News  

Jan Prince Permata: Sejahterakan Petani, Produksi Beras Nasional Bakal Meningkat dan Tak Perlu Impor

Pemerhati pertanian Jan Prince Permata menyebut cadangan stok beras pemerintah yang cukup jadi kunci pengendalian harga beras yang mengalami kenaikan dalam dua minggu terakhir.

“Cadangan beras pemerintah paling aman itu sebanyak 2,5 juta ton dan minimal 2 juta ton. Kini pemerintah memiliki cadangan 1,6 juta ton beras di gudang Bulog dan akan bertambah 400 ribu ton dalam waktu dekat lewat impor. Ini akan mengamankan  stok beras kita,” tutur Jan Prince Permata.

Menurut Jan, agar kekurangan beras sebagai stok tidak terjadi lagi, pemerintah harus mengambil dua langkah penting, secara beriringan dan saling menguatkan yaitu, meningkatkan produksi beras nasional dan menjamin peningkatan kesejahteran petani.

“Produksi beras bakal meningkat secara kontinu dan bertahan tanpa produksi yang menurun, jika dan hanya jika, petani berasnya Sejahtera. Pendeknya sejahterakan petani beras, niscaya produksi beras akan meningkat dan kita tidak perlu impor,” kata alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.

Jan mengingatkan Indonesia kini mengalami musim kemarau dan menghadapi ancaman kekeringan sebagai dampak El Nino perlu melakukan upaya-upaya nyata dalam meningkatkan produksi beras nasional. “Upaya ini dilakukan berbarengan baik di hulu maupun di hilir,” ucapnya.

Di hulu, sarana produksi pertanian untuk beras harus dipastikan terjamin dan tersedia dengan baik. Beberapa hal yang perlu dilakukan di hulu antara lain: tersedianya bibit padi unggul, pupuk dan pestisida tersedia tepat waktu dan tepat harga, terjaminnya kecukupan air di musim kemarau.

Sementara di hilir, pemerintah memaksimalkan kerja Bulog dan Badan Pangan Nasional sebagai off taker gabah dan beras petani dengan harga terbaik.

“Hasil panen petani harus dibeli Bulog dengan harga terbaik. Bulog sering kalah dari pedagang-pedagang padi yang bermodal besar, karenanya Bulog harus dipersenjatai dengan anggaran yang signifikan,” ujarnya.

Jan juga mengusulkan agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah memfasilitasi  pembiayaan/ kredit usaha rakyat terhadap  gabungan kelompok tani (gapoktan) yang memiliki lahan 200-300 hektar untuk pengadaan dryer (mesin pengering), penggiling padi atau rice milling unit (RMU) dan packaging hampa.

“Upaya ini diperlukan agar  petani bisa mendapatkan nilai tambah dari produksi padi, dengan tidak hanya menjual Gabah Kering Panen (GKP) namun bisa menjual Gabang Kering Giling (GKG) bahkan beras medium juga premium,” jelasnya.

Jan juga mengingatkan pentingnya akurasi data luas tanam, luas panen dan produksi gabah serta beras nasional. “Akurasi dan ketepatan data ini menjadi  kunci untuk menjamin stok beras aman, tanpa keragu-raguan,” ujarnya.

Magister Ilmu Ekonomi jebolan IPB University ini  mencontohkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi beras nasional tahun 2022 sebesar 31,54 juta ton dengan konsumsi nasional 25,78 juta ton sehingga terdapat surplus beras di dalam negeri sebesar 5,76 juta ton.

“Masalahhya surplus beras hampir 6 juta ton ini tak diketahui ada di mana. Jika saja setengah surplus itu ada di gudang-gudang  Bulog maka kita tak perlu risau soal stok beras,” katanya.

Oleh karena itu Jan mengusulkan agar diberikan   kewenangan penuh Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan pemerintah daerah memperbaiki data produksi beras.

“Libatkan kepala desa dan aparat negara yang ada di desa-desa untuk memperbaiki data produksi padi dan beras  agar lebih akurat.  Jika  ini semua dilakukan kita tak perlu impor, karena sebenarnya kita bisa mencukupi beras untuk diri sendiri” pungkasnya.

