KH Bahauddin Nur Salim atau yang akrab disapa Gus Baha menjelaskan tentang keistimewaan malam Lailatul Qadar saat bulan Ramadan. Malam tersebut diakuinya sebagai malam yang lebih mulia dari seribu bulan.
Biasanya umat Islam saling berlomba mencari Lailatul Qadar saat memasuki 10 hari terakhir Ramadan. Pada rentang waktu tersebut, dianjurkan untuk lebih sungguh-sungguh beribadah agar dipertemukan dengan satu malam yang disebut Lailatul Qadar. Yakni satu malam yang keutamaannya lebih baik daripada 1000 bulan, atau 83 tahun.
Terkait hal ini, Gus Baha memberikan penjelasan mengenai waktu ideal mencari Lailatul Qadar.
“Kalau saya biasa (malam) 11, kalau di sini (malam) 21, 23? Di desa saya, yang malam 17 itu di mushala saya saja, yang lainnya (malam) 21, 23. Jadi saya ya minoritas. Kalau malam 21, 23, orang beribadah banyak,” ujarnya.
Dalam hal ini, Gus Baha juga pernah ditanya orang, “Sudah ibadah, Gus?”
“Aku sudah lewat, tapi sisanya masih, punyamu,” jawabnya.
Menurut Gus Baha, untuk menghargai Alqur’an dan Hadits, kita mesti mengambil yang tengah-tengah.
Dalam Alqur’an, petunjuk itu tak disertai tanggal.
شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu adalah) Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alqur’an…” (QS. Al-Baqarah: 185).
Ia menjelaskan, ayat tersebut masih bermakna umum, bukan tanggal tertentu. Tak heran bila ada ulama yang berpendapat bahwa Lailatul Qadar bisa dimulai sejak tanggal 1 Ramadan.
Menurutnya, yang dimaksud dengan sungguh-sungguh itu berarti klimaks. Kalau ingin klimaks, berarti mulainya harus dari tanggal 1 Ramadan.
“Kalau kamu mencari sungguh-sungguh mulai tanggal 21 (Ramadhan), kata malaikat: ‘Loh, kok baru mencari sekarang?’ Berarti dianggap pemula, kan? Makanya tak dapat, perkaranya pemula. ‘Loh, kok baru mencari?’ Jadi yang lain sudah mulai, sudah waktunya dapat, kamu baru mencari,” ucapnya, mengutip NUOnline.
“Saya itu sudah start mulai tanggal 1 (Ramadan). Saya baca Arbain Nawawi khatam. Baca Alqur’an juga khatam. Kemarin tanggal 17 (Ramadan) sudah saya doain. Jadi potensi dapat saya lebih tinggi. Kalau kamu baru mulai tadi, kan? Berarti tak begitu sungguhan, karena baru mulai. Jadi, diumumkan tanggal 1 Ramadan kamu tidur, pas tanggal 20 (baru) sungguh-sungguh. Berarti ibarat balapan kan sudah kalah banyak,” kelakar Gus Baha menjelaskan dengan logika.
Pengasuh Pesantren Tahfidz Qur’an LP3IA Narukan, Rembang itu menjelaskan, hadits tentang Lailatul Qadar menampilkan pesan bahwa Nabi bersungguh-sungguh di 10 akhir.
“Yang seharusnya digaribawahi adalah kesungguhannya itu, bukan pencariannya. Tak ada hadits yang mengharuskan kita mencari Lailatul Qadar tanggal 21 Ramadan,” kata Gus Baha.
Meski begitu, dirinya tetap meyakini bahwa siapapun yang sungguh-sungguh mencari dan menjauhi maksiat, diyakini akan mendapat Lailatul Qadar.
“Keyakinan saya, berkah luasnya Rahmat Allah, semoga yang penting selagi umat Nabi. Yang ketika itu tak maksiat, pokoknya meski saleh-saleh biasa begini, saleh ‘kelas ringan’, yang penting tidak maksiat, itu tetap mendapat Lailatul Qadar,” terang Gus Baha, optimistis.
Sabda Nabi Muhammad SAW:
نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ وَذَنْبُهُ مَغْفُوْرٌ
“Tidurnya orang puasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amal ibadahnya dilipatgandakan, doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni”. (HR Baihaqi).
Jadi, menurutnya, aslinya sewaktu-waktu itu ibadah. Tidurnya saja ibadah.
Gus Baha meminta agar Lailatul Qadar tak usah diperdalam, namun diyakini bahwa itu adalah bentuk kasih sayang Allah untuk menggantikan umur umat Nabi yang tak sepanjang umur orang-orang zaman dahulu.
“Itu jelas, saya baca teks, tidak mimpi, tidak mengigau, memang begitu. Biar tidak berlebihan. Jadi itu dari awal sudah bonus, sudah hadiah. Tapi sekarang kita berlebihan: ‘Gerakan Menangkap Lailatul Qadar,’ malaikat ketangkap, ya malu,” pungkasnya.