Liam Lawson, Yuki Tsunoda Atau Franco Colapinto? Red Bull Hadapi Opsi Sulit!

Kursi kedua Red Bull, pendamping Max Verstappen, telah lama dianggap sebagai salah satu peran terberat di Formula 1. Namun, spekulasi tentang pergantian pembalap setelah hanya dua balapan adalah hal yang ekstrem, bahkan menurut standar Red Bull.

Liam Lawson memulai kampanye penuh waktu bersama Red Bull dengan optimisme. Namun saat ini, ia mengakui kesulitan lebih dari yang diperkirakan. Pembalap asal Selandia Baru ini menempati posisi ke-18, ke-20, dan ke-20 dalam tiga kali penampilannya saat kualifikasi – menempatkannya di posisi terakhir di grid dua kali berturut-turut. Sesuatu yang belum pernah dialami oleh pembalap Red Bull sebelumnya.

Hasil balapannya – DNF, urutan ke-14 dan ke-12 – tidak terlihat jauh lebih baik. Ia akhirnya menempati posisi ke-12 di GP Cina didorong oleh diskualifikasi tiga pembalap.

Menjelang Grand Prix Cina, sumber-sumber di paddock menyarankan pergantian pembalap sebelum Jepang bukanlah hal yang mustahil. Horner juga tidak menampik kemungkinan tersebut setelah balapan, dengan mengatakan bahwa tim akan meninjau semua data yang ada.

“Kami memiliki data dari dua balapan pertama dan kami akan mencermatinya. Kami memiliki 400 insinyur di tim dan 600 sensor di mobil, jadi kami memiliki banyak sekali informasi yang harus kami telaah,” ujar sang prinsipal tim Austria.

Ketika ditanya apakah posisi Lawson di Suzuka sudah terjamin, Horner mengulangi bahwa tim memiliki “tanggung jawab” terhadapnya, namun ia tidak mau memberikan jawaban secara langsung.

“Kami telah menjalani dua balapan dan baru saja menyelesaikan balapan ini. Saya pikir kami mengambil informasi yang kami miliki,” ucapnya.

Walau ada yang berpendapat bahwa Lawson harus dinilai berdasarkan trek yang ia kenal seperti Bahrain dan Suzuka, Horner meremehkan pentingnya aspek tersebut, “Saya pikir orang-orang ini bisa cepat menyesuaikan diri dengan cepat. Kami akan mengambil setumpuk data dan melihatnya.”

Jika data menunjukkan bahwa Lawson tidak akan membaik dalam jangka pendek, Red Bull mungkin akan merasa perlu untuk bertindak.

“Saya rasa Liam masih memiliki potensi. Kami hanya tidak menyadarinya saat ini. Saya pikir masalah baginya adalah dia mengalami beberapa akhir pekan yang sangat sulit. Dia memiliki semua media di belakangnya dan tekanan secara alami tumbuh dalam bisnis ini. Saya merasa sangat kasihan padanya. Anda dapat melihat bahwa saat ini sangat sulit baginya,” ungkapnya.

Secara internal, dilema utama Red Bull adalah menyeimbangkan antara data keras dengan sisi manusiawi. Apakah adil untuk melakukan pergantian setelah memberikan kesempatan kepada Lawson hanya dalam dua balapan.

Promosi Tsunoda merupakan risiko besar?

Yuki Tsunoda, RB F1 Team

Yuki Tsunoda, Tim RB F1

Foto oleh: Zak Mauger / Motorsport Images

Jika Red Bull benar-benar melakukan pergantian pembalap, Yuki Tsunoda adalah kandidat yang paling tepat untuk menggantikannya. Pembalap Jepang ini tidak dipromosikan selama musim dingin, namun konsultan motorsport, Helmut Marko memberikan pujian yang luar biasa di Cina, menyiratkan bahwa pendapatnya tentang Tsunoda telah berubah.

“Yuki sedang berada dalam kondisi terbaiknya,” kata pria asal Austria ini. “Dia adalah Yuki yang berbeda dari beberapa tahun terakhir. Dia berganti manajemen, dia memiliki pendekatan yang berbeda, dan lebih dewasa. Butuh beberapa waktu baginya, tapi sekarang tampaknya berhasil.”

