Wisata  

Panjangnya Hanya 50 Meter, Jalan HOS Cokroaminoto Jadi Jalan Terpendek di Indonesia

Traveler mungkin sudah pernah mendengar Sungai Tamborasi yang menjadi sungai terpendek di Indonesia. Sungai yang berada di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, tepatnya di Desa Tamborasi, Kecamatan Wolo, ini jadi yang terpendek di Indonesia, karena panjangnya hanya 20 meter saja.

Namun, tak hanya Sungai Tamborasi saja, pernahkah kamu mendengar jalan terpendek di Indonesia? Ya, ternyata jalan itu bisa kamu temui di Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

Ialah Jalan HOS Cokroaminoto, jalan ini disebut sebagai jalan raya terpendek di Indonesia. Dikutip dari laman gresikkab.go.id, panjangnya yang hanya 50 meter membuat jalan HOS Cokroaminoto jadi yang terpendek di Indonesia.

Terletak di tengah Kota Gresik, ruas jalan terpendek itu berada tepat di Kawasan Bandar Grissee. Saking pendeknya, untuk melintasi jalan ini kamu hanya memerlukan beberapa detik saja.

Namun, keunikan jalan tersebut tidak hanya dari ukurannya saja. Sebab, kamu juga bisa menemukan bangunan-bangunan ruko dan hotel bersejarah.

Menurut beberapa sumber, jalan tersebut juga masuk sebagai kawasan heritage yang menjadi saksi bisu cikal bikal pusat perdagangan, dan perekonomian pada 1900-an. Kini, jalan tersebut menjadi jalan penghubung masyarakat yang ingin menuju Alun-Alun Kota Gresik, maupun Pasar Kota Baru.

Disulap Jadi Sentra Ekonomi Kreatif Kabupaten Gresik
Agar dikenal oleh khalayak luas, Pemerintah Kabupaten Gresik pun menjadikan Jalan HOS Cokroaminoto sebagai salah satu sentra ekonomi kreatif di Kabupaten Gresik.

Pemkab Gresik melalui Disparekrafbudpora menggelar festival ekonomi kreatif di kawasan tersebut. Berbagai kulineran khas Gresik, mulai bubur roomo, nasi krawu, hingga pudak biasanya disajikan dalam festival ini.

Jalan Hos Cokroaminoto, Gresik mendadak ramai dikunjungi masyarakat pada akhir pekan. Selain karena gelaran Cokro Ekraf (Ekonomi Kreatif), pengunjung juga penasaran dengan sebutan jalan terpendek di Indonesia.
Jalan Hos Cokroaminoto sendiri hanya sepanjang 50 meter. Sedangkan di kanan dan kirinya banyak terdapat gedung-gedung peninggalan pemerintah kolonial Hinda Belanda.

Terlebih, letaknya yang berada tepat di belakang tugu Gardu Suling Bandar Grissee, membuat jalan tersebut syahdu dan intagramable. Biasanya para pengunjung mulai memadati sejak sore hingga malam hari.

Karena hal ini, Jalan Hos Cokroaminoto menjadi daya tarik bagi pengunjung. Apalagi, kini sepanjang jalan tersebut berhias lampu Damar Kurung yang menjadi ciri khas Kota Pudak.

Adapun Cokro Ekraf yang digelar merupakan wisata baru di Gresik yang menyajikan aneka kuliner khas Gresik dengan nuansa Heritage. Mulai Nasi Krawu, Pudak, bubur roomo dan cemilan khas Gresik lainnya.

Tak hanya itu, hasil tangkapan ikan para nelayan dan petani tambak asal Gresik juga menjadi sasaran wisatawan. Mereka mengolah hasil dari melaut untuk menjadi makanan siap saji dan menjualnya di Wisata Kuliner Cokro Ekraf. Seperti Telur Ikan Bandeng, Telur Cumi-cumi, Wedel, otak-otak bandeng dan lainnya.

Cara pembeliannya juga termasuk unik. Wisatawan harus menukar uang dengan kepingan kayu berlogo Pemkab Gresik seharga Rp 5 ribu untuk setiap keping.

Wati, salah satu pedagang telur ikan mengaku sangat terbantu dengan adanya Wisata Kuliner Cokro Ekraf. Sebab selama ini suaminya yang bekerja sebagai nelayan selalu menjual hasil lautnya kepada tengkulak.

“Kalau mentahkan lebih murah. Kalau diolah dulu, memang lebih banyak dapatnya. Ada yang kita jual mentah ada yang kita olah dan dijual di sini (Cokro Ekraf),” kata Suwati, warga Lumpur, Gresik  Minggu (3/3/2024).

Menurut Suwati, dengan adanya Cokro Ekraf tersebut bisa meningkatkan ekonomi keluarganya. Sebab, hasil melaut yang biasanya dijual mentah dengan harga lebih murah, kini bisa mendapat uang tambahan penghasilan.

“Kalau diolah dulu dan dijual kayak gini, untungnya lebih besar. Saya harap ini digelar setiap Minggu bukan dua Minggu sekali,” tuturnya.

Festival Cokro Ekraf tersebut digelar oleh Pemkab Gresik melalui Disparekrafbudpora Gresik yang bekerja sama dengan Petrokimia Gresik. Kegiatan tersebut, dibuka secara perdana dan dibuka secara resmi oleh Wakil Bupati Gresik Aminatun Habibah atau yang akrab dipanggil Bu Min.

“Saya meyakini bahwa festival ini bakal berdampak pada pertumbuhan ekonomi masyarakat. Apalagi, festival ini mempunyai ciri khas tersendiri yakni menyuguhkan kulineran khas Gresik. Yang mana masyarakat tidak perlu jauh-jauh jika ingin menikmati kuliner khas, di festival Ekraf ini semua tersedia,” kata Bu Min.

Bu Min menyebut, bahwa kawasan Bandar Grissee merupakan salah satu destinasi warisan yang sangat luar biasa. Pemkab Gresik menjadikan kawasan ini sebagai salah satu daya tarik kawasan kota tua di Gresik.

“Bandar Grisse ini adalah ikon kota Gresik yang bernuansa heritage. Maka kita (pemerintah daerah) terus mendorong pembangunan di kawasan ini supaya menjadi daya tarik. Kami berharap masyarakat turut serta menjaga dan melestarikan kawasan ini sebagai kawasan heritage kebanggaan masyarakat Gresik,” pungkasnya.