News  

Mengenal Sosok 7 Pahlawan Revolusi Yang Gugur di Peristiwa G30S PKI 58 Tahun Lalu

Pahlawan revolusi merupakan julukan bagi tujuh perwira militer TNI AD yang gugur dalam G30S/PKI atau Gerakan 30 September berdasarkan Keputusan Presiden pada 1965.

G30S/PKI merupakan peristiwa sejarah kelam bagi Indonesia, yang diperingati setiap 30 September. Pada saat itu, terjadi pemberontakan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang bertujuan mengubah ideologi bangsa indonesia.

Peristiwa ini berawal dari aksi penculikan terhadap sederet jenderal TNI AD dari 30 September hingga 1 Oktober 1965. Jasad jenderal yang dibunuh di Lubang Buaya tersebut ditemukan oleh Satuan Resimen Anggota Komando Angkatan Darat pada 4 Oktober 1965.

Untuk mengenang pahlawan revolusi Indonesia, berikut Berikut daftar 7 pahlawan revolusi dan bagaimana mereka menjadi korban kekejaman peristiwa G30S PKI yang dikutip JawaPos.com dari Radar Malang (30/9/21):

1. Jendral Ahmad Yani

Awal mula peristiwa penculikan terjadi di kediaman Jenderal Ahmad Yani di Jalan Latuharhary di kawasan Menteng, Jakarta Pusat pada dini hari. Sebelum kejadian, diketahui rumah tersebut telah dikepung oleh 200 pasukan. Jasad petinggi militer yang saat itu menjabat sebagai Menteri/ Panglima AD/ Staf Komando Operasi Tertinggi tersebut dibuang di Lubang Buaya bersama 5 petinggi militer lainnya.

Jenderal Ahmad Yani lahir di Jenar, Purworejo pada 19 Juni 1922. Awalnya, Jenderal Ahmad Yani mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan PETA (Pembela Tanah Air) di Bogor. Ahmad Yani pernah terlibat dalam Agresi Militer Pertama Belanda, Agresi Militer Kedua Belanda, serta melawan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) yang membuat kekacauan di daerah Jawa Tengah.

Pada 1962, Ahmad Yani diangkat menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat. Ia sempat menolak keinginan partai untuk membentuk Angkatan Kelima, yang terdiri dari buruh dan tani yang dipersenjatai. Oleh karena itu, Ahmad Yani menjadi salah satu target PKI yang diculik dan dibunuh lewat G30S PKI.

2. Mayjen Raden Suprapto

Mayjen Raden Suprapto yang menjabat sebagai Deputi II/Menteri Panglima AD di bidang Administrasi ini menjadi salah satu korban keganasan PKI pada peristiwa G30S/PKI yang juga dibuang di kawasan Lubang Buaya. Jasadnya kemudian dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata bersama pahlawan revolusi lainnya.

Mayjen R.Suprapto lahir pada 20 Juni 1920 di Purwokerto. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah atasnya, Mayjen R. Suprapto lalu mengikuti sebuah pelatihan militer di Koninklijke Militaire Akademie yang berada di Bandung. Namun, tak sampai selesai karena Jepang menguasai Indonesia.

Mayjen R. Suprapto kemudian ditahan dan dimasukan ke penjara. Ia pernah terlibat dalam pertempuran Ambarawa bersama Jenderal Sudirman melawan tentara Inggris. Mayjen R. Suprapto pernah ditugaskan sebagai Kepala Staf Tentara dan Teritorial (T&T) IV/ Diponegoro di Semarang dan Staf Angkatan Darat dan Kementerian Pertahanan. Lalu, Mayjen R. Suprapto dilantik menjadi Deputi (Wakil) Kepala Staf Angkatan Darat di Medan.

Setelah kembali ke Jakarta, Mayjen R. Suprapto diangkat menjadi perwira tinggi Angkatan Darat dengan pangkat Mayor Jenderal. Pada 1 Oktober 1965 waktu dini hari, R Suprapto dijemput oleh Pasukan Cakrabirawa dengan dalih dipanggil menghadap kepada Presiden Soekarno dan ternyata menjadi target yang dibunuh lewat G30S PKI .

3. Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (MT Haryono)

Letjen M T Haryono tewas di tangan PKI pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari di kediamannya Jalan Prambanan Nomor 8. Jasadnya diperlakukan sama seperti rekan petinggi militer lainnya di Lubang Buaya, sebuah daerah di pinggiran Jakarta. Saat itu, M. T Haryono menjabat sebagai Deputi III Menteri/Panglima AD Bidang Perencanaan dan Pembinaan.

MT Haryono lahir di Surabaya, 20 Januari 1924. MT Haryono juga pernah menjadi anggota delegasi Indonesia di Konferensi Meja Bundar (KMB). Sebelum kejadian penculikan dan pembunuhan dari PKI, ia pernah menjadi atase militer Indonesia di Belanda lantaran kemampuannya berunding dan memahami beberapa bahasa asing seperti bahasa Jerman, Belanda, dan Inggris.