Hal ini menggarisbawahi bahwa Tsunoda dianggap lebih serius oleh Red Bull daripada sebelumnya. Tes Red Bull di Abu Dhabi adalah bagian dari evaluasi saat ini, bersama dengan data dari akhir pekan balapan terakhir di Racing Bulls.

“Ia bekerja dengan sangat baik dalam tes bersama kami,” ucap Horner. “Itu adalah data yang berguna bagi kami, tapi kami selalu melihat gambaran yang lebih besar.”

Ketika ditanya apakah Tsunoda adalah yang pertama, bos tim Red Bull menjawab, “Saya bahkan tidak akan mengomentari pergantian, karena itu akan menjadi berita utama pertama Anda! Kami memiliki cukup banyak informasi. Kami akan pergi dan melihatnya dengan baik, dan bekerja sama dengan Liam untuk melakukan yang terbaik yang kami bisa untuknya.”

Dengan aspek-aspek pribadi yang memainkan peran dalam setiap keputusan tentang Lawson, hal yang sama juga berlaku untuk Tsunoda. Menempatkannya di motor RB21 yang rumit menjelang balapan kandangnya di Suzuka merupakan risiko besar bagi semua pihak yang terlibat jika ia mengalami kesulitan seperti Lawson.

Sejauh ini, pembalap Jepang tampil mengesankan. Tapi seperti yang dikatakan Verstappen, mobil Racing Bulls sangat berbeda dengan Red Bull, “Ketika saya berbicara dengan Liam, mobil Racing Bulls jelas lebih mudah dikendarai daripada mobil kami.”

Apakah mobil Red Bull biang masalah sebenarnya?

Pada akhirnya, akar masalahnya mungkin bukan pada pembalapnya, tetapi pada mobilnya. Kursi kedua Red Bull sangat menantang karena beberapa alasan.

Pertama, kecepatan Verstappen yang luar biasa sulit ditandingi oleh mobil yang setara dan membuat pekerjaan rekan setimnya menjadi sulit. Ketika para pembalap mulai bereksperimen dengan set-up ekstrim untuk menandinginya, keadaan biasanya menjadi lebih buruk.

Kedua, RB21 disesuaikan dengan gaya mengemudi Verstappen sampai batas tertentu, seperti yang dikonfirmasi oleh sumber di dalam tim. Mobil ini memiliki bagian depan yang sangat tajam dan bagian belakang yang longgar, sebuah kombinasi yang sulit dikuasai oleh banyak pembalap.

Alex Albon menggambarkan mobil Red Bull sebagai “tetikus (komputer) dengan sensitivitas 100 persen” – sangat reaktif dan karena itu sama sulitnya untuk ditangani oleh siapa pun yang memiliki gaya mengemudi yang berbeda. Sejak kepergian Daniel Ricciardo pada 2018, tidak ada penggantinya – Gasly, Albon, Sergio Perez, dan sekarang Lawson – yang mampu menangani tugas untuk duduk di samping Verstappen. Dari luar, hanya ada sedikit alasan untuk meyakini bahwa Tsunoda akan bernasib berbeda di tim utama.

Liam Lawson, Red Bull Racing

Liam Lawson, Red Bull Racing

Foto oleh: Steven Tee / Motorsport Images

Dari sudut pandang teknis, ada logika untuk membangun mobil dengan karakteristik ekstrem yang lebih cocok untuk Verstappen daripada yang lain. Pembalap asal Belanda ini telah meraih empat gelar juara dunia dan menjadi satu-satunya kesempatan Red Bull untuk bersaing di posisi terdepan.

Pada 2025, segalanya menjadi makin sulit bagi pembalap mana pun di sebelahnya. Dominasi Red Bull dari 2022 dan 2023 telah hilang yang berarti mereka harus lebih mendorong batas-batas untuk menjadi kompetitif. Ditambah lagi, medan F1 saat ini sangat kompetitif, yang berarti Red Bull kedua dapat tersingkir dari Q1 dengan defisit yang cukup baik untuk mengamankan tempat di barisan depan beberapa tahun yang lalu.

