Megawati Ogah Tinggalkan Kursi Empuk Ketua Umum, Tak Ada Regenerasi di PDIP

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengungkapkan, ujian silih berganti datang menjelang Kongres ke-VI PDIP, termasuk mengenai ada pihak yang menyasar kursi empuk yang sedang ia duduki saat ini. Megawati menyebut masa-masa ini sebagai Vivere Pericoloso atau tahun menyerempet bahaya.

“Berbagai ujian menjelang Kongres ke VI itu sudah mulai nampak, hal tersebut sudah biasa kita hadapi sejak zaman Orde Baru,” kata Megawati dalam pidato politik di HUT ke-52 PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2025).

Megawati mengaku, dapat permintaan dari para kader yang menginginkan dirinya kembali menjadi ketua umum PDIP periode 2025-2030.

Akan tetapi, ia enggan memenuhi permintaan itu jika para kader tidak solid dan tidak memiliki semangat yang sama.

“Katanya minta saya Ketua Umum lagi, Ketum lagi tapi, nek anak buahku ngene wae, emoh. (Kalau anak buah saya seperti ini, enggak mau). Tapi terus ada yang kepingin (jadi ketum PDIP), ha-ha, gile,” ucapnya.

Presiden RI ke-5 ini lantas menanyakan kepada para jajaran DPP Partai yang hadir apakah mereka ingin mengganti ketua umum. “Mau enggak sama yang kepengen itu?” tanya Megawati.

“Tidak,” jawab para peserta.

“Hayo, di sana enggak ngomong, berarti dia mau, gila dah,” sambung Megawati.

Wacana regenerasi di tubuh PDIP mulanya bergulir dari pernyataan Ketua DPP PDIP Bidang Perempuan dan Anak, Bintang Puspayoga sempat berbicara soal siapa kandidat ketua umum baru banteng moncong putih.

Dia akui, Megawati memang calon terkuat untuk menjabat kembali, akan tetapi Bintang tak menampik bisa saja ada calon lain yang akan muncul pada kongres yang rencananya diselenggarakan April 2025.

“Itu kan tergantung PDI Perjuangan kan sangat demokratis. Nanti deh, itukan proses kalau saya jawab sekarang kan itu dalam proses. Kita sangat demokratis, mulai dari anak ranting, ranting, PAC, DPC, DPD kayak gitu semua prosesnya,” kata dia di kantor DPD PDIP Bali, dikutip di Jakarta, Sabtu (27/12/2024).

Sosok Megawati memang tak tergantikan di PDIP, dia perekat di internal. Akan tetapi zaman sudah berubah, gaya berpolitik Megawati dan orang-orang di sekitarnya dinilai beberapa kalangan sudah tidak related dengan situasi terkini.

Hal itu tercermin dari torehan buruk banteng di Pilkada 2024. PDIP tumbang di empat Provinsi besar, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten. Seharusnya, kekalahan ini jadi momentum PDIP berinterospeksi.

Patut juga dipertimbangkan faktor gap generasi. Bukan mustahil, kekalahan ini disebabkan karena gaya berpolitik Megawati dan sejumlah elite PDIP, tidak related dengan generasi Milenial dan generasi Z yang merupakan pemilih mayoritas.

Pengamat politik dari Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga, berpendapat kongres mendatang bisa jadi momentum yang pas untuk menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan.

“Saya melihat, mumpung Ibu Mega masih ada, sebaiknya estafet kepemimpinan itu segera dia serahkan. kepada siapapun yang dia percaya,” ujarnya kepada Inilah.com, Jakarta, dikutip Minggu (5/1/2025).

Dia mengingatkan, di internal PDIP terdapat faksi-faksi. Jamiluddin khawatir nantinya akan ada ‘cakaran’ politik jika regenerasi PDIP tidak dilakukan saat ini.

“Kita tahu di PDIP ini kan faksi-faksinya sangat kuat. Nah, mereka antarfaksi Itu saat ini masih sungkan sama Ibu Mega. Kebayang tidak, kalau ibu Mega tiba-tiba tidak ada, itu akan terjadi cakaran-cakaran yang luar biasa antarfaksi untuk menguasai PDIP,” tuturnya.(Sumber)