News  

Ada Apa Denganmu, KPK?

Berdasarkan Pasal 1 angka 26 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana(KUHAP) saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.

Namun, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“Putusan MK 65/PUU-VIII/2010”) makna saksi telah diperluas menjadi sebagai berikut:

Menyatakan Pasal 1 angka 26 dan angka 27, Pasal 65, Pasal 116 ayat (3)dan ayat (4), serta Pasal 184 ayat (1) huruf a KUHAP bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikatsepanjang pengertian saksi dalam Pasal 1 angka 26 dan angka 27, Pasal 65, Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4), sertaPasal 184 ayat (1) huruf a KUHAP, tidak dimaknai termasuk pula “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”.

Artinya, putusan MK tersebut menyatakan definisi saksi tidak hanya orang yang ia lihat, dengar, alami sendiri, tetapi setiap orang yang punya pengetahuan yang terkait langsung terjadinya tindak pidana wajib didengar sebagai saksi demi keadilan dan keseimbangan penyidik yang berhadapan dengan tersangka/terdakwa.

Sedangkan, keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri, juga setiap orang yang punya pengetahuan yang terkait langsung terjadinya tindak pidana dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu demikian yang diatur dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP jo. Putusan MK 65/PUU-VIII/2010.

Menolak panggilan sebagai saksi dikategorikan sebagai tindak pidana menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Adapun ancaman hukuman bagi orang yang menolak panggilan sebagai saksi diatur dalam Pasal 224 ayat (1) KUHP yang berbunyi:

“Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam:

Dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan;

Dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan.

Dengan sengaja tidak mau memenuhi (menolak) suatu kewajiban yang menurut undang-undang harus ia penuhi, misalnya kewajiban untuk datang pada saat penyidikan maupun persidang dan memberikan kesaksian, keterangan keahlian, menterjemahkan. Orang itu harus benar-benar dengan sengaja menolak memenuhi kewajibannya tersebut, jika ia hanya lupa atau segan untuk datang saja, maka ia dikenakan Pasal 522 KUHP.

Oleh karena itu, seseorang dapat dihukum karena tidak mau menjadi saksi apabila telah ada panggilan bagi dirinya untuk menjadi saksi dalam suatu perkara pidana maupun perdata.

Di KPK baru baru ini, ada seorang saksi yang sudah 4 kali panggilan tapi enggan datang menghadiri maupun menghadap penyidik. Hal ini jelas sudah meremehkan dan mensepelekan Lembaga KPK itu sendiri, dengan mudah dan entengnya seorang saksi tersebut tidak hadir dalam 4 kali panggilan.

Yang lebih anehnya lagi kenapa sudah 4 kali mangkir Panggilan, sepertinya KPK biasa-biasa saja, malah menjawab pikir-pikir akan melakukan jemput Paksa atau upaya lain yang direstui dalam S.O.P mereka sendiri. Ada apa ini? Publik bertanya besar terhadap lembaga anti rasuah ini. Kenapa melemah kinerjanya.

Dahulu sekelas Rusdihardjo mantan kapolri sendiri yang mangkir 3 kali panggilan untuk dimintai keterangannya sebagai saksi, KPK lakukan Penjemputan Paksa pada saksi yang berada di Rumah Sakit di Malaysia, kenapa saat ini terhadap Mantan Ketua Fraksi Partai golkar DPR RI inisial MMM sepertinya KPK lemah syahwat untuk lakukan Upaya S.O.P Jemput Paksa Dan DPO?.

Djafar Ruliansyah Lubis, SH, MH
Advokat Muda Indonesia