Reliji  

Kenapa Shalat Harus Menghadap Kiblat? Ini Alasannya

Kenapa Shalat harus menghadap kiblat? Selain karena perintah Allah, jawaban dari pernyataan tersebut memuat makna yang mendalam serta sejarah yang panjang tentang penetapan kiblat itu sendiri.

Salah satu rukun Shalat yang harus dipenuhi agar Shalat dapat dikatakan sah adalah dengan menghadap kiblat atau Ka’bah.

Hal ini sering kali dipahami secara keliru oleh sebagian orang awam atau mereka yang berada di luar Islam.

Banyak yang menganggap bahwa kewajiban Shalat menghadap kiblat adalah bentuk penyembahan terhadap benda, sama seperti berhala dan patung.

Padahal, Islam sangat berbeda dengan agama-agama dinamisme yang melakukan penyembahan terhadap benda.

Pada artikel ini akan dijelaskan mengapa umat muslim harus menghadap kiblat saat Shalat dan mengapa Ka’bah ditetapkan sebagai kiblat itu sendiri.

Alasan Sholat Harus Menghadap Kiblat

Aturan Shalat menghadap kiblat adalah perintah yang datangnya langsung dari Allah dan tidak dapat diganggu gugat. Hal ini telah tertera dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 149, yang berbunyi:

وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِۗ وَاِنَّهٗ لَلْحَقُّ مِنْ رَّبِّكَۗ وَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ

Artinya: “Dari mana pun engkau (Nabi Muhammad) keluar, hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Sesungguhnya (hal) itu benar-benar (ketentuan) yang hak (pasti, yang tidak diragukan lagi) dari Tuhanmu. Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 149).

Adapun menurut pendapat Syekh Ali Ahmad al-Jurjawi dalam kitab “Hikmatu Tasyri wa Falsafatuhu”, sebagaimana yang dilansir dari laman Kementerian Agama Republik Indonesia, dengan menghadap kiblat, seluruh anggota tubuh akan difokuskan pada satu arah sehingga melatih kekhusuan, ketenangan, dan ketetapan iman dalam hati umat Islam

Dalam surat Al-An’am ayat 79 disebutkan bahwa:

اِنِّيْ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ حَنِيْفًا وَّمَآ اَنَا۠ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَۚ

Artinya: “Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku (hanya) kepada Yang menciptakan langit dan bumi dengan (mengikuti) agama yang lurus dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.” (QS. Al-An’am: 79).

Selain itu, secara bahasa Kiblat memiliki arti arah pertemuan. Sehingga aturan Shalat menghadap kiblat juga merupakan simbol persatuan umat muslim di dunia.

Bahwa, ketika melaksanakan ibadah Shalat, secara tidak langsung seluruh umat muslim di seluruh dunia bersatu dan berkumpul dengan hati dan niat yang sama, menjadi saudara meskipun berjauhan dan terpisah jarak.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 125, Allah berfirman:

وَاِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَاَمْنًاۗ وَاتَّخِذُوْا مِنْ مَّقَامِ اِبْرٰهٖمَ مُصَلًّىۗ وَعَهِدْنَآ اِلٰٓى اِبْرٰهٖمَ وَاِسْمٰعِيْلَ اَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّاۤىِٕفِيْنَ وَالْعٰكِفِيْنَ وَالرُّكَّعِ السُّجُوْدِ

“Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah (Ka’bah) tempat berkumpul dan tempat yang aman bagi manusia. Dan jadikanlah maqam Ibrahim itu tempat Shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, ‘Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, orang yang i’tikaf, orang yang rukuk dan orang yang sujud!'” (QS. Al-Baqarah ayat 125)

Apakah Sah Sholat yang Tidak Menghadap Kiblat?

Berdasarkan penjelasan di atas, maka shalat yang dikerjakan tanpa menghadap kiblat dapat dikatakan batal ibadahnya.

Kendati demikian, terdapat beberapa kondisi dimana seseorang dimaklumi untuk menjalankan Shalat tanpa menghadap kiblat, yaitu:

  • Shalat dikerjakan dalam keadaan perang berkecamuk (syiddah al-khauf).
  • Shalat dikerjakan saat dalam perjalanan (safar).
  • Shalat dalam keadaan sakit yang serius sehingga menyulitkannya bergerak.

Kenapa Ka’bah Menjadi Kiblat Umat Muslim?

Ka’bah sebagai arahan atau kiblat Shalat, tidak menjadikan umat muslim menyembah pada benda atau bangunan. Dalam Alquran surah Al-Quraisy ayat 3 telah disampaikan bahwa:

فَلْيَعْبُدُوْا رَبَّ هٰذَا الْبَيْتِۙ

Artinya: “Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah).” (QS. Al-Quraisy: 3)

Lantas, mengapa Ka’bah yang dipilih oleh Allah sebagai kiblat umat muslim?

Penentuan kiblat menjadi Ka’bah diwarnai dengan sejarah yang  panjang. Bahkan, di awal kemunculan Islam, umat muslim bebas menghadap ke mana saja untuk melaksanakan Shalat dengan berlandaskan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 115 yang berbunyi:

وَلِلّٰهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَاَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

Artinya: “Hanya milik Allah timur dan barat. Ke mana pun kamu menghadap, di sanalah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 115).

Melansir dari NU Online yang mengutip buku “Membaca Sirah Nabi Muhammad saw. dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih” karya M. Quraish Shihab, saat hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad baik atas inisiatif sendiri atau petunjuk Allah, mengubah kiblat shalat umat Islam ke Baitul Maqdis yang berada di Palestina untuk menunjukkan kepada para orang Yahudi yang bermukim di sana bahwa Islam datang bukan untuk menghilangkan ajaran-ajaran nabi dan rasul terdahulu, termasuk juga ajaran Nabi Musa.

Dengan begitu, Rasulullah SAW menghadapkan wajahnya ke Baitul Maqdis saat melaksanakan Shalat selama kurang lebih selama 16 bulan.

Sayangnya, kebijakan itu ternyata tidak juga membuat orang-orang Yahudi mau menerima Islam, mereka bahkan memusuhi Nabi Muhammad dan umat Islam.

Rasulullah pun kemudian berdoa kepada Allah agar diperbolehkan mengubah arah kiblat ke Ka’bah karena saat itu Rasulullah dan kaum muslim yang berada di madinah rindu dengan tanah airnya.

Lalu, pada bulan ke-16, Allah subhanahu wa ta’ala pun mengabulkan doa Rasulullah dengan menurunkan surah Al-Baqarah ayat 144 yang berbunyi:

قَدْ نَرٰى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاۤءِۚ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضٰىهَاۖ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِۗ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهٗۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ لَيَعْلَمُوْنَ اَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْۗ وَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ

Artinya: “Sungguh, Kami melihat wajahmu (Nabi Muhammad) sering menengadah ke langit. Maka, pasti akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau sukai. Lalu, hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Di mana pun kamu sekalian berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Sesungguhnya orang-orang yang diberi kitab benar-benar mengetahui bahwa (pemindahan kiblat ke Masjidil Haram) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 144)

Selain itu, Ka’bah juga dipilih karena bangunan tersebut sangat sakral bagi muslim karena dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.

Allah pun memberi perintah untuk menjadikan bangunan tersebut sebagai tempat ibadah yang suci bagi umat Islam sebagaimana yang termaktub dalam surah Al-Baqarah ayat 127 yang berbunyi:

وَاِذْ يَرْفَعُ اِبْرٰهٖمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَاِسْمٰعِيْلُۗ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّاۗ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Artinya: “(Ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan fondasi Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 127)