Pemerhati pertanian Jan Prince Permata menyebut cadangan stok beras pemerintah yang cukup jadi kunci pengendalian harga beras yang mengalami kenaikan dalam dua minggu terakhir.

“Cadangan beras pemerintah paling aman itu sebanyak 2,5 juta ton dan minimal 2 juta ton. Kini pemerintah memiliki cadangan 1,6 juta ton beras di gudang Bulog dan akan bertambah 400 ribu ton dalam waktu dekat lewat impor. Ini akan mengamankan stok beras kita,” tutur Jan Permata.

Menurut Jan, agar kekurangan beras sebagai stok tidak terjadi lagi, pemerintah harus mengambil dua langkah penting, secara beriringan dan saling menguatkan yaitu, meningkatkan produksi beras nasional dan menjamin peningkatan kesejahteran petani.

“Produksi beras bakal meningkat secara kontinu dan bertahan tanpa produksi yang menurun, jika dan hanya jika, petani berasnya Sejahtera. Pendeknya sejahterakan petani beras, niscaya produksi beras akan meningkat dan kita tidak perlu impor,” kata alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.

Jan mengingatkan Indonesia kini mengalami musim kemarau dan menghadapi ancaman kekeringan sebagai dampak El Nino perlu melakukan upaya-upaya nyata dalam meningkatkan produksi beras nasional. “Upaya ini dilakukan berbarengan baik di hulu maupun di hilir,” ucapnya.

Di hulu, sarana produksi pertanian untuk beras harus dipastikan terjamin dan tersedia dengan baik. Beberapa hal yang perlu dilakukan di hulu antara lain: tersedianya bibit padi unggul, pupuk dan pestisida tersedia tepat waktu dan tepat harga, terjaminnya kecukupan air di musim kemarau.

Sementara di hilir, pemerintah memaksimalkan kerja Bulog dan Badan Pangan Nasional sebagai off taker gabah dan beras petani dengan harga terbaik.

“Hasil panen petani harus dibeli Bulog dengan harga terbaik. Bulog sering kalah dari pedagang-pedagang padi yang bermodal besar, karenanya Bulog harus dipersenjatai dengan anggaran yang signifikan,” ujarnya.

Jan juga mengusulkan agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah memfasilitasi pembiayaan/ kredit usaha rakyat terhadap gabungan kelompok tani (gapoktan) yang memiliki lahan 200-300 hektar untuk pengadaan dryer (mesin pengering), penggiling padi atau rice milling unit (RMU) dan packaging hampa.

“Upaya ini diperlukan agar petani bisa mendapatkan nilai tambah dari produksi padi, dengan tidak hanya menjual Gabah Kering Panen (GKP) namun bisa menjual Gabang Kering Giling (GKG) bahkan beras medium juga premium,” jelasnya.

Jan juga mengingatkan pentingnya akurasi data luas tanam, luas panen dan produksi gabah serta beras nasional. “Akurasi dan ketepatan data ini menjadi kunci untuk menjamin stok beras aman, tanpa keragu-raguan,” ujarnya.

Magister Ilmu Ekonomi jebolan IPB University ini mencontohkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi beras nasional tahun 2022 sebesar 31,54 juta ton dengan konsumsi nasional 25,78 juta ton sehingga terdapat surplus beras di dalam negeri sebesar 5,76 juta ton.

“Masalahhya surplus beras hampir 6 juta ton ini tak diketahui ada di mana. Jika saja setengah surplus itu ada di gudang-gudang Bulog maka kita tak perlu risau soal stok beras,” katanya.

Oleh karena itu Jan mengusulkan agar diberikan kewenangan penuh Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan pemerintah daerah memperbaiki data produksi beras.

“Libatkan kepala desa dan aparat negara yang ada di desa-desa untuk memperbaiki data produksi padi dan beras agar lebih akurat. Jika ini semua dilakukan kita tak perlu impor, karena sebenarnya kita bisa mencukupi beras untuk diri sendiri” pungkasnya.