Sumur air Zamzam tidak pernah kering dan habis meskipun setiap hari airnya diambil dalam jumlah yang sangat banyak. Hal ini menjadi salah satu gambaran kuasa Allah SWT.
Air Zamzam menjadi air yang istimewa, air ini bahkan disebutkan dalam beberapa hadits Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya, air Zamzam adalah air yang diberkahi, air tersebut adalah makanan yang mengenyangkan.” (HR Muslim)
Sejarah Sumur Zamzam
Mengutip buku Tapak Sejarah Seputar Makkah-Madinah karya Muslim H. Nasution, riwayat keberadaan awal sumur Zamzam berkaitan dengan masa Nabi Ibrahim AS bersama istrinya, Siti Hajar dan putranya, Ismail.
Ketika Nabi Ibrahim AS diperintahkan oleh Allah untuk meninggalkan istrinya, Siti Hajar, dan putranya, Nabi Ismail, di sebuah lembah yang tandus, yaitu Makkah, mereka mengalami kehausan karena tidak ada air di tempat itu.
Siti Hajar kemudian berlari-lari antara dua bukit, yaitu Shafa dan Marwah, sebanyak tujuh kali dalam usahanya mencari air. Allah pun mendengar doa dan jerih payahnya, dan dengan keajaiban-Nya, muncullah air dari bawah kaki bayi Ismail.
Dengan demikian, sumur Zamzam berasal dari mukjizat Allah yang diberikan kepada keluarga Nabi Ibrahim, dan hingga hari ini terus mengalir tanpa pernah kering.
Arti dari kata Zamzam adalah ‘berkumpul’ yang maknanya adalah air yang berkumpul. Awalnya Zamzam adalah air yang tergenang di permukaan tanah dan kini menjadi sebuah sumur.
Air Zamzam Tidak Pernah Habis
Sumur Zamzam terletak sekitar 20 meter sebelah timur Ka’bah, di dalam Masjidil Haram, Makkah. Kedalamannya sekitar 30 meter, dan airnya berasal dari beberapa celah bebatuan yang berada di dasar sumur.
Air Zamzam ditampung dan didistribusikan ke berbagai bagian Masjidil Haram dan juga dikemas untuk dibawa pulang oleh para jamaah haji dan umrah ke berbagai penjuru dunia.
Dikutip dari buku Sejarah Ibadah karya Syahruddin El-Fikri, sumur Zamzam tidak pernah kering. Selama ribuan tahun (lebih dari 14 abad) sumur Zamzam tidak pernah mengalami kekeringan. Airnya tidak pernah habis meskipun dipergunakan oleh lebih dari jutaan umat manusia setiap tahunnya.
Mungkin secara logika, hal ini tidak masuk akal, terlebih lagi kawasan Makkah berada di area padang pasir. Sumur Zamzam hanya memiliki luas permukaan selebar 3-4 meter dan panjang (kedalaman) sekitar 30 meter. Ukuran ini terbilang kecil untuk menghasilkan air dengan debit yang sangat besar.
Masih merujuk buku karya Syahruddin El-Fikri, Anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Rovicky Dwi Putrohari, dalam artikelnya tentang ‘Rahasia Air Zamzam’ menyebutkan, dalam sebuah uji pemompaan, sumur ini mampu mengalirkan air sebesar 11-18,5 liter per detik atau mencapai 660 liter per menit atau sekitar 40 ribu liter per jam. Ini dilakukan sebelum tahun 1950-an.
Pada tahun 1953, dibangun sebuah pompa air. Pompa ini menyalurkan air dari sumur ke bak penampungan air dan diantaranya juga ke keran-keran yang ada di sekitar sumur Zamzam.
Pada saat dilakukan pengujian, pada pemompaan 8000 liter per detik selama 24 jam, air yang ada dalam sumur Zamzam mengalami penyusutan sedalam 3,23 meter. Dan ketika pemompaan dihentikan, hanya dalam waktu 11 menit kemudian permukaan sumur kembali ke asalnya.
