Anggota Komisi X DPR RI, Ferdiansyah, menyatakan keprihatinannya terhadap rendahnya anggaran yang dialokasikan untuk Kementerian Kebudayaan (Kemenkebud) dibandingkan dengan Kemendikdasmen dan Kemendikti Saintek. Menurutnya, pendidikan dan kebudayaan adalah dua hal yang saling terkait sebagaimana diamanatkan Pasal 31 dan Pasal 32 UUD 1945.
“Kita harus berterima kasih kepada pendiri republik ini yang menempatkan pendidikan dan kebudayaan dalam satu bab di konstitusi. Sayangnya, pentingnya peran kebudayaan belum tercermin dalam besaran anggaran,” kata Ferdiansyah saat menghadiri acara “Menggali Nilai Kearifan Lokal Kabupaten Garut Melalui Tradisi Ngawuwuh” di Garut, dikutip inilah.com dari Antara, Sabtu (14/12).
Konsolidasi Anggaran dan Peran Strategis Kemenkebud
Ferdiansyah menegaskan bahwa anggaran kecil bukanlah penghalang untuk menciptakan terobosan. Ia mengusulkan konsolidasi anggaran kebudayaan yang tersebar di berbagai kementerian, seperti program budaya sehat di Kementerian Kesehatan. Menurutnya, Kemenkebud bisa menjadi pengarah kebijakan, sementara anggaran program tetap berada di kementerian terkait.
“Ini memungkinkan kebudayaan untuk memiliki peran strategis lintas sektor tanpa harus tergantung pada alokasi anggaran langsung,” jelasnya.
Inovasi Pendanaan Melalui Insentif Pajak
Ferdiansyah juga mengusulkan mekanisme pendanaan kebudayaan melalui insentif pajak atau ‘tax deductible’. Ia menjelaskan bahwa perusahaan yang mendukung kegiatan budaya dapat memperoleh pengurangan dalam dasar perhitungan pajak.
“Misalnya, jika perusahaan menyumbangkan Rp500 juta untuk kegiatan kebudayaan, jumlah tersebut dapat mengurangi dasar perhitungan pajaknya. Ini akan menjadi daya tarik bagi perusahaan untuk terlibat,” paparnya.
Ia optimistis jika skema ini diterapkan, banyak perusahaan akan berlomba-lomba mendukung kegiatan kebudayaan.
Maksimalkan Peran Kebudayaan dalam Pembangunan
Ferdiansyah berharap ke depan Kemenkebud dapat memaksimalkan perannya sebagai pilar pembangunan bangsa dengan dukungan anggaran yang lebih memadai. Hal ini, menurutnya, dapat dilakukan melalui APBN maupun kemitraan strategis dengan sektor swasta.
“Jangan sampai kebudayaan hanya menjadi bagian dari sejarah, tetapi harus menjadi pilar utama pembangunan bangsa,” tutupnya.(Sumber)