News  

Puan Maharani Menjembatani Hubungan PDIP dengan Jokowi

Jokowi dan Puan Maharani (IST)

Dalam dinamika politik Indonesia, hubungan antara PDIP dan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengalami berbagai pasang surut. Dari awal sebagai kader PDIP yang diusung dalam dua pemilihan presiden berturut-turut, Jokowi kini berada di luar struktur partai setelah secara resmi diberhentikan sebagai kader. Keputusan tersebut memperburuk hubungan antara PDIP dan Jokowi, yang ditandai dengan kritik tajam dari berbagai petinggi partai berlambang banteng itu. Namun, di tengah ketegangan yang terjadi, sosok Puan Maharani muncul sebagai figur yang berupaya menjembatani hubungan yang retak ini.

Sebagai salah satu pemimpin utama PDIP dan tokoh dengan latar belakang kuat dalam keluarga politik, Puan memiliki peran strategis dalam memastikan stabilitas internal partai serta menjaga keseimbangan hubungan dengan mantan kader utama mereka, Jokowi. Sikapnya yang lebih moderat dibandingkan dengan beberapa elite PDIP lainnya menjadikannya sebagai tokoh yang dapat berperan sebagai penengah dalam konflik ini.

Ketegangan antara PDIP dan Jokowi bukanlah sesuatu yang tiba-tiba muncul. Sejak periode kedua pemerintahan Jokowi, terdapat indikasi bahwa hubungan keduanya mengalami keretakan. Salah satu pemicu utamanya adalah gaya kepemimpinan Jokowi yang semakin mandiri dan tidak terlalu bergantung pada arahan partai. Langkah-langkah politik yang diambilnya, seperti pemilihan menteri yang lebih didasarkan pada pendekatan teknokratis daripada kepentingan politik partai, menimbulkan ketidakpuasan di kalangan elite PDIP.

Situasi semakin memanas ketika Jokowi secara terbuka menunjukkan dukungannya terhadap beberapa tokoh yang bukan berasal dari PDIP dalam pemilihan kepala daerah dan bahkan dalam dinamika politik nasional menjelang Pemilu 2024. Puncaknya terjadi ketika PDIP secara resmi mengeluarkan Jokowi dari keanggotaan partai, sebuah keputusan yang mencerminkan jurang yang semakin lebar antara keduanya.

Dalam situasi yang semakin menegang ini, Puan Maharani tampil dengan pendekatan yang lebih diplomatis. Ia memahami bahwa konflik berkepanjangan antara PDIP dan Jokowi tidak akan menguntungkan siapa pun, terutama dalam menjaga stabilitas politik nasional. Oleh karena itu, Puan memilih untuk tidak terjebak dalam retorika konfrontatif dan lebih fokus pada upaya rekonsiliasi.

Puan secara terbuka meminta para kader PDIP untuk “menatap masa depan” dan tidak terus menerus terpaku pada perbedaan yang terjadi dengan Jokowi. Pernyataan ini menunjukkan upayanya untuk menurunkan eskalasi ketegangan dan membuka jalan bagi komunikasi yang lebih produktif antara PDIP dan Presiden Jokowi.

Langkah Puan juga mencerminkan pemahaman politik yang matang. Sebagai Ketua DPR, ia memiliki kepentingan dalam menjaga stabilitas politik nasional. Konflik terbuka antara PDIP dan Jokowi berpotensi memperlemah soliditas pemerintahan, yang pada akhirnya bisa berdampak negatif terhadap efektivitas kebijakan nasional. Oleh karena itu, peran Puan dalam menjembatani hubungan ini bukan hanya kepentingan partai, tetapi juga memiliki dimensi kepentingan nasional.

Upaya Puan dalam meredakan ketegangan antara PDIP dan Jokowi memiliki beberapa konsekuensi politik yang signifikan. Pertama, hal ini dapat membuka jalan bagi PDIP untuk tetap memiliki akses terhadap jaringan kekuasaan yang masih dikendalikan oleh Jokowi. Dengan Jokowi yang masih memiliki pengaruh kuat di berbagai sektor pemerintahan dan dukungan publik yang signifikan, menjaga hubungan yang baik dengan mantan kader ini bisa menjadi strategi politik yang cerdas bagi PDIP.

Kedua, langkah ini juga menunjukkan bahwa Puan memiliki kapasitas kepemimpinan yang lebih luas dibandingkan hanya sekadar menjadi pewaris politik dari Megawati Soekarnoputri. Dengan memainkan peran sebagai jembatan komunikasi, Puan membangun citra sebagai pemimpin yang mengutamakan stabilitas dan kepentingan jangka panjang partai.

Namun, langkah Puan ini tidaklah tanpa tantangan. Beberapa kader PDIP yang lebih garis keras mungkin melihat upayanya sebagai bentuk kompromi yang tidak perlu dengan Jokowi. Oleh karena itu, tantangan terbesar bagi Puan adalah bagaimana ia bisa menjaga keseimbangan antara meredakan ketegangan dengan Jokowi tanpa mengorbankan soliditas internal partai.

Dinamika hubungan antara PDIP dan Jokowi merupakan cerminan dari kompleksitas politik Indonesia, di mana loyalitas partai dan kepentingan individu sering kali berbenturan. Dalam situasi ini, Puan Maharani muncul sebagai figur yang mencoba mencari jalan tengah, dengan harapan bahwa hubungan antara partai dan mantan kader utamanya dapat dikelola secara lebih konstruktif.

Langkah Puan untuk menenangkan suasana dan mengajak kadernya menatap masa depan bukan sekadar strategi politik, tetapi juga mencerminkan pentingnya menjaga keseimbangan dalam lanskap politik nasional. Jika berhasil, upaya ini tidak hanya akan menguntungkan PDIP, tetapi juga dapat menjadi model bagi politik Indonesia yang lebih inklusif dan stabil di masa depan.

Oleh: Rokhmat Widodo, pengamat politik dan kader Muhammadiyah KudusĀ