini sedemikian parah sehingga komunikasi pun tidak nyambung. Ivan harus ditangani secara lebih serius: Dibawa ke pusat rehabilitasi.

“Perihal biaya, nanti akan kami carikan solusinya, karena bagaimanapun pemerintah harus bertanggung jawab,” ujar Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Purwakarta, Purwanto.

“Perlu treatment 24 jam untuk melatih sistem saraf yang ketergantungan aroma bensin dialihkan ke hal lain. Kami putuskan akan membawa anak ini ke pusat rehabilitasi atau pengobatan orang dengan ketergantungan tertentu,” ucap Purwanto.

Bagaimana dengan Pendidikannya?
“Pendidikan itu perlu kesehatan psikis yang normal. Jadi sebelum benar-benar dididik oleh guru, anak ini harus sehat dulu secara psikis. Karena untuk berpendidikan itu, perlu pikiran dan psikis yang sehat. Harus nyambung,” kata Purwanto.

“Intinya, untuk pendidikan menunggu hasil rehabilitasi,” ujar Purwanto.(Sumber)