4. Mayjen Sutoyo Siswomiharjo

Pahlawan revolusi yang saat itu menjabat sebagai Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat ikut menjadi korban kekejaman PKI di kediamannya di kawasan Jakarta Pusat. Jasadnya juga dikumpulkan bersama petinggi militer lainnya di Lubang Buaya.

Sutoyo Siswomiharjo lahir di Purworejo, Jawa Tengah pada 28 Agustus 1922. Sutoyo Siswomiharjo bergabung dengan TKR dan menjadi ajudan Jenderal Gatot Subroto yang saat itu menjabat sebagai komandan polisi militer.

Pada 1954 ia menjabat menjadi kepala staf Markas Besar Polisi Militer. Pada 1960, Sutoyo ditugaskan menjadi Inspektur Kehakiman Angkatan Darat. Lalu, naik pangkat sebagai Inspektur Kehakiman atau Jaksa Militer Utama dengan pangkat yaitu Brigadir Jenderal TNI.

5. Mayor Jenderal Siswondo Parman

Petinggi militer yang saat itu memiliki jabatan sebagai Asisten I Menteri/Panglima AD di Bidang Itelijen, juga dibunuh oleh pasukan Cakrabirawa bersama 5 teman lainnya. Sehari sebelum kejadian, S. Parman telah diperingatkan akan terjadi kemungkinan gerakan komunis. Dengan nasib yang sama, pahlawan revolusi ini juga dipendam di Lubang Buaya.

Mayor Jenderal Siswondo Parman atau dikenal sebagai S. Parman lahir di Wonosobo, 14 Agustus 1918. S. Dimasa kekuasaan Jepang, Parman bekerja sebagai polisi militer yang disebut Kempetai. Tak lama setelah itu, S. Parman dikirim ke Jepang untuk mengikuti pelatihan intelijen.

Parman juga pernah menjadi atase di militer Indonesia yang ada di Inggris dan memegang jabatan di Departemen Pertahanan Indonesia. Kemudian, S. Parman kembali ke Indonesia menjadi asisten intelijen bagi KSAD Jenderal Ahmad Yani. Pada 30 September 1965, S. Parman diculik oleh pasukan Cakrabirawa di kediamannya.

6. Brigjen TNI Donald Isaac Pandjaitan

Pahlawan revolusi ini juga menjadi sasaran pembunuhan PKI dibawah pasukan Cakrabirawa. Tepat tengah malam, sekelompok anggota PKI memaksa masuk dan melancarkan tembakan ke rumah Jenderal Panjaitan di Jalan Hasanuddin, Jakarta Selatan. Jasad petinggi yang menjabat sebagai Asisten IV Menteri/Panglima AD Bidang Logistik itu dibuang bersama rekan lainnya di Lubang Buaya.

Brigjen TNI Donald Isaac Pandjaitan atau D.I. Pandjaitan. lahir di Balige, Sumatera Utara pada 9 Juni 1925. D.I. Pandjaitan menjadi anggota Gyugun atau bisa disebut sebagai tentara sukarela di wilayah Pekanbaru, Riau setelah tamat SMA.

D.I. Pandjaitan ditugaskan menjadi Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi pada tahun 1948. Lalu, beralih menjadi Kepala Staf Umum IV di Komandemen Tentara Sumatera. Serta menjadi Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia saat terjadi Agresi Militer Belanda yang ke I dan II.

D.I. Pandjaitan diangkat sebagai Asisten IV Menteri Panglima Angkatan Darat Jenderal AH Nasution di bagian logistik. Kemudian, pada 1 Oktober 1965 dini hari, Pandjaitan diculik oleh pasukan Cakrabirawa dan menjadi salah satu jenderal yang terbunuh dalam peristiwa G30S/PKI.

7. Kapten Pierre Tendean

Pahlawan revolusi yang terakhir adalah Kapten Pierre Tendean. Pierre Tendean lahir di Jakarta, 21 Februari 1939.Setelah lulus dari Akademi Militer pada 1962, ia mendapatkan mandat untuk menjabat Komandan Peleton Batalyon Zeni Tempur 2 Komando Daerah Militer II/Bukit Barisan di Medan.

Dalam peristiwa G30S PKI 1965 itu, Pierre yang kala itu baru menginjak usia 26 tahun sebenarnya bukan target utama dari pasukan pengawal Presiden Soekarno. Namun, Pierre mengorbankan diri demi melindungi pimpinannya, Jenderal AH Nasution, yang saat itu menjabat Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan sekaligus Kepala Staf Angkatan Bersenjata.

Pierre gugur bersama enam perwira tinggi TNI di Lubang Buaya, Jakarta. Namanya kemudian diangkat menjadi Pahlawan Revolusi.

Terlepas dari 6 petinggi militer yang menjadi korban, terdapat sasaran utama yang lolos dari kekejaman PKI. Dia adalah Jenderal A.H. Nasution yang tak lain merupakan perwira petinggi Angkatan Darat. Meski lolos dari tangan PKI saat eksekusi, putrinya yang bernama Ade Irma Suryani menjadi korban tembakan PKI.(Sumber)