News  

Diduga Terkait Dana Hibah Jatim, Rumah La Nyalla Digeledah, Hardjuno Soroti Transparansi KPK

Hardjuno Wiwoho (Dok Pribadi)

Penggeledahan rumah Ketua DPD RI ke-V periode 2019–2024, La Nyalla Mattalitti, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memicu perhatian publik. Pengamat hukum dan pembangunan nasional, Hardjuno Wiwoho, meminta KPK untuk memberikan penjelasan terbuka terkait penggeledahan tersebut guna menghindari munculnya tafsir negatif dan persepsi politisasi penegakan hukum.

“Sebagai bagian dari masyarakat sipil, kita mendukung penuh langkah KPK dalam memberantas korupsi. Tapi penggeledahan terhadap tokoh publik sekaliber La Nyalla perlu dilakukan secara proporsional dan transparan agar tidak memunculkan tafsir liar,” ujar Hardjuno kepada Radar Aktual di Jakarta, Rabu (16/4).

KPK sebelumnya mengonfirmasi telah menggeledah rumah La Nyalla di Surabaya pada Selasa (15/4), dalam rangka penyidikan kasus dugaan korupsi dana hibah Pemprov Jawa Timur. Meski belum menetapkan La Nyalla sebagai tersangka, KPK menyebut akan melakukan pendalaman termasuk kemungkinan memanggil yang bersangkutan.

La Nyalla sendiri mengaku terkejut dengan tindakan tersebut. Ia mempertanyakan dasar penggeledahan dan menyatakan tidak merasa terlibat dalam perkara yang diselidiki. “Saya tidak tahu menahu soal perkara ini,” ujar La Nyalla dalam keterangannya.

Menurut Hardjuno, penegakan hukum semacam ini harus dijalankan dengan penuh kehati-hatian. Ia menyoroti bahwa dalam penggeledahan itu tidak ditemukan barang atau dokumen yang berkaitan dengan perkara dimaksud. “Dokumen berita acara menyatakan tidak ditemukan apapun yang diduga terkait kasus,” tegasnya.

La Nyalla dikenal sebagai sosok yang vokal dalam memperjuangkan reformasi hukum, demokrasi konstitusional, serta penguatan peran daerah melalui DPD. Ia juga lantang mengkritik sistem politik transaksional pasca-amandemen UUD 1945, dan mengusulkan gerakan kembali ke UUD asli demi menyelamatkan kedaulatan rakyat.

“Dengan rekam jejaknya yang kuat membela rakyat kecil, petani, dan nelayan, serta konsistensinya melawan mahar politik, La Nyalla justru layak dilindungi oleh demokrasi, bukan dicurigai tanpa dasar,” ujar Hardjuno.

Ia mengingatkan bahwa kepercayaan publik terhadap KPK bisa tergerus bila tindakan penegakan hukum tidak dilakukan secara profesional dan terbuka. “Jangan sampai publik menduga bahwa La Nyalla menjadi target karena sikap vokalnya yang mengusik kepentingan oligarki politik dan bisnis,” tambahnya.

Hingga kini, KPK belum memberikan penjelasan detail terkait hasil penggeledahan maupun posisi hukum La Nyalla. Publik pun menanti kejelasan, agar semangat pemberantasan korupsi tetap berjalan dalam bingkai demokrasi yang adil dan sehat.