Pengujian ini membuktikan bahwa banyak air yang tersimpan dalam sumur Zamzam hasil dari rekahan (celah) bebatuan yang ada pada perbukitan di sekitar Makkah.
Disebutkan, banyak celah (rekahan) yang ada di sekitar tempat itu. Ada celah yang memanjang ke arah Hajar Aswad dengan panjang 75 cm dengan ketinggian 30 cm, juga beberapa celah kecil ke arah Shafa dan Marwah.
Keterangan geometris lainnya menyebutkan, celah sumur di bawah tempat tawaf sekitar 1,56 meter, kedalaman total dari bibir sumur 30 meter, kedalaman air dari bibir sumur sekitar 4 meter dan kedalaman mata air 13 meter. Dari mata air sampai dasar sumur mencapai 17 meter dan diameter sumur berkisar antara 1,46-2,66 meter. Celah-celah inilah yang kemudian memasok air ke sumur Zamzam.
Selain penjelasan ilmiah, hal ini jelas merupakan mukjizat dari Allah SWT. Banyak ahli geologi dan ilmuwan yang telah meneliti sumur ini, namun mereka belum dapat memberikan jawaban ilmiah yang memuaskan mengapa sumur ini tidak pernah kering selama lebih dari 4000 tahun.
Pemerintah Saudi Menjaga Sumur Zamzam
Dilansir dari Arab News (10/4/2025), pada suatu saat selama era Ottoman, sumur itu ditutup di dalam sebuah bangunan. Selama berabad-abad, sumur ini mengalami banyak perubahan hingga akhirnya sempat dihancurkan pada tahun 1964, ketika pemerintah Saudi harus diperluas area untuk menampung jumlah jamaah haji yang terus bertambah. Sumur itu ditutup dan lubangnya diposisikan ulang di ruang bawah tanah sedalam 2,5 meter di bawah permukaan.
Di zaman modern sekarang, air Zamzam diambil dengan pompa listrik dapat menyedot hingga 18,5 liter per detik.
Pemantauan tingkat air di sumur dan akuifer di sekitarnya merupakan tanggung jawab Pusat Penelitian dan Studi Zamzam milik Survei Geologi Saudi. Air Zamzam tidak pernah kering, meskipun curah hujan sangat bervariasi dan jumlah jamaah haji terus bertambah.
Pada tahun 2013, pembukaan Proyek Air Zamzam Raja Abdullah bin Abdulaziz (KPZW), yang dibangun dengan biaya SR700 juta ($187 juta), merevolusi cara air dari sumur diekstraksi, dipantau, diolah, dan didistribusikan.
Air dipompa melalui pipa baja tahan karat bawah tanah ke pabrik KPZW di Kudai, lima kilometer arah selatan Masjidil Haram. Di sini, air dimurnikan dan disterilkan, menggunakan filter dan sinar ultraviolet, dan seluruh operasi dikontrol dan dipantau di ruang kendali pusat berteknologi tinggi.
Setelah diolah, air dipindahkan ke salah satu dari dua area khusus penyimpanan. Yang pertama, di Kudai, memiliki kapasitas 10.000 meter kubik dan memasok air melalui pipa ke pancuran air minum di Masjidil Haram di Mekkah.
Dari Kudai, armada truk tangki mengangkut hingga 400.000 liter per hari ke Waduk King Abdulaziz Sabeel di Madinah, yang memiliki kapasitas 16.000 meter kubik dan memasok air ke Masjid Nabawi.
Memastikan air Zamzam memenuhi standar internasional tertinggi untuk air minum merupakan tanggung jawab Presidensi Umum untuk Urusan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Di bawah arahannya, 100 sampel acak diambil setiap hari dan diuji kemurnian mikrobiologis dan kimianya di laboratorium di dalam Masjidil Haram.