Fraksi PDI Perjuangan DPR menyoroti meningkatnya jumlah kasus kekerasan terhadap anak sepanjang 2025. Beberapa kasus bahkan berujung pada kematian.
Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PDI Perjuangan Komisi VIII DPR Selly Andriany Gantina menyayangkan, peran polisi yang seharusnya menjadi pilar penegak hukum justru kerap menjadi pelaku kekerasan terhadap anak.
“Kepercayaan masyarakat menurun hingga memunculkan sikap antipati. Sumpah Tribrata yang seharusnya menjadi pedoman telah luntur karena ulah sebagian oknum,” ujar Selly kepada wartawan, Kamis (27/3/2025).
Selly mengungkapkan fenomena ini bak gunung es, hanya sebagian kecil yang terlihat di permukaan, sedangkan masih banyak kasus yang belum terungkap.
Ia memerinci sejumlah kasus sepanjang 2025, mulai dari bintara hingga perwira. Pertama, Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma terjerat kasus pencabulan dan pornografi.
Kedua, Brigadir Ade Kurniawan dari Ditintelkam Polda Jateng menjadi tersangka pembunuhan anak kandungnya yang masih bayi.
Ketiga, kasus kekerasan anak oleh polisi, yaitu Brigadir Alfian Fauzan Hartanto (AFH), anggota Polres Keerom Polda Papua, divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Jayapura meski terlibat pencabulan anak.
Selly menekankan tindak kekerasan terhadap anak oleh polisi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
“Penegakan hukum dengan hukuman berat harus diberlakukan demi memberikan efek jera. Polisi sebagai penegak hukum seharusnya menjaga muruah institusi, bukan justru menjadi pelanggar,” tegasnya.
Selly menambahkan, hukuman seumur hidup belum cukup bagi oknum polisi pelaku kekerasan terhadap anak. “Bagaimana mungkin penegak hukum menjadi pelanggar? Ini merusak kepercayaan masyarakat,” lanjut Selly
Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) per 14 Maret 2025, dari total 5.118 kasus kekerasan anak, 2.163 kasus atau 42% adalah kekerasan seksual.
“Angka ini jauh dari visi Presiden Prabowo melalui Asta Cita-nya. Kekerasan terhadap anak menjadi penghalang utama dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas,” jelas Selly.
Ia menegaskan tanpa supremasi hukum yang kuat di tubuh institusi penegak hukum, Indonesia tidak akan pernah bisa menciptakan generasi emas pada masa depan. “Jangan pernah bermimpi menciptakan generasi emas jika hukum diabaikan,” pungkas Selly terkait meningkatnya kasus kekerasan anak pada 2025. (Sumber)