Colapinto kandidat kejutan di Racing Bulls?

Pertanyaan besar lainnya bagi Red Bull adalah apa yang harus dilakukan dengan Lawson dan kursi kedua Racing Bulls, jika mereka memutuskan untuk melakukan pergantian pembalap. Solusi yang paling mudah adalah menukar Lawson dan Tsunoda, sehingga rookie itu bisa kembali ke tim saudara.

“Liam adalah seorang anak muda. Kami punya tugas untuk menjaganya. Kami akan melakukan yang terbaik yang kami bisa untuk mendukungnya. Ia masih merupakan pembalap yang sangat handal. Kami tahu itu. Kami hanya tidak melihatnya karena alasan tertentu. Kami tidak melihat dia mampu memberikan hal itu saat ini,” ucap Horner.

Hal ini menyisakan ruang untuk interpretasi. Melindungi Lawson bisa berarti tiga hal yang berbeda: mempertahankannya di Red Bull untuk beberapa balapan lagi, memberinya kenyamanan mobil yang lebih mudah di Racing Bulls, atau mencadangkannya untuk sementara waktu sebagai pembalap cadangan Red Bull.

Pilihan terakhir akan sangat sulit mengingat berapa lama Lawson harus menunggu untuk debutnya di F1, namun hal ini diperkuat oleh laporan media Spanyol yang menghubungkan Franco Colapinto dengan Racing Bulls. Helmut Marko terlihat di acara jamuan makan malam Alpine di Shanghai pada Minggu – dan bukan untuk mencicipi kopi Prancis.

Franco Colapinto, Alpine

Franco Colapinto, Alpine

Foto oleh: Sam Bagnall / Motorsport Images

Seberapa serius opsi Colapinto masih harus dilihat untuk saat ini, karena sudah jelas bahwa alur cerita ini sebagian didorong oleh kubu pembalap Argentina. Hal ini terkait dengan Jack Doohan di Alpine. Pembalap Australia ini mengalami debut yang sulit di Abu Dhabi, namun telah menunjukkan kecepatan yang lebih baik pada akhir pekan balapan pertama pada 2025.

Putra legenda balap MotoGP, Mick Doohan, saat ini tampil lebih baik di Alpine daripada sebelumnya, mungkin lebih baik dari yang diharapkan. Ia melakukan kesalahan rookie di Melbourne, tetapi berhasil menyamai kecepatan balapan Pierre Gasly di Cina dan mendekati pembalap Prancis itu di babak kualifikasi. Doohan hanya terpaut sepersepuluh pada Sabtu dan berada di depan Gasly dalam kualifikasi sprint.

Jika kesempatan di Alpine membutuhkan waktu lebih lama dari yang diperkirakan, maka wajar jika manajemen Colapinto melihat semua tempat di mana peluang bisa muncul dengan sendirinya. Di dunia F1, di mana semua orang berbicara dengan semua orang, adalah hal yang logis bagi Red Bull untuk menjelajahi pasar dan menilai semua opsi yang tersedia. Colapinto (untuk sementara) ke Racing Bulls hanyalah salah satu dari opsi tersebut.

Baik kursi Red Bull di sebelah Verstappen maupun situasi Racing Bulls belum diputuskan, dan mengingat berbagai kepentingan dan pihak-pihak yang terlibat, terlalu rumit untuk diprediksi saat ini.

Namun, satu hal yang jelas: beberapa pekan ke depan sangat penting bagi tim yang bermarkas di Milton Keynes ini. Verstappen akan mengunjungi pabrik Red Bull pekan ini untuk membahas kelemahan RB21 dan mendorong perbaikan demi menyelamatkan peluang juara. Pada saat yang sama, tim harus membuat keputusan tentang pembalap lebih awal dari yang diperkirakan. Ini adalah pekan-pekan yang menentukan musim, setidaknya jika Red Bull tidak ingin tertinggal di kedua kejuaraan.(Sumber)